First Day of Drama's Practice

6 1 0
                                    

Tiga hari telah berlalu. Menyebalkan untuk berada dalam satu ruangan dengan seseorang yang sangat kau benci, tapi aku harus melaluinya. Beberapa hari yang lalu aku harus masuk ruang kepala sekolah karenanya, akibatnya kami terpaksa harus bermaafan (walau sebenarnya aku belum memaafkannya) dan membuat orang tua kami datang ke sekolah untuk menjeput kami. Tapi pada akhirnya aku senang karena kemarin orang tuaku berhasil mentepati janji mereka untuk datang ke pertemuan orang tua di sekolah. Senang sekali rasanya mereka akhirnya bisa meluangkan sedikit waktu demi kepentinganku. Dan tibalah hari ini, hari pertama latihan drama dan aku harus bertemu dengan Will lagi.

Sudah jam 07.55 saat aku baru sampai disekolah. Jalan raya pada hari Sabtu pagi sepertinya memang tidak bersahabat. Aku pun langsung berlari melewati pintu masuk sekolah dan terus menuju aula sekolah. Dan ketika kulihat jam, aku tepat waktu.

"Oh akhirnya kau datang juga", kata Andrew dari sisi lain aula

"Aku minta maaf, aku bangun sedikit kesiangan"

"OKAY, IT'S 07.00 ALREADY. SEMUANYA BERKUMPUL!", teriak seorang pria paruh baya yang berambut pirang dengan badan tinggi lumayan besar seperti Adam Sandler dan mengenakan kaos biru, celana jins panjang dan kacamata yang bersandar di hidungnya. Dengan begitu semua orang (termasuk aku) berkumpul di tengah-tengah aula.

"Jika kalian sudah melihat papan pengumumannya, kalian pasti tahu cerita yang akan kalian bawakan kali ini. Judulnya The New Snow White's Story. Dan untuk pemeran utamanya", dia terputus melihat sekeliling untuk mencari sang pemeran utama yang dimaksudkan. "Umm, yang mana pemeran utamanya?", tanyanya

"Me, sir", aku unjuk tangan dan merekahkan senyum termanis yang kubisa

"Oh you're Zoffeline, right?", semua orang yang ada di aula termasuk aku pun tertawa kecil

"Just Zoe, sir. Zoe Hanson", kataku

"Oh, right Zoe. Congratulations, kau menjadi pemeran utama kali ini yang berarti kau akan menjadi Snow White. Dan untuk pangerannya... aku ingin William yang menjadi pangerannya", dengan begitu, seketika dunia terasa diam dan terjungkir balik. It couldn't be happening! Aku tidak akan berakting mesra-mesraan dengan cowok itu sementara pacarnya masih membenciku.

"Yes, sir", kata Will santai. Sial, habislah aku.

Setelah guru dramanya menjelaskan tentang peran dan sebagainya, dia pun membagikan naskah nya pada setiap tokoh. Berat sekali rasanya karena aku harus menghafal sekian banyak teks dangan intonasi dan aksen yang tepat, semenatara aku tak pernah pintar berakting. Beberapa kali aku ditegur karena aku membacanya dengan intonasi yang salah dan kurang ekspresif.

Setelah 2 jam berlalu akhirnya latihan dramanya pun selesai. Aku merasa sangat lelah dan tertekan untuk memperbaiki kesalahan-kesalahanku.

"Zoe", panggil si guru drama. "Perbaiki kesalahanmu, oke? Drama ini akan ditampilkan di akhir semester dan aku ingin semuanya berjalan sesuai ekspetasi. Walaupun masih banyak waktu, jika kau tidak memanfaatkannya dengan baik maka itulah akhir dari semuanya. Don't let me down", jelasnya panjang lebar padaku. Dengan begitu dia berjalan keluar dari aula terlebih dulu. Aku merasa lemas dibuatnya. Bagaimana aku akan menghafal teks yang super duper panjang ini? Aku pun mengambil tasku dengan sangat lemas dan berjalan keluar aula bersama dengan yang lainnya.

"Hey", sapa Will. Yang benar saja, aku tidak memiliki waktu untuk ini. "Something's wrong? You look sad", tebak Will

"Get away from me", kataku padanya dengan nada masih lemas

"Aku hanya ingin mengatakan jika kau kesulitan dengan aktingmu, aku bisa membantu", jelas Will singkat

"I don't need your help", kataku lemas lagi. Dia hanya tertawa kecil, lalu mengeluarkan pulpen dan merobek secarik kertas, kemudian menuliskan sesuatu di atas kertas itu. Aku terdiam dan menatapnya dengan bingung. Hal selanjutnya, dia memberikanku kertas itu dan di kertas itu tertuliskan nomer HP

"That's my phone number. If you change your mind and need help with acting, just text me, okay?", katanya penuh kepastian. "See you later then, bye", dia pun menghilang dari pandanganku. Ingin rasanya aku membuang nomernya, namun mungkin dia benar. Mungkin suatu saat aku butuh bantuan. Tapi untuk sekarang ini, aku akan berusaha sendiri untuk menghafal naskah drama ini.

Sesampainya dirumah, aku melihat ayahku sedang duduk-duduk di sofa ruang tamu sambil membaca koran.

"Hey dad", aku berjalan ke arahnya lalu mencium pipinya. Aku memutuskan untuk duduk di sebelahnya sebentar, menenangkan diri dari kepenatan akan hafalan naskah.

"Bagaimana latihannya?", tanya ayah sambil meletakkan korannya dan melihat ke arahku

"Buruk", ringkasku.

"Oh really? Seburuk apa?"

"Well, dad, aku kesulitan menghafal naskah drama yang sangat panjang ditambah lagi aku pemeran utama dan aku harus menonjol. Aku juga kesulitan berintonasi dan berekspresi. Guru dramanya memang tidak mengancamku untuk keluar dari klub drama, tapi aku hanya tidak ingin semuanya hancur karena aku", jelasku panjang lebar

"Well, you're not gonna mess this up if you put an effort in it", nasihat ayahku. "Let me tell you, I was in a football team before", aku pun tertawa kecil

"You were in a football team?", ejekku pada ayah

"Yeah. Awalnya aku ingin masuk tim football karena ingin menjadi cowok keren dan disukai banyak wanita, tapi setelah masuk kesana, aku merasa paling terbelakang. Aku tidak lari secepat anggota yang lain dan juga tidak sekuat anggota lain, tapi support terus saja berdatangan dari kakekmu, teman ayah, dan ibumu juga. Kebetulan aku sudah menyukai ibumu saat itu, jadi begitulah. Dan aku memaksa diriku untuk terus berlatih dan aku berhasil menyetarai yang lain. Jadi yang terpenting adalah niat dan kerja keras, nak", jelas ayahku panjang lebar

"Okay, thanks dad. I'll try", aku pun memeluknya dengan sangat erat.


Too Strong to be BrokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang