Lanjutan

462 32 4
                                    

Setiap remaja yang jatuh cinta pasti pernah memendam cintanya. Rasa yang tak pernah ia tau dari mana asalnya. Dan rasa yang tidak akan pernah bisa ia hindari seumur hidupnya. Pahit, asam, manisnya cinta pun pasti akan ia rasakan ketika ia sedang tersesat ditengah hutan dan tak tau kemana arah jalan kembali. Hal itu juga telah terjadi padaku.


Aku, Tao, seorang pria yang baru saja berusia 17 tahun beberapa hari yang lalu. Perawakanku yang cukup tinggi, memiliki rambut lurus sebahu. Teman-temanku di sekolah sering memanggilku dengan nama panda panda. Namun meskipun demikian, aku sering di jadikan konsultan berjalan oleh teman-temanku. Apapun masalah mereka selalu diceritakan padaku dan meminta saran padaku. Ada-ada saja ..
"Tao !!"
Teriak seseorang entah dari mana suaranya. Hari itu disebuah Mall pinggir kota sedang ramai. Lalu lalang orang yang berbelanja pun membuatku binging melihatnya. Dan sekali lagi suara itu terdengar menyebut namaku.

"Tao !!"
Mataku masih mencari-cari dari mana arah suara itu.
"Tao, sebelah sini." Akhirnya seseorang telah menampakkan diri dari balik kerumunan itu. Ia pun menghampiriku.
"Kris. Ngapain kamu disini?" tanya Tao.
"Mmm .. lagi jalan-jalan aja, Kris. Tapi sudah mau pulang, kok. Kamu sendiri ngapain disini?" tanyaku kembali kepada Kris.
"Lagi jalan-jalan juga."
"Sendirian?"
"Tadi sih sama temen tapi dia udah pulang duluan kok. Oh, iya, Tao, kamu mau pulang, kan? Barengan sama aku yuk ! aku antar kamu pulang." Kris menawarkan untuk pulang bareng denganku.
"Mm .. boleh." Jawabku
Kris adalah temanku di sekolah. Selain 4 temanku, aku punya teman yang juga cukup dekat denganku, yaitu Kris. Aku dan Kris sering terlibat kerjasama dalam OSIS. Kris adalah ketua OSIS, sedangkan aku adalah sekretaris OSIS. Jadi wajar saja jika kita terlihat selalu bersama.
Tapi dibalik itu semua aku tak pernah tau apa yang terjadi pada diriku. Aku selalu merasakan hal dan rasa yang tidak biasa. Bahkan terkadang aku merasa malu ketika berpas-pasan dengan dia dilorong sekolah. Jantungku bedegup kencang dan hatiku berdebar-debar. Setiap kali aku melihat Kris, aku selalu tersenyum. Bahkan akhir-akhir ini Kris selalu datang disetiap tidurku. Kris adalah sosok yang disiplin, rajin, kreatif dan yang paling aku suka darinya adalah sifatnya yang lumayan humoris. Aku pun menanyakan ini pada Tuhan dan buku diaryku, inikah yang dinamakan cinta?

Suatu hari di sebuah kafe yang berada di taman kota, keempat temanku mengajakku have fun di tempat ini. Setiap malam minggu disinilah kamu hang out. Kami selalu memesan menu yang berbeda satu sama lain. Kamu pun juga selalu mendebatkan makanan siapa yang paling enak. Selain untuk bermakan malam, di kafe ini juga tersedia panggung hiburan. Bagi siapa saja yang ingin bernyanyi dipersilahkan untuk menaiki panggung itu. Termasuk aku dan keempat temanku yang selalu mempersembahkan lagu untuk para pengunjung di kafe itu.
"Sebenarnya tadi aku mau mengajak Kris ... "

Glekkkk ... uhuukkk ... uhukkk ... aku tersedak makanan ketika mendengar nama Kris disebut oleh Luhan, sepupu Kris yang menjadi sahabatku itu dan Luhan pun berhenti melanjutkan ucapannya. Akuu segera mengambil es teh yang telah ku pesan dan meminumnya.
"Kamu kenapa, Tao? Makanya kalau makan pelan-pelan dong!" Sehun menasehatiku.
"Aku nggak apa-apa, kok!" jawabku menutupinya dari teman-temanku. Aku tidak ingin mereka tahu kalau aku menyukai Kris karena aku belum siap menceritakan hal ini pada mereka. Aku pun menyela, "Kamu tadi ngomong apa, Lu?"
"Itu, loh, aku tadi mau ngajak Kris kesini tapi dia nggak mau. Katanya nggak bisa lagi ada urusan." Jawab Luhan.
"Urusan pa?" aku merasa penasaran dengan apa yang dikatakan Luhan.
"Nggak tau deh. Katanya, sih, mau ketemu sama Liku."
Liku? Siapa dia? Apa dia pacarnya Kris? Tapi kenapa aku tidak pernah mendengar nama Liku dari mulut Kris?

Namun tiba-tiba aku melihat sosok seperti Kris sedang berjalan melintas di taman. Aku tidak lagi melanjutkan makan malamku. Segera ku ambil tas dan bergegas mengejar sosok yang kulihat seperti Kris itu.
"Tao, kamu mau kemana?" tanya teman-temanku. Tapi aku tidak mempedulikan pertanyaan mereka. Yang paling penting sekarang adalah aku harus mencari tau siapa sosol laki-laki itu.
Mengintai secara sembunyi-sebunyi seperti seorang agen rahasia atau detektif. Seperti itulah aku saat ini. Aku telah kehilangan jejak. Tapi aku tidak akan pernah berhenti mencari sampai dia ketemu.
Selang beberapa saat aku melihatnya. Akupun mendekatinya pelan-pelan dan mengintip dari balik pohon. Ternyata benar, dia Kris. Tapi sedang apa dia disini? Apa benar dia sedang ingin bertemu gadis yang bernama Liku disini? Kris tampak sedang duduk menanti seseorang disana.

Kriiiiing .......
Sial. Handphone-ku bunyi. Aku segera menyembunyikan diri dari balik pohon. Luhan meneleponku.
"Tao, kamu dimana, sih? Kita mau pulang nih."
"Aduh, kalian duluan aja, deh. Aku lagi ada urusan penting. Ya udah ya, bye Luhan." Aku menutup teleponnya dan kembali menengok ke arah Kris. Ternyata gadis itu sudah datang dan duduk di sebelah Kris. Sayangnya wajah gadis itu tidak terlihat dari sini karena ia membelakangiku. Aku semakin penasaran dengan gadis itu. Untuk menjawab rasa penasaranku, aku berjalan minggir kemudian kedepan agar bisa melihat wajah gadis itu.
Perlahan-lahan aku berjalan mendekat. Tapi semakin dekat, aku semakin tidak asing dengan gadis itu. Aku seperti pernah melihatnya. Tapi siapa dia? Tidak berhenti sampai disitu. Aku tetap melanjutkan langkahku untuk mendekat dan menjawab rasa penasaranku. Dari jarak 3 meter di belakang Kris dan gadis itu ...
"Li!!"

Mereka berdua menolah kearahku secara bersamaan. Tapi kali ini bukan yang kusebut Li yang menjawab, Kris yang menjawab.
"Hey, Tao. Kamu ngapain disini? Ngagetin kita berdua aja. Kamu kenal ya dia? Jessica, aku pamit dulu ya !! Tao, aku pergi dulu." mereka cipika cipiki didepanku.
Kaget menyerangku ketika melihat event ini. Mataku berkaca-kaca melihat adegan cipika cipika yang tak pernah ingin aku lihat. Terlebih pemmerannya adalah seseorang yang selama ini aku sukai. Permainan apa ini? Luhan bilang, Kris akan ketemu sama yang namanya Liku. Tapi Liku bukanlah yang saat ini ada di depanku. Aku tau persis siapa gadis yang berada didepanku ini. Namanya Li. Dia teman dekatku sewaktu SMP. Apa sebelum bertemu Liku, dia ertemu Li dulu?
"Kaa ... kamu .. kenal sama Kris?" tanyaku terbata-bata. Aku merasa tidak kuat berbicara lagi. Mataku terus berkaca-kaca hingga akhirnya menetes perlahan. "Aaa ..apa kamu yang dia sebut Liku? Taa .. tapi kenapa begitu?" Aku berjalan perlahan mendekatinya.
"Iya, Tao. Dia selalu memanggilku dengan sebutan Li yang Indah. Itulah sebabnya dia memanggilku Liku. Kamu apa kabar, Tao?"
Aku sudah tidak tahan lagi melihat semua ini. Aku benar-benar tidak tahan mendengarnya berbicara lagi. Aku bergegas pergi meninggalkan Li tanpa menjawab pertanyaannya dan tanpa berpamitan. Aku benarbenar tidak kuasa lagi menahan air mataku. Peristiwa itu terus saja terbayang di pikiranku.
Tuhan, permainan apa yang Kau berikan padaku? Jika tak Kau ijinkan aku menyukainya, jika tak Kau ijinkan aku menyayanginya, jangan berikan rasa ini padaku, Tuhan. Ini begitu menyiksaku. Engkau tau itu, tapi kenapa Engkau lakukan itu
Aku seperti marah pada Tuhan. Meskipun aku tau aku tidak boleh marah pada Tuhan. Tapi sebenarnya aku memarahi diriku sendiri. Mungkin aku terlalu terobsesi pada Kris hingga aku terjatuh seperti ini.

Keesokan hari disekolah, rapat OSIS dimulai. Aku tidak bicara sedikitpun pada Kris. Aku terus menghindarinya dimanapun kita bertemu. Aku tidak lagi mau menjawab teleponnya bahkan membalas SMS-nya.
Jam istirahat telah tiba. Aku hanya mengajak Xiumin, salah satu dari empat temanku ke kantin sekolah karena yang lain sedang sibuk mengerjakan tugas di perpustakaan.
"Tao !!"
Terdengar suara yang tak asing bagiku. Benar saja. Kris memanggilku. Dia mendekatiku. Aku akan tetap menghindarinya. Tapi kali ini aku tidak bisa menghindar darinya. Kris memegang tanganku dan menariknya keluar kantin.
"Kris, lepasin!! Kamu ini apa-apaan, sih?"
"Aku nggak akan lepasin kamu sebelum kita biacara." Jawab Kris.
Kris menarikku ke taman kecil samping sekolah. "Lepasin nggak !! Lepasin !!!"

Aku berhasil melepas genggaman tangannya. Aku berbalik arah namun Kris berhasil meraih tanganku lagi.
"Tao, kenapa sih kamu menghindar dari aku terus? Aku salah apa, Tao?"
"Emangnya masalah, ya, buat kamu?" aku menjawabnya dengan ketus.
"Ya, iyalah, masalah buat aku. Tao, aku nggak enak kalau kamu diamkan seperti ini. Kamu bilang, dong, apa salahku sama kamu?"
Aku melepas tangannya dari tanganku. "Urusin aja sana pacar kamu!"

Upsss ... aku tak sadar dengan ucapanku. Aku benar-benar keceplosan. Kris tertawa.
"Kok ketawa sih?" tanyaku salah tingkah.
"Kamu cemburu, ya?"

Oh, Tuhan, seandainya saja aku tidak keceplosan mungkin aku tidak akan sesalting ini. Aku tidak menjawab pertanyaan Kris. Tapi Kris semakin tertawa menyebalkan. Beberapa saat kemuadian aku menjawabnya.
"Enak aja. Sok ganteng banget sih loe! Nggak akan gue suka sama loe." Aku mengingkari perasaanku sendiri saat ini.
"Bohong!" jawab Kris tidak percaya.
"Apa maksud kamu?" Aku jadi tidak mengerti dengan Kris. Kenapa Kris mengira aku berbohong meskipun sebenarnya aku memang berbohong. Apa maksudnya?
"Mel, liat aku!" Kris memutar badanku dan memegang kedua lenganku. "Kalau kamu nggak cemburu, malam itu kamu menangis setelah melihat aku dan Liku di taman? Kalau kamu tidak cemburu, kamu nggak akan pernah memperlihatkan sikapmu itu padaku, Tao."

Aku terdiam semakin tidak mengerti dengan semua ini. Aku tidak mengerti dengan apa yang telah dikatakan Kris.
"Tao, aku justru nggak tau kalau kamu sebenarnya juga suka sama aku. Sebenarnya aku suka kamu sejak pertama kali kita bertemu di rapat OSIS. Aku selalu melihat kamu sebagai sosok yang tenang meskipun cuek, tapi kamu masih punya rasa peduli sama teman-temanmu. Selama ini aku sering cerita sama Luhan tentang hal ini dan aku melarang Liuhan untuk mengatakannya padamu." Terang Kris yang berusaha menjelaskannya padaku.

Aku masih terdiam. Mataku pun kembali berkaca-kaca. Aku dan Kris sama-sama terdiam dalam sesaat.
"Apa maksud kamu, Kris? Lalu bagaimana dengan Li? Kenapa kamu memanggil dia Liku?" aku mengungkit peristiwa malam itu yang sangat membuatku patah hati.
"Aku memang suka memanggilnya Liku. Bukankah namanya Liku?" sekali lagi Kris menjelaskannya padaku. Aku diam dan menunduk tidak lagi berani menatap Kris. Dan kini meneteslah air mataku. "Malam itu aku memang sengaja bekerja sama dengan Liku dan Luhan supaya aku bisa mengungkapkan ini padamu. Tapi kamu terlanjur salah paham padaku, Tao." lanjut Kris.
"Kamu jahat, Kris. Kamu udah ngerjain aku." Aku memukulinya. Benar-benar menyebalkan.
"Lalu, gimana, Tao. aku di terima nggak?"

Aku tak menjawabnya untuk sesaat. Tapi Kris terus saja mendesakku untuk menjawabnya.
"Tapi kamu janji, ya, jangan jahat lagi sama aku."
"Aku janji, Tao sayang."
Kris mengucapkan panggilan itu padaku. "Berarti aku diterima, nih? Jangan diam aja dong. Kalau kamu diam, itu artinya kamu mau terima aku." tanya Kris mengulang pertanyaannya padaku.
Aku hanya mengangguk.
Dalam hatiku, kupikir tak pernah ada celah untukku memasuki hati Kris sejak malam itu. Yang kupikir salam ini Kris berpacaran dengan Liku, temanku semasa SMP itu hanya salah paham. Bahkan aku tidak ingin merasakan hal itu lagi.
Mungkin inilah yang dinamakan pahit manisnya. Tapi aku sadar. Hati tak perlu disalahkan. Begitupun cinta. Karena bukan hati atau cinta yang salah, tapi orangnya.
Sakit hati nggak seperti yang kalian kira kok. Jika kalian menikmati setiap rasa yang ada, maka hidup kalian akan tetap berwarna.

FIN

Ini cerita pertama saya. Mohon kritik dan sarannya agar kedepannya saya dapat memperbaiki tulisana saya.

Fuuh, im so sorry kalau banyak typo dan banyak susuan kalimat yang kurang tepat..

Dan sungguh minta maaf jika tak sebagus versi aslinya ^^ happy reading~ mohon berikan reviewnya untuk perbaikan chapter kedepannya.

Kritik dan saran sangat diharapkan.. *Bowww

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 24, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SI KETUA OSIS  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang