Title : Miss Bubble Gum
Author : Alfiana Yulianti
Genre : Hurt/Comfort, Comedy, Friendship, True Love, Alternative Universe
Rated : T
Length : 14.
306
words
Pairing : Nazwa Mickayla De Guirè and Jamalludin Ahmad Ikhwan
Inspiration : Pesantren & rock n’ roll season 3
Notes : 100% real from my beloved brain. This is just a fan fiction which is made from me. I am just an amateur’s author. And I felt like this story isn’t good enough. So, I need your feedback guys! Don’t ever try to copy this story. Because this story have been prohibited by me. And once again, you will find any typo(s) on the scene. So, be careful.
Let’s check this out!
xxx
Welcome Jakarta!
Satu buah koper besar yang di letakkan di sudut kamar bernuansa putih tulang terlihat sudah terisi penuh oleh beberapa pasang pakaian. Sang empunya koper saat ini justru sedang mencoba-coba menggunakan style hijab yang baru beberapa detik lalu ia dapatkan dari internet. Di lilitkannya kain berbentuk persegi panjang yang biasanya orang sebut dengan nama “pashmina” itu mengelilingi kepalanya. Gadis itu terlihat tersenyum senang begitu ia berhasil mengikuti style hijab seperti yang tertera pada gambar yang ada di ponselnya.
“subhanallah, kamu cantik sekali ‘nak.” Suara lembut seorang wanita terdengar dari balik pintu kamar gadis itu. Nazwa seketika memutar tubuhnya menghadap sang wanita yang sering ia panggil dengan sebutan bunda itu.
“benarkah bunda?” sang ibu pun menganggukkan kepalanya sambil tersenyum manis.
“benar sayang. Bunda bahkan lebih senang jika melihat kamu mengenakan jilbab itu.”
“tapi aku justru merasa tidak pantas mengenakan jilbab ini bunda.” Nazwa menundukkan kepalanya. Dalam hatinya terus berteriak bahwa ia tidak pantas mengenakan jilbab ini lantaran sifat dan sikap jelek masih terlihat dominan pada dirinya. Ia bahkan sering sekali meninggalkan kewajiban sholat 5 waktunya. Jika bukan karena bundanya yang mengingatkan dirinya, mungkin ia sama sekali tidak akan mengerjakan apa yang memang seharusnya ia kerjakan.
Sang ibu terlihat mendekat kearah anak pertamanya itu. Sebaris senyum manis masih terus tergambar di bibirnya. Di peluknya sang anak ke dalam dekapan hangatnya. Pelukan yang selalu membuat sang anak merasa lebih baik jika sedang di rundung rasa takut ataupun gelisah.
“bagaimana, apa kamu sudah merasa lebih baik sekarang?” sang ibu melepaskan dekapan hangatnya. Di lihatnya wajah sang anak yang sekarang sedang mengembangkan segurat senyum manis. Pelukan ibu memanglah pelukan terbaik yang ada di dunia ini.
“sudah bunda. Terima kasih karena bunda telah membuatku menjadi lebih percaya diri lagi.” Nazwa kembali memeluk sang ibu dengan perasaan senang dan juga percaya diri.
“Alhamdulillah kalau begitu ‘nak.” Maryam—ibunda Nazwa—kembali memusatkan penglihatannya pada sebuah koper besar yang terletak di sudut kamar anak perempuannya itu. Ada sedikit perasaan sedih dan juga perasaan senang begitu mengingat anak perempuannya saat ini sudah tumbuh menjadi seorang gadis remaja yang cantik.
“Nazwa, apa kamu betul-betul yakin ingin menuntut ilmu di Jakarta?” sebersit perasaan ragu kembali muncul menyelimuti hati Maryam. Wanita yang saat ini sudah memilik dua anak itu takut jika anak perempuannya berbuat sesuatu yang nantinya akan menyusahkan kakek dan neneknya di Jakarta.