Hari ini hari minggu.
Harusnya dan biasanya aku senang. Tapi untuk minggu kali ini, sepertinya tidak. Sejak pagi tadi, aku sama sekali tidak merasa antusias dengan hari ini.
Well, sudah jam 4 sore dan aku akan segera mandi.
"Dek."
"Iya, ma"
"Kamu jadi ke tempat anak-anak karang taruna itu kan?"
"Jadi."
"Kenapa belom jalan?"
"Ini lagi mau mandi, ma."
"Oh, yaudah cepetan."
"Iya."
Kenapa harus aku sih?
---------------------
30 menit kemudian, aku sudah selesai mandi dan berpakaian. Kurasa t-shirt dan celana jeans tujuh perdelapan tidaklah buruk.
"Ma, aku pergi dulu ya. Diaz udah dateng tuh. Jam delapan kira-kira aku udah balik kok."
Suara kak Naomi memenuhi telingaku. Kenapa dia bersenang-senang sementara aku sengsara?
"Dek, selamat bersenang-senang ya. Gue udah denger dari mama. Dadah!"
Kemudian dia menutup pintu kamarku dan sedetik kemudian aku mendengar suara tawanya yang khas.
Panjang umur, kan? Tiba-tiba kepalanya nongol begitu saja di ambang pintu kamarku. Dan bisa-bisanya dia meledekku. Oh, Mikha kasian sekali dirimu ini.
Ya karena aku malas menanggapinya, aku cuma meliriknya sebentar dan kembali menyisir rambutku. Dan yep, sudah selesai.
Aku berjalan keluar kamarku dan berpapasan dengan mama. Sebenarnya, aku masih sedikit kesal sama mama. Kenapa bisa ia menyetujui usul tante Rani itu agar aku membantu anak-anak karang taruna disini. Padahal kan mama tau kalau anaknya ini tipe yang agak susah bergaul.
"Nah gitu dong, dek. Udah gih, jalan sana." Ujar mama sambil tersenyum padaku.
"Iya, ma. Mikha jalan dulu."
Butuh sekitar 15 menit berjalan kaki. Badanku bahkan sudah berkeringat karena berjalan cukup lama. Aku memang tidak terlalu terbiasa jalan kaki seperti ini. Lain kali, aku harus pakai sepeda.
Menurut tante Rani, basecamp mereka ada di posyandu yang letaknya beberapa blok dari rumahku. Biasanya, posyandu cuma dipakai sebulan sekali di minggu terakhir. Itupun cuma dipakai satu hari. Karena itu, anak-anak karang taruna kemudian diizinkan memakai posyandu sebagai basecamp mereka.
Dan posyandu itu sekarang sudah tepat berada di depan mataku.
Ada sedikit ragu menjalar di otakku. Oh mama, bolehkah Mikha pulang saja?
Selama beberapa detik, aku cuma bisa memandangi posyandu itu. Pulang atau masuk ya?
Aku hampir saja meloncat karena kaget saat tiba-tiba satu tepukan mendarat di pundakku. Dan membuatku berhasil mengalihkan pandanganku ke belakang untuk melihat siapa orang yang menepukku.
Aku berbalik dan menemukan sepasang mata hitam pekat sedang menatapku bingung.
"Lo siapa?"
"Ehm, memangnya lo siapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Can You Hear The Silence?
Teen FictionSejak saat itu, Mikha si cewek pendiam itu berubah. Ketidakpeduliannya terhadap lingkungannya justru hilang. Mikha kini justru senang memperhatikan lingkungan dan teman-teman barunya. Termasuk Bastian.