Cinta..

146 7 0
                                    

Bulan sabit yang jatuh dipelataran.
Bintang redup tanpa gemerlap cahaya.
Kau terduduk membisu dihadapanku.
Sesekali menghembus nafas gusar yang kudengar.

Secangkir kopi yang utuh tak tersentuh.
Menjadi saksi bisu diantara keheningan malam itu.

Gorden jendela yang beterbangan dijendela terbuka.
Mendapat bisikan syahdu dan hampa dari sang angin.

Mungkin angin juga menunggu. Menunggu dengan gusar sepatah kalimat dari bibirmu.
Sama seperti aku yang menunggumu berbicara.

Perih rasanya mendengar detik jam dinding yang semakin banyak berdetik.
Air mata mengalir mulus dari sudut mataku hingga sudut bibirku.
Berlabuh pada kerudung merah yang ku kenakan.

Jari-jarimu yang saling bertaut mulai terurai.
"Jangan menangis untuk keheningan ini!" Ucapmu memandangku dengan mata sendumu.

Tangisku semakin terisak mendengar ucapanmu.
"Bukan keheningan ini yang aku tangisi, Mas. Tapi kebisuanmu yang ku tangisi!" Jawabku menunduk menahan tangis.

"Lalu apa yang harus ku katakan, dek? Apa yang harus ku lakukan sekarang?" Tanyamu gusar padaku. Terpancar rasa putus asa dimatamu.

"Pergilah!! Katakan pada mereka kau menerima keputusan orang tuamu!!" Ucapku.

"Dan pergi meninggalkanmu?" Tanyamu menatapku heran dengan alis mata menaik.

Angin berhembus masuk menerpa wajahku. Menyibakkan helaian kerudung merah yang ku kenakan.

Kau terus menatapku, menungguku menjawab pertanyaanmu.
Dengan berat hati. Ku anggukkan kepalaku dengan air mata membasahi pipiku.

Ku lihat kau menarik nafas putus asa. Mendongak memejamkan mata.

"Hanya kau yang ku inginkan sebagai makmumku!!" Katamu menatapku dengan tetesan bening yang mengalir di sudut matamu.

Perih hati ini, mendengar suara sendu juga air mata disudut matamu.
Ku harap angin dapat membisikkan apa yang ingin ku katakan padamu. Karena aku tak sanggup mengatakannya.

"Nyatanya bukan aku yang diingin orang tuamu!!" Ucapku berbisik menangis sesegukan.

"Berjuanglah, dek!! Berjuanglah bersamaku. Perjuangkan cinta kita bersama!!" Ucapmu memohon padaku.

Aku menggeleng lemah.
"Cinta Allah tidak akan memaksa umatnya yang saling mencintai dengan cara melanggar perintahnya.
Ini bukan cinta jika kita menghendakinya tanpa restu orang tua. Percayalah, mas.. Restu Allah ada pada restu orang tua kita!!" Ucapku tak berani menatap wajah sendunya.

Air mata yang sedari tadi kau tahan, kini mengalir membentuk parit kecil di pipimu.

"Cobalah sekali lagi kita yakinkan orang tua kita!!" Mohonmu lagi menunduk di depanku.

Kulihat bahumu bergetar di hadapanku. Hatiku tersayat. Menyentuh bahu bergetar itu dan membimbingnya untuk bangkit.

Tatapan mata kami bertemu. Saling memancarkan luka juga kesenduan.
"Cinta yang saling terobsesi untuk memiliki. Itu bukan cinta, mas. Itu hanya nafsu yang mengatas namakan cinta. Sekali lagi percayalah, mas... Jika kita berjodoh. Cinta Allah akan meridhoi kita untuk bersama!!" Ucapku masih menyentuh bahu yang kian bergetar itu.

Kita saling berhadapan, berderai air mata kesedihan.
"Mungkin kita tak berjodoh di dunia fana ini. Mungkin kita akan berjodoh dikehidupan yang lebih kekal!!" Ucapmu bangkit berdiri. Memakai kacamata yang tadi kau taruh di meja kayu.

Kau beranjak dari tempatmu. Berhenti di depan pintu, membuat rambut cepakmu bergerak-gerak oleh sang angin.

"Terimakasih waktu yang telah kau beri, banyak ilmu yang aku dapatkan saat bersamamu. Aku akan tetap mencari tahu kabarmu dari bisikan angin!! Assalamualaikum!!" Ucapmu sebelum akhirnya menghilang di kegelapan malam.

"Waalaikumsalam!!" Jawabku terisak, menangis semakin dalam. Merelakan nafsu yang terus menginginkan bersama seseorang yang membuatku nyaman.

Terdengar deru mobil di pelataran malam yang dingin. Deru mobil yang tidak pernah ku dengar lagi nantinya.

Tidak ada lagi sosok laki-laki yang dengan suka rela menasehatiku jika aku berbuat salah. Dan tak ada lagi laki-laki yang sama seperti dirinya. Lagi.

:)

Karena Cinta, Aku RelaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang