----------------
Seungcheol sempat membawaku ke klinik setelah aku sempat tak sadarkan diri. Dan ketika aku membaik, aku ngotot meminta padanya agar mengantarkanku ke toko Boo. Tapi ia menolak dengan dalih toko Boo tidak aman.
"Toko itu hanya punya satu ruang kosong di dekat gudang. Dan aku tak yakin kau aman menginap di sana," protesnya.
"Aku pernah menginap beberapa kali di sana. Dan itu aman," sanggahku.
Seungcheol menarik nafas.
"Nayeon, aku tak tahu apa yang membuatmu kabur dari rumah, tapi ...,"
"Aku tidak kabur dari rumah," aku memotong kesal.
"Kalau begitu biarkan aku mengantarkanmu pulang?"
"Tidak,"Kami berpandangan.
"Baiklah. Tapi aku tetap tak akan mengijinkanmu menginap di tokonya Boo. Jadi pilihanmu adalah, kau tetap menginap di sini, di klinik ini? Atau, kau membiarkanku mengantarkanmu pulang? Atau ... ikut pulang bersamaku ke apartemenku?"Aku tak menjawab. Mencoba memikirkan jawaban.
Tinggal di klinik tidak mungkin. Aku tak punya uang sama sekali untuk biaya perawatan.
Pulang ke rumah juga tak mungkin, aku belum siap ketemu appa, eomma, dan juga Yebin. Selain itu, aku sudah terlanjur bilang kalau aku tidur di rumah kawan.
Menginap di apartemen Seungcheol? Itu terdengar ..."Boo orang baik 'kan?" Pertanyaan Seungcheol memecah keheningan. Aku menatapnya bingung.
"Kenapa?"
"Boo orang yang baik. Dan percayalah ia juga punya teman-teman yang baik. Dan aku salah satu temannya, jadi, kau juga harus percaya padaku bahwa aku orang yang baik. Kau aman menginap di apartemenku," lanjutnya.Lama aku terdiam dan menimbang ajakannya. Hingga akhirnya aku setuju dengan idenya.
***
Apartemen Seungcheol tidak bisa dikatakan mewah. Minimalis, dan elegan. Dan itu lebih dari cukup untuk mengetahui bahwa ia berasal dari keluarga yang cukup berada.
Ketika sampai di sana ia menyilakan untuk menempati sebuah kamar kosong di samping ruang baca. Ia meminjami aku beberapa bajunya yang muat ku pakai beserta jaket tebal. Ketika aku sudah selesai berganti baju, ia bahkan menyiapkan makan malam dan mengantarkannya ke kamarku.
"Kau tampak pucat. Masih kedinginan?" ia meletakkan nampan berisi makanan ke nakas lalu buru-buru mengambil selimut dan menyelimuti kakiku. Tak lupa ia menyingkirkan terlebih dahulu tongkat elbow di sisiku, lalu meletakkannya di samping meja.
"Agar kau bisa makan dengan leluasa. Kecuali kalau kau mau ku suapi?" ia terkikik. Dan aku tersenyum sembari menggeleng."Aku sudah besar dan tak perlu di suapi," jawabku. "Tapi aku belum terlalu lapar. Aku akan makan nanti saja," lanjutku.
Lelaki itu manggut-manggut."Ngomong-ngomong, kau tinggal sendirian di sini?" tanyaku.
Seungcheol mengangguk.
"Ayahku tinggal di apartemen sebelah, dengan istrinya," jawabnya jujur. Aku menatapnya bingung."Ibuku meninggal sejak beberapa tahun yang lalu. Lalu ayahku menikah lagi dan memutuskan untuk menempati apartemen sebelah. Jangan khawatir, hubungan kami, maksudku ayahku, ibu tiriku dan juga aku baik-baik saja kok. Kami tidak punya cerita kelam seperti yang ada di dalam drama," ia terkekeh.
"Sudah lama ibumu meninggal?" tanyaku lagi. Tiba-tiba aku merasa kasihan padanya.
"Kau mau mengobrol?" tanya Seungcheol kemudian.
"Hm?"
"Aku belum mengantuk. Aku bisa menemanimu mengobrol kalau kau butuh seseorang untuk berbagi cerita," ia menyarankan. Dan akhirnya aku mengangguk. "Tapi kau tidak akan naik ke ranjangku 'kan?" candaku.
Seongcheol tertawa.
"Aku masih perjaka. Dan aku tidak akan menyerahkan keperjakaanku pada sembarang wanita," ia tergelak.
Dan segera sebuah bantal ku layangkan ke kepalanya. Ia masih saja tertawa ketika mengambil bantal tersebut di lantai kemudian menyerahkan kembali kepadaku.Lalu ia beranjak dan duduk di sofa beludru, di samping meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hitam Putih Cinta [Terbit Ebook]
FanfictionAdikku mencintai pacarku. Dan pacarkupun mencintainya. Begitulah... Aku hancur, remuk, berkeping-keping. Merangkak, meratap, aku mengumpulkan kembali kepingan-kepingan hati yang tercerai berai. Dengan tertatih, aku berusaha menyembuhkan luka hati wa...