1. Perjalanan Kembali

12.3K 549 31
                                    

Senja menggelayut ketika perlahan gadis itu membuka mata di antara bisingnya mesin kereta yang kini ia tumpangi. Duduk di samping jendela, sejauh mata memandang hanya ada hamparan sawah yang dilukis dengan warna jingga yang mengesankan. Senyum terukir di bibir tipisnya, mengagumi karya Tuhan yang tersedia gratis di depan mata.

Perjalanan pulang ke kota asal baginya selalu menyenangkan, mengamati setiap detik dan menit yang terlewat dengan perasaan berbeda. Termasuk senja ini, 47 detik yang tidak akan pernah ia lewatkan disetiap saat perjalanan pulang.
Senja selalu membawanya mengingat masa lalu, seperti perjalanan pulang ini yang memberi efek serupa. Bagi gadis itu, waktu senja adalah saat dimana benaknya dipenuhi ingatan. Seperti lorong waktu yang membawanya kembali melihat detail kejadian masa-masa itu.

***

"Zara!" teriakan itu membuat gadis yang namanya disebut menoleh bersamaan dengan langkahnya yang terhenti.

Melihat tiga gadis yang berlari kecil ke arahnya membuat Zara mengembuskan napas kecil, karena adegan serupa selalu mengisi hari-harinya belakangan ini. Ketiga gadis itu berhenti di hadapan Zara dengan napas terengah, tidak lupa mengukir senyum penuh arti yang kira-kira sudah Zara tahu maksudnya.

Tanpa menunggu ketiga gadis itu bersuara, Zara sudah lebih dulu mengulurkan tangan, menunggu benda yang akan ketiga gadis itu titipkan kepadanya sama seperti gadis-gadis lainnya.

"Zara tau aja deh," ucap salah satu dari ketiga gadis itu, lalu meletakan amplop berwarna biru muda di telapak tangan Zara. "Tolong kasihin ke Rio ya!" tambah gadis lainnya yang langsung mendapat anggukan bosan dari Zara. Namun ketiga gadis itu seolah tidak peduli dengan reaksi yang Zara tunjukan, seolah tugas menyampaikan surat untuk Rio itu memang sudah menjadi kewajibannya. Sementara Zara sendiri? Harus rela mejadi perantara agar semua gadis-gadis itu tidak mengamuk kepadanya.

Itu bukan kali pertama Zara mendapat titipan amplop dengan maksud serupa yang ditujukan untuk sahabatnya, Rio. Sejak pemuda itu memenangkan turnamen bulutangkis antarprovinsi, popularitas pemuda yang sudah berteman dengan Zara sejak mereka masih duduk dibangku taman kanak-kanak itu melonjak tajam.

Rio yang sebelumnya tidak banyak disorot karena sikap cueknya justru menarik begitu banyak perhatian kaum hawa. Bukan hanya para perempuan yang berasal dari sekolah mereka, tapi sekolah lain yang juga menyaksikan pertandingan Rio hari itu pada akhirnya menobatkan Rio sebagai idola baru. Gelar yang membuat Zara geleng-geleng tidak mengerti.

"Apa sih menariknya cowok nyebelin itu?" pikir Zara mengamati kepergian ketiga gadis yang menitipkan amplop mereka. Menyisakan tiga amplop berwarna biru, merah muda, dan hijau yang kini ada dalam genggaman Zara. "Selain permainan bulutangkis yang memang bagus, kayaknya nggak ada yang menarik," gumam Zara memasukkan amplop itu ke saku rok sekolahnya.

Gadis itu berbalik, meneruskan kembali langkahnya yang terhenti karena gangguan dari para fan Rio. Benaknya melayang merenungkan apa yang selama ini ia lakukan. Menjadi jalan untuk para gadis itu bisa mengungkapkan perasaan mereka pada Rio? Menggelikan! Perasaannya sendiri saja tidak tahu harus diapakan. Ia terlalu takut merusak hubungan persahabatannya dengan Rio selama ini, Zara terlalu takut mendengar kenyataan bahwa Rio menganggapnya sama seperti gadis-gadis lain. Ya, Zara memang sepengecut itu.

Mengembuskan napas, Zara mengeleng kuat-kuat, berusaha melupakan apa yang melintas dibenaknya karena terbawa perasaan. Ia harus segera menuju gerbang sekolah, karena seseorang pasti sudah menunggunya terlalu lama di sana. Dan akan mengomel seperti biasa ketika Zara muncul di hadapannya.

"Dari mana aja sih? Lelet banget!"

Seperti yang sudah Zara duga. Pemuda itu kini menatapnya sebal, melipat tangan di depan dada dengan posisi bersandar di pagar sekolah. Mengamati setiap gerakan Zara yang menuju ke arahnya. Pemuda itu, Rio, sahabatnya yang beberapa bulan terakhir digilai banyak wanita.

Memilih tidak menanggapi omelan itu, Zara justru mengeluarkan tiga amplop dari saku roknya, lantas membenturkan ketiga amplop itu ke dada Rio yang refleks langsung Rio tahan. "Nunggu penggemarmu nitipin ini!" ucap Zara ketus. Tanpa menunggu reaksi Rio, gadis itu berjalan lebih dulu.

"Gitu ya sikap kamu sama orang yang udah nunggu?"

Seruan Rio itu berhasil membuat Zara menghentikan langkahnya, lantas menunggu Rio hingga langkah mereka sejajar.

"Malam ini pokoknya kamu harus traktir aku es krim! Kurang baik apa aku sebagai sahabatmu, jadi tukang pos pengantar surat pun aku ladeni." Mungkin, dari semua kesialan Zara menjadi perantara Rio dengan para fannya, satu hal yang membuat gadis itu masih bertahan adalah karena imbalan yang akan ia terima.

"Harusnya kamu minta sama mereka, kenapa jadi aku yang harus selalu traktir kamu?" Seperti biasa, Rio tidak akan langsung mengabulkan sebelum mendengar gadis itu mengomel panjang lebar. Bagi Rio, mendengar Zara mengomel adalah keasyikan tersendiri untuknya.

"Aku nggak mau tahu! Pokoknya kamu harus traktir aku es krim setelah makan malam seperti biasa!"

Rio hanya mengangkat bahu, memberi jawaban ambigu yang selalu berhasil membuat Zara mengoceh panjang lebar selama perjalanan pulang. Meski Zara tahu Rio akan selalu memberikan apa yang ia inginkan bahkan tanpa perlu memaksanya, tapi entah mengapa omelan itu selalu keluar dari mulutnya begitu saja.

Omelan Zara lantas berhenti ketika mereka melewati hamparan aliran sungai yang dibatasi ilalang sejauh mata memandang. Matahari sudah hampir berada di ujung peraduan, menyisakan siluet jingga di langit yang kemerahan. Mereka tidak pernah lupa menyempatkan diri berdiam di sana, menikmati 47 detik pergantian siang dan malam. Keheningan selama 47 detik yang selalu mengisi senja keduanya. Hanya 47 detik dalam sehari yang menakjubkan.

Di antara semua waktu yang mereka lewati, senja selalu terasa spesial. Sepulang sekolah, sesudah kegiatan sekolah yang padat, Rio dengan latihan bulutangkisnya, dan Zara dengan kegiatan jurnalistik sekolahnya. Mereka itu memang tidak pernah berikrar untuk selalu pulang bersama. Itu hanya seperti kebiasaan yang tidak bisa dihilangkan, yang berlangsung bertahun-tahun hingga rasanya aneh jika tidak dilakukan. Rio akan menunggu di depan gerbang sekolah, dan Zara yang akan selalu datang setelah semua kegiatan jurnalistik sekolahnya usai.

***

Tangisan gadis kecil di dalam kereta itu membuyarkan lamunan Zara. Melenyapkan bayang-bayang dirinya sepuluh tahun lalu yang berputar di kepala. Zara menggeleng, tersenyum kepada dirinya sendiri yang masih sering mengingat hari itu. Padahal masa-masa itu sudah jauh berlalu, sudah lama tergerus waktu.

Kepala Zara berputar, mengamati gadis kecil yang tadi menangis kini berada dalam pelukan ibunya dengan lolipop yang menyumpal mulut mungil gadis itu. Ah, lagi-lagi adegan itu membuat Zara teringat sesuatu dari masa lalunya. Namun tidak, kali ini ia tidak mengizinkan pikirannya melayang. Senja itu berakhir, dan berarti waktunya berada di kereta itu pun akan habis. Melirik jam di pergelangan tangannya membuat Zara mengembuskan napas, kereta yang ia tumpangi akan segera merapat di stasiun tujuan. Dan itu berarti Zara harus melanjutkan perjalanan pulang ke tahap selanjutnya.

______________________________________

Saki Hadirrrrrrrrrr 🙋🙋🙋

Ada yang terkejut? Oh enggak ya sudahlah...

Ini cerita baru? Iya ini cerita baru... tapi nggak akan panjang kayak yang lain hoho. Ini cuma short story yang akan menampilkan beberapa bab saja. Nah kalau cerita ini sudah selesai maka akan lanjut dengan judul berbeda di akun berbeda pulaaaa...

Karena seperti yang saya jelaskan di deskripsi kalau cerita ini adalah proyek kerja sama dengan PenerbitHaru dan selain saya ada yang lain juga ikut berpartisipasi.

Siapa sajakah merekaaa?!? Eng Ing Engggg... ada Kak Pandanello yang kece badai, lalu denands serta ainunufus dan Cendarkna yang akan posting berurutan setelah cerita masing-masing tamat. Jadi jangan lupa cek cerita-cerita mereka juga yah!

Dududuh semoga kalian suka cerita ini meskipun pendek, karena... ya pokoknya gitulah 😭 #SakiBaper

Sampai ketemu di part selanjutnya! 😘

Mengingat Senja #Remembertheflavor [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang