Bagian 1

79 5 0
                                    

Bandung, 24 Desember 2016, Musim Hujan.

Hari ini aku kembali bersyukur. Ketika aku di sini, di bawah pohon ini pada tanggal yang sama, untuk mengingat janjimu padaku. Janji ketika walaupun kita tidak akan selalu bersama, namun akan tetap mendoakan. Janji walaupun suatu saat kita tidak saling mencintai, namun menginginkan yang terbaik bagi kita berdua. Namun untukku, tidak ada yang lebih baik daripada bersamamu, dicintai dan mencintaimu,
Ken

24 Desember 1992 (Diary Mama)


"Anaknya perempuan, Bu.. Senyumnya manis banget, hehehe" suster itu kembali memuji anakku untuk kesekian kalinya. Wah, iya dong anaknya manis. Nih, gen papa sama mamanya keren gini gimana gak manis coba anaknya.

Aku menutup kembali diary itu.

Saat itu, aku pasti sedang menangis teriak kedinginan deh.

Oh iya, tadi aku cerita lagi di bawah pohon ya? Bingung juga ya kenapa tiba-tiba aku baca diary mama?

Fyi, pohon itu berada di perbatasan rumahku dan Ken. Pohon Apel. Tapi, pohonnya sekarang sedang kehujanan. Dan aku emang sengaja baca diary Mama setelah masuk rumah. Aku rindu Mama. Mama lagi liburan sama Papa ke kampung halaman Mama, Medan.

Namun, walaupun umurku sudah 22 tahun, aku masih tidak bisa lepas dari suara mama, dari lelucon Papa. Walaupun kadang aku berfikir bahwa mereka lebih menyayangi adikku, Tirta (dan pada kenyataannya memang seperti itu), itu karena mereka memang menganggapku lebih dewasa dan bisa mengontrol diri daripada Tirta. Namun, beginilah aku dengan segala kekuranganku. Aku kadang tetep aja cemburu sama Tirta. Dan asal kalian tau, Tirta itu orangnya iseeeeeeeeng banget! Gak kebayangkan gimana jadinya kalo kalian lagi nonton acara TV favorit terus tiba-tiba salurannya gak ada? Ya itu tuh salah satunya! Tirta bela-belain manjat genteng buat ngacoin antena TV-nya biar aku marah. Ah, bodo amatlah! Naik darah nanti aku kalo ceritain isengnya Tirta tuh gimana. Anak cowo sih, ya. Untung aja TV-nya gak pake antena yang dulu lagi.

Ada yang mengetuk pintu. Eh, mama sama papa emang udah pulang ya? Perasaan baru dua hari.....

"Iya, siapa?" teriakku dari dalam rumah. Beneran deh, aku takut. Soalnya aku sendiri kan di rumah. Malem lagi.

"Paket, Mba."

"Oh iya, tunggu sebentar ya!"

Aku pun berlari ke arah pintu. Dan ternyata benar, ada kiriman paket.

"Dari siapa, Mas?" tanyaku pada pengantar paket itu.

"Pengirim meminta dirahasiakan Mba identitasnya. Tolong tanda terimanya."

Aku pun menandatanganinya sambil memprotes, dengan logat bercanda sih.

"Ini udah dua kali loh, Mas. Saya berasa diteror. Kalau ketiga kalinya ada paket nyampe rumah saya dengan identitas rahasia-rahasiaan, jangan salahin saya kalau perusahaan pengiriman paket ini akan saya laporin polisi! Mana ada coba.." Kalimatku terhenti ketika melihat nama tujuan paket itu.

Nama itu. Nama itu, cuma Kenan yang sering manggil aku dengan nama itu. Jupiter. Padahal, nama asliku adalah Bintang.

"Mas, ini.."

Dan pengirimnya ternyata sudah pergi sedari tadi. Serius, deh! Ah! Jadi gak enak gini perasaan aku! Gak mungkin setelah 2 tahun dia pergi tanpa kabar apapun dia balik lagi.

"Gak mungkin ini Kenan. Kenan udah gak ada..."

Aku pun kembali menangis. Ya, Kenan memang sudah meninggal, tapi cintanya padaku tetap hidup. Aku masih bisa merasakan kehadirannya.

"Rasa itu masih nyata buat aku, Ken......"

Dan akhirnya, Malam Natalku menjadi malam yang bisa terbilang mengecewakan. Kenangan itu datang lagi.

Kalian mungkin bisa membacanya sambil minum teh dan makan biskuit?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 15, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Will You Remember, Kenan?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang