One

18 1 0
                                    

Perempuan berambut kecoklatan itu berdiri di pinggiran jalan, bersiap untuk menyebrang. Arumi akhirnya menyebrang jalan dengan baik. Dia melangkahkan kakinya menuju rumah makan padang yang dekat dengan kantornya.

Arumi memesan makanan favoritnya. Rumah makan itu begitu ramai dipenuhi oleh para pengunjung yang ingin makan siang. Arumi makan sendirian, akhirnya dia mencoba mencari cara untuk menghilangkan kebosanannya dengan bermain ponsel.

Tak lama kemudian, makanan yang dia tunggu datang. Arumi memakan-makanannya dengan lahap. Saat sedang asik makan, ponselnya berdering. Arumi melirik ke layar ponselnya. Nama bosnya tertera di layar itu.

Mampus. Bakalan dapet tugas apalagi gue, gerutu Arumi. Arumi mengambil tissue dengan cepat dan membersihkan tangan kanannya untuk mengangkat telepon.

"Halo?" Ucap Arumi.

"Kenapa kamu lama sekali mengangkatnya? Presentasi sudah diselesaikan? Setelah jam makan siang ini kan ada meeting dengan klien," ucap bosnya dari ujung sana.

"Saya sedang makan, bos. Maaf. Presentasi sudah saya selesaikan kemarin malam. Bos bisa menyuruh Ninda untuk menunjukkan presentasi, dan berkas-berkasnya," jelas Arumi.

"Bagus kalau begitu. Yasudah, terima kasih," balas bosnya dingin.

Sambungan itu berakhir. Bosnya sangat dingin, dia sangat malas untuk menghadapi atasannya itu. Tapi bagaimana bisa untuk menolaknya? Bisa-bisa Arumi kehilangan pekerjaan satu-satunya.

Arumi bekerja di perusahaan periklanan. Sudah hampir 3 tahun dia bekerja disana. Arumi menabung rupiah demi rupiahnya, rencana itu dilakukan karena dia ingin membangun usaha sendiri. Itu adalah cita-cita Arumi.

Cita-cita itu pernah hampir terhenti di tengah jalan karena ada seseorang yang memupuskan harapannya. Tapi Arumi tak berhenti disitu. Dia mencoba untuk bangkit dan memulai semuanya dari awal.

Arumi mencuci tangannya di wastafel. Kembali ke meja makannya, mengambil dompet, lalu menuju kasir. Arumi harus menyebrang jalan lagi untuk kembali ke kantornya.

***

Arumi kembali ke ruang bekerjanya dengan keringat yang bercucuran. Siang ini memang sangat panas untuk berada diluar. Arumi duduk di kursinya, dan meminum air putih.

"Rum, tadi gue udah kasih ke bos berkas sama presentasinya," ucap Ninda sembari menepuk pundak temannya itu.

"Makasih, Nin," ucap Arumi.

"Bentar lagi masuk, nih. Gue harus siapin semuanya. Gue ke ruang meeting dulu, bye," ucap Arumi kewalahan.

Arumi berjalan ke ruang meeting. Saat sampai, ternyata disana masih sepi. Hanya ada beberapa OB yang lewat. Arumi sedikit-sedikit melatih diri untuk presentasi nanti agar tidak salah. Selama ini, bosnya selalu menganggapnya karyawan yang cukup teladan. Maka dari itu, Arumi sering diperintahkan oleh bosnya.

Bosnya, klien-klien, termasuk Arumi, semua sudah berkumpul di ruang meeting. Kantor Arumi akan mendapat proyek besar bulan ini, dia tidak mau mengecewakan bos dan karyawan-karyawan lainnya.

***

Meeting berjalan dengan lancar. Klien sudah setuju dengan beberapa contoh design iklan yang diberikan oleh Arumi. Arumi membersihkan mejanya, mengambil tas, lalu beranjak dari meja kerjanya untuk menuju ke parkiran.

Parkiran cukup padat. Motor Arumi terselip di bagian dalam, sehingga agak susah untuk keluar. Arumi mengendarai motornya dengan baik, tidak seperti pengendara lain yang hobinya menerobos lampu merah.

***

"Tama, papa mau kamu melanjutkan bisnis papa. Mulai besok, paling telat lusa, kamu sudah harus resign dari kantor kamu," ucap Hendra, Ayahnya.

"Tapi, pa... Tama disana lagi mengerjakan proyek besar untuk bulan ini. Tama ini manager, Pa. Enggak bisa lepas tanggung jawab gitu aja," bantah Tama.

"Terserah kamu. Papa taunya, lusa sudah resign," jawab sang Ayah, acuh tak acuh.

Tama menghela nafasnya. Sudah hampir 2 tahun dia menjadi manager di perusahaan itu. Dia naik pangkat karena usahanya sendiri. Dengan susah payah dia mendapatkan jabatan itu, dan sekarang Ayahnya dengan mudah memerintahkannya untuk resign begitu saja? Bagaimana bisa?

***

Arumi menyeduh coklat panas, minuman favoritnya. Duduk di depan tv, dan bersantai. Rumah yang dia sewa di tengah kota ini tidak terlalu mahal. Rumahnya memang tidak terlalu besar, tapi nyaman untuk ditempati. Lagian, Arumi hanya tinggal sendirian--nasib anak rantau--untuk apa tinggal di rumah besar.

Sore hari ini, bosnya memberikan kerenggangan tugas. Entah bagaimana dengan hari esok.

Arumi menarik nafas, lega.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 24, 2016 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Complicated LoveWhere stories live. Discover now