Jeon Soo A menyandarkan punggungnya ke kursi, mengangkat kedua kaki dan menyilangkannya. Gadis itu mendesah kesal lantaran indra penciumannya yang terganggu sejak semalam. Jam di ruang tengah berdentang tujuh kali. Ada kelas yang harus ia hadiri satu jam lagi dan gadis itu tampak terlalu acuh untuk sekedar menyiapkan sarapan dan bergegas menuju kampus.
Ponsel yang ia letakkan di atas meja berdering untuk yang kesekian kalinya. Nama yang sama terpampang di layar, membuat semangatnya yang sudah di ambang batas semakin merosot.
Sang penelepon di seberang sana tampak tak ingin menyerah, karena beberapa detik kemudian sebuah pesan masuk ke ponselnya.
Dimana?
Soo A hanya membaca pesan tersebut tanpa berniat membalasnya.
Hei. Sebelum masuk kelas, ambilkan gitarku di kelas musik ya.
Gadis itu menghela napas saat sebuah pesan kembali masuk, ia dengan cepat mengetikkan balasan dan mengirimnya.
Kau punya kaki, kan? Ambil sendiri sana!
Ia melemparkan ponselnya ke atas sofa, mendecak kesal dan kembali meraih ponselnya –kembali mengetikkan sesuatu di sana.
Aku tak akan datang hari ini. Flu.
Ia memejamkan matanya dan menghela napas panjang. Tampaknya ini bukan flu biasa, pusing mulai menyerang kepalanya dan ia bisa merasakan suhu tubuh yang mulai naik. Tsk! Orang gila mana yang akan terserang flu di musim panas? Demam pula.
Orang gila mana yang akan terserang flu di musim panas?
Bagus. Sekarang Jisoo juga menertawainya. Gadis itu meraih ponselnya dengan geram.
Kau pikir aku senang?! Sudahlah. Jangan ganggu aku. Urusi saja gitar bodohmu itu!
Tsk! Kenapa jadi mengatai gitarku?
Terserah.
Yang penting gitarku tidak terserang flu di musim panas.
Sialan!
Benar saja, kini mood-nya merosot drastis ke dasar samudera. Angin berhembus melalui celah jendela yang terbuka, gadis itu menggigil kedingingan. Ia meraih jendela dan menutupnya. Baru saja ia ingin kembali ke kamarnya, dering ponsel kembali menganggu.
Buka pintu. Aku di depan rumahmu.
Belum sempat gadis itu beranjak membuka pintu, seseorang sudah muncul dari baliknya. Dengan tak tahu diri melenggang masuk dengan senyuman menyebalkan terukir di bibirnya.
“Sudah kuduga kau akan terserang flu di musim panas,” Jisoo meletakkan sebuah botol di atas meja.
“Teh,” Ujarnya “Dari ibuku.”
Ia melangkah ke dapur dan kembali membawa sebuah cangkir. Perlahan ia memindahkan isi dari dalam botol hingga memenuhi cangkir. Lalu menyodorkannya ke arah Soo A.
“Kurasa kau punya masalah pribadi dengan musim panas,” Jisoo mengambil cangkir lain dan menuang habis sisa teh dari dalam botol. Pria itu langsung meneguknya habis.
“Kalau kau datang untuk berdebat, aku akan meluangkan waktu.” Respons Soo A membuatnya terbahak. Ia lalu menggeleng.
Pria itu melangkah menuju kamar Soo A dan kembali dengan sesuatu. Sebuah Sweater. Ia membantu Soo A mengenakannya. Gadis itu tampak menggigil kedinginan.
“Mendebat dengan keadaan lemah seperti ini?,” Pria itu mengangkat lengan kanan Soo A hingga sweater itu bisa lolos ke badannya. “Kujamin kau tak akan sanggup, Nona.”
Ia lalu membereskan cangkir-cangkir dari atas meja dan menuntun gadis itu kembali ke kamarnya.
“Tidurlah,” Ia mengatur suhu pemanas ruangan.
“Siapa yang akan menemaniku berkencan jika keadaanmu seperti ini?” Jisoo mengecup kedua kelopak mata gadis itu sebelum menarik selimut menutupi seluruh badan Soo A.
Gadis itu mengukir senyum di bibirnya. Tampaknya ia tak akan protes lagi jika harus terserang flu di musim panas.
FIN
©SweetCrush