16 of April

1K 62 18
                                    

.

.

.

.

.

.

.

Sudah dua tahun lamanya, namun rasa rindu Taehyung pada sosok itu tak pernah padam. Sosok itu bagaikan air yang ia minum, bagaikan udara yang ia hirup, hingga rasanya Taehyung tak mampu hidup tanpanya. Meskipun begitu, rasa rindu tak dapat membawa sosok itu kembali berada di sisinya. Sosok itu telah terlelap dengan damai, tidur di atas awan keabadian, tanpa pernah bisa ia bangunkan lagi.

Enam belas April dua tahun silam menjadi saksi atas kepergian Jungkook, adik Taehyung satu-satunya. Jungkook yang polos, Jungkook yang kekanakan, Jungkook yang sangat ia sayangi, kini tak dapat lagi ia jumpai di kehidupan nyata, tak mampu lagi ia rengkuh dalam hangatnya peluk. Nyawanya berhasil terenggut akibat tenggelamnya sebuah kapal yang ia tumpangi saat berlibur bersama kawan-kawannya. Wisata bahari yang seharusnya Jungkook lalui dengan bahagia berubah membawa ombak duka, menyisakan luka mendalam di hati Taehyung.

Taehyung merasa masih berada di saat yang sama, meskipun halaman kalendernya telah ia balik berulang kali. Ia tidak mampu menghapus memori tentang hari-hari terakhir bersama Jungkook secepatnya. Seperti hari ketika Jungkook memohon kepadanya agar ia diperbolehkan mengikuti tur sekolah. Taehyung dengan berat hati mengizinkannya, demi menyaksikan ekspresi bahagia Jungkook yang selalu menjadi pemandangan favoritnya.
Hari dimanaTaehyung membantu Jungkook menyiapkan barang-barang juga turut berkelebat dalam benaknya. Jungkook berulang kali memprotes Taehyung ketika ia menyuruh adiknya itu membawa kaus bergambar bebek hadiah ulang tahun darinya. Jungkook pikir kaus itu memalukan, maka dari itu ia menolak mentah-mentah membawanya. Taehyung pun mencebik, dan dibalas tawa renyah Jungkook yang menganggap wajah Taehyung sangat konyol saat itu, persis seperti bebek dalam kausnya. Kini Taehyung tersenyum getir, menyadari bahwa ia tak dapat lagi mendengar kekehan Jungkook yang menyenangkan bak dentingan lonceng itu.

Rekaman dalam otak Taehyung ketika hari keberangkatan Jungkook menjadi yang paling menyakitkan di antara semuanya, karena Taehyung tidak menyangka bahwa hari itu adalah awal mula terbentuknya tabir pemisah antara dirinya dengan Jungkook. Pada akhirnya tabir itu tertutup rapat, tak mengizinkan Taehyung dan Jungkook kembali bersama.

"Dadah! Kita bertemu lagi setelah aku berlibur, dan aku akan membawa banyak oleh-oleh untukmu!"

Suara Jungkook berdengung, membuat gema dalam benak Taehyung. Taehyung tidak akan lupa nada suara Jungkook yang terdengar gembira, juga senyum secerah mentari yang ia tunjukkan saat itu. Senyuman terakhir yang Jungkook persembahkan untuk Taehyung.

"Pembohong. Kau pembohong Kook. Kau bilang akan kembali dan membawakanku oleh-oleh. Tapi lihat sekarang, kau bahkan tidak pulang ke rumah untuk menemui kakakmu." Taehyung berujar lirih sambil menatap wajah adiknya yang tersemat di balik sebuah pigura di atas nakas, lalu tersenyum getir. Taehyung tertawa hambar setelahnya. Kenapa ia begitu konyol? Ia pikir kepada siapa dirinya berbicara sekarang? Jungkook tidak akan mendengar suaranya. Jungkook tidak akan kembali kepadanya. Jungkook tidak akan pulang ke rumah. Jalan pulang untuk Jungkook bahkan terlalu jauh untuk saat ini.

Ulu hati Taehyung terasa ngilu. Kehilangan Jungkook seakan membunuhnya perlahan. Nadinya seolah teriris dengan penggaris besi yang tak setajam mata pisau. Taehyung tak lantas mati, rasa sakit muncul sedikit demi sedikit, semakin lama semakin perih dan akhirnya epidermis miliknya terkoyak.

Rasa sakit yang Taehyung alami menjalar kian hebat kala ia mengingat kedua orangtuanya yang terlebih dahulu pergi ke surga. Jungkook telah berlaku curang. Jungkook telah mencuri start, berlari terlebih dahulu menemui kedua orangtuanya sebelum Taehyung memberi aba-aba "mulai".

One Of These NightsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang