"Naila, cepetan!"
Yang dipanggil hanya diam tidak menjawab. Yang Naila lakukan adalah sibuk mencari sesuatu. Saat Naila mengganti baju olahraga, Naila ingat dia menempatkan sepatunya tepat di rak sepatu depan toilet. Tapi sekarang sudah tidak ada. Bahkan dua-duanya.
"Kok sepatu gue ga ada, ya?" Naila sibuk mondar-mandir seperti setrikaan bundanya.
Prittttt.......
"Aduh, mati gue." Pak Jono sudah membunyikan peluitnya, tandanya semua murid sudah harus ada di lapangan, bagaimana pun dan dalam kondisi apapun. Jika telat akan di beri hukuman lari lima putaran, kalau Naila telat dan tidak memakai sepatu, bisa-bisa Naila lari sepuluh putaran. Naila dan Dinda lari secepat mungkin. Tidak memperdulikan kakinya yang berlari hanya memakai kaos kaki putih nya.
"Duh gimana, nih. Gue gak make sepatu." Bisik Naila kepada Dinda saat tiba barisan. Semoga Pak Jono tidak melihat kaki Naila yang tidak memakai sepatu. Tapi mana mungkin.
"Oke, hari ini lari lima putaran. Gak boleh ada yang curang!" perintahnya, selanjutnya Pak Jono meniup peluit merahnya tanda lari di mulai. Kelas olahraga Pak Jono selalu di awali denga lari santai. Setiap murid harus mendapatkan pasangan lari.
"Naila belvania, kenapa kamu lari gak pakai kaos kaki?" sontak semua murid melihat ke arah kaki Naila. Saat semua tertawa melihatnya, Yang Naila hanya lakukan adalah menunduk. Naila tidak suka jadi bahan tontonan. Tolong sepatu datanglah.
"Itu pak, anu... ilang." Ucapnya gugup.
"Masa sepatu ilang di sekolah, ada-ada aja kamu." Lagi-lagi Naila menjadi bahan tawa teman-temanya.
"Yaudah sana kamu cari dulu." Naila mengangguk mengerti. Harus cari kemana sepatu Naila? Naila terlalu malas untuk mencari sepatu yang hilang di sekolah yang bukan main luasnya.
Setelah mondar-mandir di depan toilet perempuan, Naila bertemu dengan Pak Kiman yang suka bersih-bersih sekolah. "Pak, lihat sepatu saya gak?" Pak Kiman terlihat sedang berpikir. "Neng cari sepatu? Saya liat sepatu di tiang bendera, tapi gatau saya itu punya siapa," jelas Pak Kiman. Mingkin itu sepatunya Naila?
"Pak seriusan?"
"Kenapa-kenapa ini? Naila? Kenapa kamu gak ikut olahraga? Loh?! Sepatu kamu kemna? Kenapa gak pakai sepatu?" kata Bu Ratna yang tiba-tiba datang dengan sejuta tanya.
"Nah, itu dia Bu. Sepatu saya ilang makanya saya di suruh cari dulu sama Pak Jono. Kata pak kiman di tiang bedera, Bu." Bu Ratna bertolak pinggang. Yang di pikiran bu ratna saat ni hanya tertuju kepada satu orang. "Ini pasti ulah Kenzo."
"Duh, tuh anak untung ganteng." Gumam Bu Ratna.
**
"KENZO!"
Teriakan itu membuat langkah Kenzo terhenti dan membalikan tubuhnya sambil menunjukan deretan gigi rapihnya. Bajunya di keluarkan dari dalam celana. Kancing paling atas sengaja Kenzo buka. Tidak memakai dasi dan ikat pinggang. Orang yang baru pertama melihat Kenzo, akan mengira bahwa dia seorang badboy. Memang. Pantas saja Bu Ratna uring-uringan setiap hari melihat Kenzo selalu melanggar tata tertib sekolah.
"Kenapa, Bu?" sesampainya di hadapan Kenzo, Bu Ratna melipat tangannya di depan dada. "Pake nanya lagi kenapa! Coba kamu pikir kenapa." Kenzo berpura-pura tidak tau, padahal dia tau persis kalau Bu Ratna berteriak seperti ini karena ulah usilnya lagi. Kali ini Kenzo mengikat tali sepatu milik adik kelas yang sedang berganti baju untuk berolahraga. Sepatunya, Kenzo ikat di tiang bendera dan Kenzo tarik tali bendera-nya sehingga sepatu tersebut berada di atas.
Itu belum seberapa. Minggu lalu, Kenzo setelah pulang dari yang katanya 'izin ke kamar mandi' melihat pintu ruangan lab komputer terbuka. Di ruangan tersebut terdapat anak kelas dua belas sedang melaksanakan ujian praktek. Kebetulan Pak Tio-guru komputer, sedang tidak berada di ruangan tersebut. Alhasil, muncul lah ide licik yang terlintas di pikiran Kenzo.
Yang Kenzo pikirkan adalah; Kenzo sengaja memutuskan saluran listrik di ruang lab komputer. Yang membuat semua murid di ruangan tersbut teriak histeris. Selain teriak karena tugasnya yang ilang, murid kelas dua belas juga berteriak ketakutan. Bukan apa-apa, tapi lab komputer di sekolah Kenzo terdengar angker.
Kenzo siswa paling terkenal di SMA Cahaya Pelita. Meskipun terbilang siswa ter-iseng sesekolah, tapi Kenzo berhasil membawa tim futsal nya ke tingkat provinsi. Dan lagi, Kenzo pernah mengikuti lomba berpidato bahasa jerman. Meskipun awlanya Kenzo menolak, setelah di paksa dan dorongan teman, akhirnya Kenzo mau. Siapa sangka, ternyata Kenzo malah mendapat juara dua antar sekolah di kotanya.
Tak jarang perempuan di sekolah Kenzo banyak yang suka denganya. Udah tampan, trus pinter bahasa juga. Minusnya, iseng.
"Aduh, Ken. Lama banget mikir doang. Ibu harus ngajar, nih, di kelas lain." Bu Ratna menmbenarkan kacamatanya yang hampir jatuh dari hidungnya. "Yaudah, ibu ngajar aja dulu. Nanti kalo saya udah inget, saya samperin ibu, deh."
Perkataan itu tentu membuat Bu Ratna makin mengeluarkan tanduk di kepalanya. "Aduh, Bu sakittt.. Bu," Kenzo mengerang kesakitan, karena tangan kanan Bu Ratna berhasil menjewer telinga Kenzo. "Trus ibu peduli, gitu kalo kamu sakit? Enggak!" Kenzo di tarik keluar dari koridor ke tengah lapangan dengan tangan Bu Ratna masih di telinga Kenzo.
"Kamu beridiri disini sampe jam istirahat!" Kenzo menggosok kupingnya yang panas akibat jeweran Bu Ratna.
"Bu, jam istirahat 'kan lima belas menit lagi, percuma dong saya berdiri disini, Cuma sebentar," Bu Ratna reflek melihat jam yang melingkar di tangannya. Benar juga, tinggal lima belas menit lagi.
"Yaudah. Pokoknya kamu berdiri aja disini sampai lima belas menit lagi." Bu Ratna melenggok keluar dari lapangan. Bu Ratna sudah pusing lama-lama dengan Kenzo. Semakin hari anak itu semakin bikin ulah.
"Yelah, mendingan gue ke kantin, deh."
Kenzo Pratama.
Murid SMA Cahaya Pelita yang melanggar tata tertib dan melanggar hukuman.
**