Kembali ke Titik Nol

91 1 2
                                    

Sudah puluhan tahun berlalu sejak musibah itu terjadi walaupun tidak pernah ada yang tahu penyebab meningkatnya jumlah air di bumi. Tanah daratan di bumi semakin lama semakin menyempit hingga daerah dataran rendah mapir tenggelam. Hanya gedung-gedung bertingkat tinggi yang masih dapat terlihat di permukaan.

Sudah sejak lama pemerintah dari berbagai negara mengefakuasi penduduk mereka ke planet lain. Hanya orang-orang tua yang terlalu mencintai bumi ini dan anak-anak mereka yang terlalu mengkhawatirkan keadaan orang tua mereka yang memutuskan untuk tinggal. Tidak ada pemerintahan yang dapat melindungi mereka sehingga mereka yang tinggal berdekatan saling berbagi ransum ataupun informasi.

Kakek dan nenekku adalah salah satu dari mereka. Mereka tidak ingin berada di tempat yang benar-benar asing sehingga mereka memutuskan untuk tetap tinggal dengan membawa anak mereka, ibuku. Walaupun rumah dan barang-barang mereka harus terendam karena mereka tinggal di dataran rendah mereka dan beberapa orang lainnya saling memberi semangat dan saling membantu.

Para penduduk yang tinggal di daerah pegunungan selalu merasa waswas, khawatir karena sewaktu-waktu air bisa naik. Penduduk yang tinggal daerah yang terendam menggunakan semua bangunan yang belum terendam sebagai tempat tinggal.

Sebagai generasi ketiga yang menetap di bumi yang hanya ditinggali segelintir manusia, aku merasa puas. Kami masih bisa memakan ikan-ikan yang selalu berenang lepas di luar atau apapun yang dapat kami makan. Kami juga tidak kekurangan minuman karena air yang menenggelamkan bumi ini terasa tawar dan menyegarkan. Air ini juga tidak berwarna, sejernih air hujan.

Satu-satunya yang kubenci adalah saat kami semua harus pindah ke bangunan lain yang lebih tinggi dengan cara berenang ataupun menyatukan beberapa barang untuk dijadikan rakit atau kami bisa membeli kapal dari orang-orang yang tinggal di dataran tinggi namun dengan penawaran yang sangat tinggi karena kayu merupakan hal yang sangat berharga namun kami belum bisa mendapatkannya. Selain kayu, kain merupakan benda yang sangat mahal sehingga kami hanya membungkus tubuh kami seadanya.

Kami pernah mencoba tinggal di daerah dataran tinggi namun hanya bertahan beberapa tahun sebelum kami kembali ke daerah yang hampir tenggelam lagi karena mereka lebih terampil menangkap ikan daripada bercocok tanam. Dan banyak orang yang tinggal disana sehingga kami merasa tidak nyaman.

Saat aku masih kecil, kakek dan nenekku yang dulunya seorang guru sering membantuku dan anak-anak di kelompok kami membaca beberapa buku yang kami temukan di dalam beberapa gedung yang pernah menjadi tempat tinggal sementara kami. Walaupun terkadang aku tidak mengerti maksud dari isi buku tersebut, membaca adalah salah satu hal dapat aku lakukan selain membantu orang tuaku menyiapkan api dengan bantuan sebuah kaca dan sinar matahari.

Pernah saat aku membaca sebuah buku, terdapat sebuah kata yang asing yaitu 'banjir'. Dalam buku tersebut, banjir digambarkan sebagai genangan air yang tinggi. Rasa penasaranku yang selalu tinggi membuatku selalu bertanya kepada kakek dan nenekku.

"Apa banjir itu seperti ini?" tanyaku sambil menunjuk genangan air disekitar kami. Mereka tertawa mendengarnya.

"Kurang lebih." Mata kakek menerawang seakan-akan kejadian itu ada di depannya. "Tetapi saat banjir air berwarna keruh karena bercampur lumpur, ada sampah dimana-mana dan selalu ada penyakit yang mengikuti."

Keruh? Aku sama sekali tidak bisa membayangkan air menjadi keruh karena air yang aku ketahui tidak berwarna keruh. Aku selalu dapat melihat dasar air dan melihat berbagai macam kehidupan air.

Terkadang kakek dan nenekku menceritakan tentang berbagai macam jenis profesi. Ada guru, pemerintah, nelayan, petani, pemulung dan masih banyak lagi. Banyak yang tidak bisa aku bayangkan namun ada beberapa yang dapat aku bayangkan.

Guru merupakan orang yang mengajarkan orang lain tentang berbagai macam hal. Orang tuaku dan beberapa orang lainnya di kelompok kami adalah nelayan karena mereka hidup dengan cara mencari ikan untuk kami makan. Para penduduk yang tinggal di dataran tinggi adalah petani dan peternak karena mereka bercocok tanam dan merawat hewan ternak karena masih ada tanah yang dapat mereka kelola. Ada pedagang yang terkadang lewat dengan membawa bebera buah atau sayur untuk ditukarkan dengan apapun yang kami miliki. Ada penjaga disetiap kelompok yang selalu bertugas mengawasi para nelayan agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.


  Kembali ke Titik NolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang