Aku, Helma Kinan

415 29 15
                                    

Namaku Helma Kinan. Aku lahir dikota kembang, Bandung, Jawa Barat. Namun aku menetap di Ibu Kota bersejarah, Jakarta. Usiaku 18 tahun, tidak lebih, tidak kurang. Yap, hari ini tepat tanggal ulang tahunku. Aku tak mengharapkan ucapan dari kalian. Aku hanya menjelaskan, mengapa umurku pas-pasan. Ok, lupakan itu.

Aku tinggal di Jakarta bersama abangku. Lebih tepatnya, aku ikut dengannya ke Jakarta. Aku tak yakin kalian akan bertanya, dimana orangtuamu? Namun, aku akan memberitahu kalian.

Orangtuaku sudah bercerai 1 tahun yang lalu. Ibuku meminta mereka bercerai. Kalian tau alasannya kenapa? Ibu selalu merasa kesepian dirumah, karna ayah selalu pulang ralut malam, dengan berangkat pagi buta. Akhirnya ibu memutuskan untuk bekerja.

Setiap hari mereka jarang ada di rumah. Yang mereka lakukan hanya kerja, kerja, dan kerja. Mereka tak pernah memperdulikan bagaimana nasib anak-anaknya. Mereka selalu mengutamakan pekerjaan, seolah-olah pekerjaan itu adalah Tuhan mereka yang tidak boleh terlewatkan.

Sampai satu hari, mereka bertengkar hebat. Saat itu, rumah seperti kapal pecah. Apa saja yang ada di sekitar ibu, dibanting olehnya. Ayah membawa wanita selingkuhannya kerumah, disaat ibu sedang ada job diluar kota. Ayah bilang, dia hanya memenuhi kebutuhannya sebagai suami. Saat itu ayah menyuruh ibu untuk pulang, namun ibu tidak mau, proyek besar katanya. Akhirnya, ayah membawa wanita itu. Wanita yang membuat kekacauan semakin menjadi dikeluargaku, namun menurutku, itu tidak pantas disebut keluarga.

Setelah kejadian yang memutuskan untuk ibu bercerai dengan ayah. Aku pun memutuskan pindah kerumah nenek, saat itu aku masih menginjak kelas 9. Abangku memutuskan bekerja di Jakarta.

Kejadian itu membuatku sulit percaya dengan ikatan yang melibatkan perasaan. Setiap kali ada orang yang ingin masuk ke kehidupanku, aku selalu mundur satu langkah darinya.

Aku menutup rapat-rapat ruang kosong yang ada dalam diriku, menolak semua ketukan yang meminta izin untuk masuk kedalamnya.

Entah apa yang membuatku begitu takut. Yang pasti aku tidak ingin lagi adanya ikatan yang berakhir pada sebuah pengkhianatan.

***

Tak ada yang spesial dihari jadiku ini. Setiap hari selalu sama. Sepi dan sunyi.

Kalian tau, apa yang sedang ku lakukan? Menatap kosong pada langit malam di balkon kamarku. Tanpa ada seorang pun yang menemani.

Aku memejamkan mata perlahan, angin malam mulai menusuk kulitku.

Teringat kembali bayangan masalalu. Saat itu, aku sedang merayakan ulang tahunku yang ke-7. Bersama keluargaku, yang masih terjaga harmonis.

"Ayo el, sekarang tiup lilinnya" ucap ibu padaku.

"Tiup lilinnya, tiup lilinnya, tiup lilinnya sekarang juga, sekarang juga, sekarang juga"

Aku menutup mata, dan mulai mengucapkan harapan dalam hati.

'Aku ingin, seterusnya keluargaku seperti ini. Penuh kehangatan' batinku bicara.

Kubuka kembali mataku, seraya meniup lilin yang berbentuk angka 7 itu.

Suasana ramai. Sorakan-sorakan dan tepukan tangan menggelegar diruangan itu.

Ibu dan ayah memelukku secara bersamaan. Mereka mengucapkan do'a - do'a kebaikan untukku kedepannya.

"El!"

Panggilan itu membuyarkan bayangan masalaluku.

"Ngapain sih?" Tanyanya.

Kalian tahu? Siapa yang sedang berdiri di sampingku saat ini?
Akan ku beri tahu.

Dia abangku. Namanya Reyhan Kenan. Umur 25 tahun, dan masih sendirian.

Aku mulai tinggal dengannya sebulan lalu, setelah aku dinyatakan lulus SMA. Sebenarnya aku tidak tega, meninggalkan nenek yang saat itu selalu memberiku semangat. Namun, bang Rey memintaku untuk ikut dengannya ke Jakarta.

"Menenangkan diri" jawabku seraya tersenyum simpul padanya.

"Sudah waktunya tidur. Kau harus istirahat"

Aku mengangguk patuh.

Kurebahkan tubuhku di atas kasur yang nyaman nan empuk. Bang Rey mematikan lampu kamar, dan digantikan dengan lampu tidur.

Kulihat bang Rey menghampiriku. Dia mencium keningku dengan penuh sayang.

"Selamat tidur adek kecil, mimpi indah" bisiknya, dilanjutkan dengan mengecup keningku lagi.

Tanpa sadar aku tersenyum. Aku sangat amat menyayangi bang Rey. Begitupun dia. Dia selalu ada disaat aku butuhkan.

Aku mulai memejamkan mata. Kurapalkan do'a tidur dalam hati.

Aku masih bisa mendengar derap kaki melangkah jauh dari tempatku tertidur, setelah itu terdengar suara pintu ditutup.

Good night, bang Rey. Batinku berkata.

Tbc.

A/N. Haii^^ ini cerita pertamaku. Jika menurut kalian cerita ini layak untuk dilanjutkan, vote and comment yaaa. Tapi kalau menurut kalian ini jelek. Just silent, dan aku gak akan lanjutin cerita ini. Makasih udah sempetin waktu buat baca^^
(Maaf kalau ada typo dimana-mana)

Heart & HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang