Dua bersaudara itu hanya tinggal berdua di tengah kota Mexico. Kedua orang tuanya telah lama meninggal. Bahkan mereka tak punya kerabat atau pun saudara di sana. Jadi mau tak mau terpaksa mereka harus hidup berdua saja. Biaya hidup keduanya ditanggung oleh tabungan orang tua mereka.
Sang kakak–Alvaro Barclay–memiliki sifat yang aneh. Tekanan batin yang dialaminya sejak kecil membuatnya memiliki semacam gangguan jiwa, atau lebih tepatnya gangguan mental. Bukan gila, melainkan dia menjadi sosok bersikap anti sosial dan sangat tertutup.
Ada begitu banyak kebiasaan Alvaro yang dibenci Aretha Barclay, adik perempuannya. Mulai dari pergi keluar di malam hari dan pulang dini hari, bersikap kejam dan tanpa ampun jika Aretha melakukan kesalahan, mengatur, sampai membatasi sesuatu yang Aretha suka. Ditambah lagi sikapnya yang begitu dingin dan pendiam sangatlah menyebalkan bagi Aretha.
Akhir-akhir ini Aretha sedang menyukai seorang lelaki yang merupakan teman sekelasnya—Zay Cromwell. Malam ini pun ia berencana untuk pergi jalan-jalan dengan pria tersebut.
Aretha sudah bersiap dengan setelan casualnya. Ia berjalan menuruni tangga kemudian melewati ruang tengah di mana Alvaro duduk di sana.
"Kemana kau akan pergi?" tanya Alvaro dengan nada flat, nyaris tanpa emosi.
"Bukan urusanmu! Kau tidak berhak melarangku lagi. Tidak kali ini!" Aretha tampak acuh dan melenggang begitu saja menuju pintu keluar.
Belum sempat Aretha menyentuh daun pintu, Alvaro sudah mendahului mengunci pintu itu lalu memasukkan kuncinya ke dalam saku celananya. Sontak Aretha membelalakan matanya dan membuka mulutnya lebar.
"Apa-apaan kau ini?! Biarkan aku pergi!" bentak Aretha sambil menarik tangan Alvaro yang menjejal di saku celana.
"Tidak." Alvaro lagi-lagi berucap datar.
"Tapi kenapa?!" tanya Aretha dengan nada tinggi.
"Pokoknya malam-malam begini kau tidak boleh bertemu dengan Zay."
"Apa katamu? Zay itu pria yang baik, kau tahu? Lagi pula ... hei ... darimana kau tahu aku akan bertemu Zay?" Kini Aretha memasang tampang terkejut sekaligus sewot.
Alvaro hanya menatap kornea mata Aretha dengan sorot mata yang sulit diartikan.
"Tidak boleh," ucapnya menegaskan kemudian melenggang pergi meninggalkan Aretha yang berteriak-teriak memakinya.
***
Aku sebal dengan kakak-ku yang pengatur ini. Dia selalu membatasi segala sesuatu yang ingin kulakukan. Seperti tadi malam contohnya. Dia bahkan tidak menjelaskan kenapa aku tidak boleh pergi bertemu Zay. Dan ketika aku memaksa, dia malah mengikatku di kamar. Tidakkah itu gila?!
Aku menatap makanan di depanku dengan malas. Semua hidangan yang dimasak kakak-ku sama sekali tidak menggugah selera makanku. Apa ini? Semuanya sayur!
Aku membanting pelan sendok yang kupegang keatas piring hingga membuat suara 'ting' yang cukup keras. Alvaro mengangkat wajahnya dan menatapku. Alisnya terangkat sebelah seolah bertanya 'kenapa'.
"Aku tidak mau makan. Makanan ini menjijikkan!" ketusku sambil bersedekap.
Alvaro tak berekspresi apapun. Ia hanya berdiri lalu mengitari meja dan duduk di sampingku. Ia lalu menyedok makanan di piringku dan menyodorkan ke depan mulutku, memintaku untuk memakannya. Aku hanya bergeming dan melengos.
Tiba-tiba Alvaro menarik daguku, menekannya dengan jari telunjuk dan jempolnya sampai menbuat mulutku sedikit terbuka. Gerakannya begitu cepat sehingga aku tak bisa mengelak. Setelah itu ia memasukkan sendok berisi penuh dengan sayur ke mulutku secara paksa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost My Soul
Short StoryThe short story which might blow your mind; broke your feel; play your melody. Kumpulan kisah kehidupan berjuta rasa. Penuh emosi.