[Giveaway Melintas Batas NGKWI 2016] [Sabrang-Lepas]

326 24 14
                                    



Daftar istilah :

Tembayat : Organisasi (Pengawas Para Makhluk Astral)

Pan : Pak (Panggilan untuk orang yang lebih tua)

Ni : panggilan hormat untuk wanita lebih tua

Patik : saya (menyebut diri di hadapan orang besar)

Mahasiddhi : guru besar para ahli mantra

Tuan Guru : guru besar para Pandeka

Pandeka : penjaga negeri, ahli silat

Siddhimantra : ahli mantra

Sisya = murid


"Sabrang, awas di belakangmu!" seru Sang Siddhimantra rekananku kali ini ketika ia melihat sesosok makhluk hendak menyergapku dari belakang. Kuhantamkan siku kananku ke makhluk tersebut disusul satu tendangan telak kaki kiri serta cakaran tangan kiriku yang telah kualiri tenaga. Makhluk itupun langsung sirna menjadi partikel-partikel kecil sebelum akhirnya hilang sama sekali. Yah, tidak hilang sama sekali juga sih. Aroma bangkai dan bunga busuk segera menguar memasuki hidungku dari tempat berdirinya makhluk tersebut tadi.

Sang Siddhimantra rekanku sendiri masih tampak sibuk menahan gempuran bola-bola ungu dari mulut makhluk liar yang rupanya macam kepala sebesar empat kali pelukan orang dewasa. Siddhimantra yang telah berusia paruh baya itu berkali-kali mengubah posisi mudra tangannya dari yang semula tangan kanan menumpang tangan kiri dan jempol saling menyatu kini berubah menjadi jari tengah bertemu jari tengah. Rapalan mantranya makin cepat tapi juga makin lemah, semakin pelan, nyaris tak terdengar.

Oke! Cukup sudah aku menahan diri demi harga diri si orangtua sok gaya ini. Aku hentakkan kakiku ke bumi dan kurapal mantra yang serupa dengan yang diucapkan oleh Sang Siddhimantra dan segera sebuah kepalan tinju raksasa berpendarkan cahaya hijau terbentuk di hadapan Sang Siddhimantra, menghantam si makhluk jelek hingga terpental sejauh berpuluh-puluh langkah dan akhirnya diam tak bergerak.

Makhluk itu tampaknya mati, tapi tentu saja dia belum mati. Dia hanya tak sadarkan diri karena terhantam tinju tadi.

"Beres dengan cepat dan mudah, seharusnya Anda minta bantuan saya dari tadi, Pan Datta."

"Sabrang!" pria paruh baya itu membetulkan ikat kepala coklat bermotifnya yang longgar sembari menatap tidak suka kepadaku, "Bukankah Tembayat sudah mengatakan bahwa urusan menyegel Rahu adalah tugasku dan tugasmu adalah menjaga aku dari bawahan-bawahan Rahu?"

"Bah!" aku mencibir, " Tapi Tembayat juga bilang 'Selamatkan nyawa Pan Datta dari bahaya' dan itu sudah saya lakukan. Kalau saya tidak bertindak tadi, Pan Datta sudah pasti tewas!"

Dalam hati aku hampir saja memuntahkan koleksi kata-kata makian untuk Si Siddhimantra sok gaya ini. Kata 'tua bangka tak tahu diri' adalah salah satunya. Bagaimana tidak? Sudah tahu nafasnya pendek-pendek dan badannya ringkih seperti itu, ia nekat melawan makhluk jahat sekelas Rahu yang notabene sulit untuk ditaklukkan Siddhimantra dari golongan biasa-biasa macam dia. Keterlibatannya dalam perburuan Rahu ini hanya karena Si Rahu kebetulan saja muncul di wilayah yang jadi tanggung jawabnya. Tahu dia takkan mampu melawan Rahu sendirian dia minta bantuan ke Dewan Tembayat dan Dewan mengirimkan aku. Tapi bukannya aku dan dia bekerjasama dengan baik, Pan Datta malah memperlakukan aku macam bocah ingusan yang baru tahu soal perburuan makhluk jahat kemarin sore. Siapa yang tidak kesal coba? Masa salah satu Pandeka terbaik dari Kadatuan Pagaruyung macam aku diperlakukan seperti bocah ingusan? Ditambah lagi rapalan mantra dan kemampuan manipulasi cakra Siddhimantra itu ... aduh .... memprihatinkan! Banyak sisya yang belum jadi Siddhimantra saja bisa melakukan yang lebih baik daripada yang dia lakukan.

[Giveaway Melintas Batas NGKWI 2016] [Sabrang-Lepas]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang