Daisy Putih

707 119 41
                                    

Shion tampak mengebu; menatap Nezumi dengan pendaran keceriaan yang tidak biasa, disamping itu juga menatap Nazumi memohon.

"Nezumi! Kau pasti tidak percaya dengan apa yang kutemukan!"

Nezumi tidak berkutik,
masih menatap deretan kalimat sastra yang membosankan---walaupun semua orang berpendapat begitu, tidak bagi Nezumi---di depannya tanpa tertarik mencari-tahu lebih lanjut mengenai apa saja yang Shion temui.

"Nezumiiii,"

Ck, kenapa orang ini selalu mengganggunya?
Nezumi mendecih dan menutup buku di depannya---dengan sedikit tidak terima, tapi, ya sudahlah.

"Apa?"

"Tara~!"

Puluhan bunga mungil membanjiri puncak Nezumi, beserta helai-helai daunnya. Nezumi membatu.

"Aku mendapatkannya di bukit sebelah utara sana, mencari bunga daisy di tempat ini sungguh susah, kau tahu?"

Tidak memedulikan reaksi Nezumi, Shion malah memperlihatkan tangannya yang kotor---penuh corengan tanah dan robekan daun, "Aku mencium aroma bunga daisy dan menemukan taman bunga di bukit itu, bukan hanya daisy, berbagai bunga tampak berkumpul disana,"

Shion itu bodoh
Nezumi tahu itu

"Hm... selamat," Nezumi menatap Shion dengan ekspresi terganggu bercampur heran, "Selanjutnya apa?"

Shion menggembungkan pipinya---imut, itu yang terlintas dipikiran Nezumi pertama kali--"Aku tahu kau mengerti, Nezumi, ayo kita kesanaaaa," Shion menarik Nezumi paksa. Huh, selisih tenaga mereka tidak jauh berbeda, Nezumi hanya bisa pasrah dibawa Shion seperti itu.

"Baik-baik, lepaskan aku!"

.

.

.

.

.

.

.

.

"Nezumi, apa arti dari bunga aster?"

Nezumi menatap hamparan beludru---tidak, maksudnya bunga---tanpa daya tarik sama sekali. Malas, lagipula kenapa Shion terlihat bahagia menatap mekaran bernektar yang warnanya menyaingi pelangi?

Dan kenapa juga ia harus ikut merangkai bunga menjadi mahkota aneh?

"Tidak tahu, bukan bidangku,"

Shion tidak begitu memerhatikan reaksi Nezumi yang bosan nan malas, dan mulai merangkai bunga---walau sesekali bersin akibat serbuk-serbuk penyebaran generatif dari tumbuhan berbunga itu.

"Bohong, kau tahu!"

Nezumi ingin meninju anak ini, entah kesal atau apa---terlalu seenaknya mungkin? "Hm... simbol cinta? kesabaran?... Untuk apa aku menghapal arti-arti makna bunga?"
Cepat selesaikan ini dan Nezumi akan membaca Ivanhoe dengan secangkir kopi instan panas.

Shion terkekeh geli, serius, anak ini kenapa sih?

"Walaupun kau bilang begitu, kau mengingat artinya, Nezumi,"

"Jadi kau sudah tahu? Lantas kenapa kau masih bertanya, bodoh,"

"Karena aku mau?"

Argh, sudahlah, Nezumi hanya bisa menghela nafas---sudah berapa kali ia menghela nafas hari ini?

Sepucuk bunga kecil menarik perhatian Nezumi. Iya, ia tahu kalau bunga kecil itu merupakan bunga yang sama dengan bunga yang Shion hujani tadi siang, tetapi sebuah ingatan berselancar indah di dalam otaknya---bukan ingatan penting seperti momen-momen membahagiakan, melainkan sebuah arti dari bunga kecil ini.

"Kau, sini sebentar,"

Shion---yang pada dasarnya bodoh nan polos---menurut tanpa curiga sama sekali, puncaknya sedikit miring tanda kebingungan dipanggil tiba-tiba.' Satu gerakan dan Shion sudah terduduk di atasnya, darah menguap memenuhi wajah Shion, sekarang wajahnya merah tiada terkira.

Sensasi semilir menggelitiki rambut, awan seolah memayungi mereka dari atas, seolah hanya merekalah atensi di dunia ini. Bibir mengecap pahit, menatap sosok diatasnya dengan guratan rindu, tatapan Nezumi meneduh.

"Shion," kali Nezumi mengucap nama itu, Nezumi mengelus puncak albino diatasnya, lalu turun menyelipkan kuntum daisy putih di antara daun telinga dan helaian sutra pemuda diatasnya, "Ternyata kebodohanmu memang sesuai dengan arti bunga mungil ini,"

Guratan merah semakin banyak menghiasi wajah Shion, bersamaan dengan meringannya bobot pemuda albino itu.

Nezumi tersenyum kecut.

Sial, kenapa ia manis sekali?

"Ma-maknanya?" Suara Shion samar.

Nezumi berbisik, "Kepolosan... dan cinta setia..."

Bulir air mengalir melewati pipi Shion, jelas bukan keringat---melainkan air mata,
Daisy yang menghias daun telinganya seakan bisa jatuh kapan saja.

Kenyataan memang pahit huh?

"Kenapa kau justru menangis, bodoh,"

Hiks. "A-aku terharu--"

"Kau idiot atau apa sih?"

"Memangnya salah kalau terharu?"

Ah, sudahlah, Nezumi mengalihkan pandangannya ke segala arah---asal tidak kepada pemuda albino abnormal ini.

"Nezumi... kau tahu kan...?"

Hm, apa dia masih terharu? Kenapa perkataannya bergetar?

"Hm?"

Shion tersenyum rapuh,

"Kalau aku sudah... tiada?"

Ah,
Iya.

Kau benar, Shion.

Manik Nezumi sedikit terbelalak---tapi, tidak, tidak ada setetes pun air mata pada ujung manik Nezumi.

Cukup di hari pemakaman Shion ia menangis sekencang-kencangnya, selanjutnya tidak lagi.

"Ya,"

Nezumi tersenyum, seperti yang ia miliki dulu saat kecil---dan menjadi senyuman pertama untuk Shion.

Hangat
Shion memeluk pemuda di bawahnya.
"Aku suka Nezumi,"

"Kenaifanmu itu mematikan, tahu,"

Nezumi membenarkan peletakan daisy di daun telinga Shion, membuat Shion tertawa halus bagai lonceng.

"Aku sudah tahu---aku juga,"

Nezumi merebahkan tubuhnya di atas hamparan bunga, membiarkan bunga menyelimutinya.

Nezumi menutup matanya, merasakan semilir angin musim semi.

Begitu ia membuka kelopak matanya,
.
.
.
Shion tidak ada di sana.

"Mungkin seharusnya aku membawakanmu mawar hitam atau bahkan anyelir ungu,
Shion,"

Daisy PutihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang