Prolog

66 4 2
                                    

Suasana hari ini sangatlah ramai. Tidak seperti biasanya, lapangan yang sebelumnya hanya dipakai dikala pelajaran olahraga tiba, sekarang menjadi arena pertandingan basket yang sangat meriah. Tidak hanya murid-murid SMA Pusaka Bangsa saja yang hadir, tetapi murid-murid SMA lain pun berdatangan untuk memeriahkan acara ini.

Sorak sorai terdengar dari tribun penonton yang mendukung tim favoritnya masing-masing. Kali ini giliran Sang tuan rumah melawan SMA Garuda. Persaingan sangat sengit, baik SMA Pusaka Bangsa maupun SMA Garuda berusaha untuk tidak kecolongan point sedikitpun. Teknik-teknik yang telah mereka pelajari selama ini mereka tuangkan dalam pertandingan kali ini. Tidak peduli seberapa banyak peluh keringat yang membasahi tubuh mereka. Tujuan mereka satu. Memenangkan pertandingan.

Dan disana, terdapat seorang wanita yang tengah memperhatikan seseorang dari kejauhan. Terfokus pada satu titik, Arkan Naufal Aldevaro. Arkan yang kini tengah mendribble bola dengan Peluh keringat menetes di pelipisnya. Salah satu pemain lawan mencoba untuk menghadang, tapi Arkan dengan lihai dapat melewati semua itu. Hingga ia melempar bolanya ke arah ring.

Shoot

Dua point untuk SMA Pusaka Bangsa. Sorak sorai semakin terasa riuh. Salah satu, most wanted SMA Pusaka Bangsa kembali berhasil melakukan shooting nya. Banyak dari mereka yang terus meneriaki nama Arkan, yang didominasi oleh kaum hawa.

5 detik lagi pertandingan usai. SMA Pusaka Bangsa unggul dengan skor 8 : 6. Semua penonton berharap-harap cemas. Hingga detik terakhir, SMA Pusaka Bangsa masih unggul dengan skor yang sama. Pertandingan usai, yang dimenangi oleh SMA Pusaka Bangsa. Riuh kembali terdengar. Hingga beberapa penonton memasuki area lapangan untuk merayakan kemenangan ini.

"Sampai kapan lo mau terus-terusan ngeliatin dia dari jauh kayak gitu, huh?" Luna yang sedari tadi menatap lurus kedepan, mau tak mau pun menoleh.

"Siapa?" Tanya Luna tidak mengerti.

"Ya, lo lah! Emang siapa lagi?! Dari tadi tuh gue perhatiin, lo itu terus aja ngeliatin Arkan. Dari awal pertandingan, Lun! Gak bosen?" Cercah Dea. Dea bingung dengan sahabatnya yang satu ini. Pasalnya, Luna sangat suka sekali memendam perasaan. Ia tidak pernah mencoba untuk mendekati Arkan--cowok idamannya--seperti wanita wanita lain yang dengan terang-terangan mengaku bahwa ia sangat mencintai lelaki itu di depan umum.

Luna menggelengkan kepalanya, membuat Dea menghela nafas kasar.

"Terserah lo deh. Lagian, gue juga udah ngasih tau lo berkali-kali pun gak bakalan lo dengerinkan?"

"Nggak gitu, De. Gue dengerin lo, kok. Gue...Gue cuma belum siap aja" Luna menunduk, lalu kembali menatap Dea "gue belum siap kalau dia tau gue suka sama dia"

"Ck. Gue cuma gak mau sahabat gue ini sakit hati terus cuma gara-gara cowok kayak Arkan"

Luna tersenyum samar "Udah ah, kita balik aja yuk!"

Mereka berdua berjalan menuju parkiran. Luna dan Dea memasuki mobilnya masing-masing, memulai perjalanannya menuju rumah.

Sesampainya di rumah, Luna langsung merebahkan tubuhnya di kasur. Menatap langit-langit kamarnya, membayangkan dengan detail wajah Arkan yang selalu menghiasi hari-harinya. Menurutnya, mencintai dalam diam adalah pilihan yang tepat. Mungkin, orang-orang akan mengatakan kalau dirinya pengecut. Tapi, mereka salah. Luna mau saja untuk berjuang. Tapi, ia takut. Takut jika ia berjuang sekuat tenaga, tapi yang diperjuangkan malah semakin menjauh. Hingga semuanya akan lebih sulit untuk digapai.

--Hurt Deep--

Hai guys, gue balik lagi nih dengan cerita ke-2 gue. Tapi karena cerita pertama udah gue apus karena satu dan lain hal, jadinya cerita ini jadi cerita pertama gue(?) Bingung? Sama gue juga wkwk. Intinya, Jangan lupa VOTE dan COMMENT nya yaa guys..Love you all :*

Hurt DeepTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang