---"Makan dulu, Ra." Ucap Ranti--Mama ku-- kepada anak semata wayangnya ini.
"Gak mau, Ma. Makanan di sini gak enak. Enakan masakan mama. Serius deh," goda ku sambil mengangkat jari tengah dan telunjukku hingga membentuk huruf 'V'.
Mama terkekeh mendengar gerutuku. Mama tahu kalau aku ini memanglah anak yang manja, sangat. Mama sengaja melakukannya--memberi perhatian lebih kepadaku, karena pada saat berusia lima tahun aku harus kehilangan sosok ayah kebanggaanku. Sehingga, dengan sekuat tenaga Mama berusaha menggantikan posisi ayah bagiku dan juga masih menjadi sosok Ibu yang hebat untuk diriku. Dan kurasa, itu berhasil. Ya, usaha Mama sudah berhasil dalam menjalani dua peran dalam satu kehidupannya.
Jangan kira aku egois, aku pernah menawarkan Mamaku untuk menikah lagi, bukan apa-apa, aku hanya merasa kalau Mama pantas mendapatkan kasih sayang dari seorang pria yang tak pernah ia dapatkan lagi selama kurang lebih delapan belas tahun terakhir ini. Mama menolak tawaranku secara halus, dengan alasan kalau Mama masih mengahargai perasaan Ayahku, dan Mama beralasan bahwa memang belum ada pria yang cocok dengan Mama. Dan sebagai anak yang baik, aku menghargai keputusan apapun yang diambil oleh Mama, karena aku yakin Mama akan mengambil keputusan yang terbaik untuk kehidupannya saat ini.
"Valdo kemana, Ma? Kok tumben gak disini?" Tanyaku sambil mendudukan tubuhku di bangkar.
"Tadi pagi--dari semalem malah--dia udah nginep di sini. Padahal Mama udah nyuruh dia buat istirahat di rumah, tapi dia nolak katanya dia nggak mau ninggalin kamu sendirian. Tapi tadi pagi dia sih pamit mama, katanya dia mau Sholat Subuh terus cari sesuatu gitu katanya," jelas Mama sesuai dengan apa realitanya.
Aku mengangguk paham. Aku terpaksa harus terbaring lemas di atas bangkar ini dikarenakan kondisi fisikku yang menurun derastis, karena terlalu lelah dalam mempersiapkan pernikahanku yang akan berlangsung kira-kira enam bulan lagi.
Revaldo dan Laura. Aku saling mengenal dengan Revaldo karena sebuah keorganisasian di sekolah menengah atasku sekitar tujuh tahun yang lalu. Awalnya kami tak pernah dekat, bahkan bisa di bilang tak bisa akrab. Bak seekor kucing dengan seekor anjing.
Jika dihitung sudah hampir tujuh tahun pula kami saling mengenal. Ya, walaupun hubungan pertemanan kami tidak semulus seperti apa yang kalian pikirkan. Banyak pertikaian bahkan saling adu mulut.
Kami menjalani 'hubungan spesial ini' penuh dengan perjuangan. Karena sebenarnya hubungan ini bukanlah hubungan yang kami inginkan.Pasalnya, kami memang tak pernah ada perasaan apa-apa dulu. Hubungan ini adalah karena tuntutan dari orang tua kami. Ya, sejenis dengan pernikahan bisnis. Namun, perlu kalian ketahui aku tidak pernah mengecewakan mamaku, sehingga aku terpaksa mencoba untuk menjalin hubungan khusus dengan Revaldo. Begitupun dengan dirinya, Revaldo yang begitu patuh dengan perintah orang tuanya, tidak mungkin membantah bahkan mengekang perintah orang tuanya.
"Assalamualaikum," ucap seseorang di balik pintu.
"Waalaikumsalam, Sayang, kamu kemana aja? Aku kangen tau," kataku manja. Sontak ucapan kekanan-kanakanku itu bisa membuat Revaldo tersenyum sendiri.
"Kamu itu udah kayak sengatan listrik yang terhubung sama tubuh aku, tahu nggak," goda Revaldo padaku dan membuat mama yang melihat tingkah kami hanya bisa geleng-geleng kepala.
"Eaa, kangen ya? Tadi aku sempet mampir ke ruangan doker. Katanya, kamu hari ini udah diizinin untuk pulang. Tapi sebelum itu, kamu akan di periksa dulu sama perawat gimana kondisi terakhir kamu, apakah udah memungkinkan buat pulang atau belum," jelas Revaldo penuh perhatian.
Aku pun mengangguk penuh semangat mendengarkan kabar baik darinya itu.
Revaldo berjalan mendekati bangkarku sambil membawa kantung plastik berwarna putih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rapuh [ ONE SHOT ]
Short StoryMenyesal? Kenapa harus? Lagipula juga tidak ada pengaruhnya Semua sudah terlanjur terjadi Mau diapakan lagi? Tidak ada yang bisa dikembalikan lagi But, Karma has no menu. You deserve get what you have gave to everyone. P.s: this ss is dedicated to K...