"Pertemuan merupakan awal kita memunculkan rasa yang berbeda di hati."
***
Hari yang cerah menghiasi Bumi saat ini. Indah memang, tetapi tak seindah hati gadis yang sedang merenung saat ini. Mungkin terdengar aneh. Tetapi, sembab di kedua matanya menandakan hal itu. Sebenarnya dia gadis yang kuat. Hanya saja, kali ini kekuatan itu lenyap bak menguap di angkasa.
"Sudah lah. Kamu gak perlu nangisin dia lagi. Dia udah gak pantes buat kamu. Kamu bisa dapat yang lebih dari dia," ucap gadis yang lain. Ternyata dia tidak sendiri. Gadis yang menangis itu kembali mengambil sebuah tisu untuk mengusap air matanya.
"Tiga tahun, Sel. Tiga tahun," balas gadis yang menangis itu. Tangisannya semakin pecah tatkala dia menyebutkan jumlah tahun.
"Please, gue mohon lah. Tadi gue udah ngomong halus banget," balas gadis yang lain. Gadis yang dipanggil Sel.
"Gak ngaruh!" Balas gadis yang menangis itu.
"Serah dah serah," balas gadis yang lain.
Selina Berdith. Gadis yang menemani gadis yang sedang menangis itu. Dia adalah sahabat gadis tadi. Merasa muak dengan curhatan hati sahabatnya, dia pun pergi. Tadi dia ditelepon sahabatnya itu untuk curhat di rumahnya. Tetapi, hasilnya dia menjadi bahan bentakan gadis yang sedang merana itu.
Rebecca Blossom. Gadis yang meraung-raung karena diputusi pacarnya yang sudah berhubungan selama tiga tahun. Alasannya sangat klasik. Sudah bosan. Dan hal itu yang membuatnya menjadi gila.
Selina berjalan dalam diam. Dia sudah keluar dari rumah sahabatnya. Hari ini cerah. Dia berniat pergi ke sebuah kafe. Cafe La Fille. Kafe andalannya dan tempat menghilangkan rasa penatnya. Hidup menjadi anak kuliahan memang butuh refreshing sebentar dan kafe ini adalah tempat yang pas.
Dia memasuki kafe ini. Terdengar suara gemerincing dari bel yang menggantung di atas pintu. Dia selalu tersenyum jika memasuki tempat ini. Tempat indah bernuansa klasik dengan warna merah maroon sebagai dominannya, serta warna hitam sebagai warna sampingannya.
Dia duduk di bangku kesayangannya. Bangku yang berada tepat di tengah-tengah tempat ini. Dia begitu suka mengamati beberapa pasang kekasih yang sedang bercanda di meja-meja sekelilingnya. Dia senang suasana romantis. Dan dia suka choco-caramel cake kesukaannya.
Pelayan yang seperti biasanya menghampirinya dengan senyuman. Dia pun membalas senyuman itu.
"Seperti biasa?"
"As always."
"Siap. Tunggu--"
"Sepuluh menit. Haha, aku tahu, kok." Ucap gadis itu sambil tertawa. Dia pun menanti kuenya yang lezat itu. Tiba-tiba panggilan alam menghampirinya. Dia pun beranjak dari duduknya dan berjalan menuju kamar mandi.
Tetapi, hal yang tidak dia harapkan terjadi. Dia menabrak seseorang. Dan seseorang itu laki-laki. Dia benci berurusan dengan laki-laki. Apalagi laki-laki ber-tuxedo macam mantan Rebecca. Sombong dan sesukanya. Dan sekarang dia menabraknya yang sedang membawa kopi. Malapetaka!
"Maaf, Mas. Gak sengaja. Beneran. Nanti saya beliin lagi. Ayo, kita duduk. Aduh, maaf, Mas."
Meski tak suka berurusan dengan lelaki ber-tuxedo, dia harus tanggung jawab. Dia selalu menanamkan prinsip itu di dirinya.
"Gak apa-apa. Nanti saya bisa ganti pakaian. Tapi, buat tawarannya boleh mungkin," ucap lelaki itu. Selina yang sedari tadi menundukkan wajahnya akhirnya menengadahkan kepalanya. Ajaib! Ada lelaki ber-tuxedo dengan wajah yang sangat tampan sedang tersenyum ke arahnya. Hal lain yang menguntungkan adalah.. Dia baik hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Choco-Caramel Cake [VERY SLOW UPDATE]
Teen FictionHanya sebuah kebetulan ketika seseorang bertemu dengan seseorang. Sebuah kebetulan juga jika gadis ini bertemu dengan lelaki ini. Pada dasarnya, dia begitu membenci lelaki ber-tuxedo. Tetapi, hal lain yang begitu menarik perhatiannya menyurutkan pem...