Intervensi

12 2 1
                                    

***

Kami kabur dari rubicon tersebut sesaat setelah melihat seseorang jatuh dari lantai dua asrama tersebut.

Aku dan Jamek hanya dapat membuntuti jejak kaki yang mengarah kelubang ventilasi asrama tersebut.

"Cepatlah naik," Jamek menengadahkan tangannya sambil membungkuk, kungakat kakiku, naik keatas tangannya dan kemudian memanjat ventilasi.

Jamek menolak saat aku mengulurkan tanganku untuknya, ia memilih loncat dan memanjat keatas ventilasi, dalam kejadian lain, tingkahnya akan membuatku tertawa terbahak bahak.

Kami sesekali menabrak tikungan ventilasi, dikarenakan minimnya pencahayaan

Akhirnya kami sampai diujung ventilasi, aku dapat melihat Jahnsen dengan bonyok sana-sini teronggok dilantai, berusaha bangkit, namun ia masih tidak bisa menyeimbangkan dirinya.

Dan disisi lain, ada berberapa orang yang terikat, berusaha melepaskan dirinya dari ikatan.

Aku gemetar melihatnya, disisi lain, seorang makhluk berwarna merah, dengan tanduk kecil dikepalanya mengangkat kerah Jahnsen, tangannya tampak berwujud pisau tajam.

Jamek menyelinap masuk, dengan sangat pelan pelan, dan aku disuruh menunggu diujung vetilasi.

Ia bersembunyi disetiap matras yang ditiduri orang orang yang terikat, gerakan yang sangat sempurna, tidak menghasilkan suara sama sekali.

Saat sang monster hendak menusuk Jahnsen, Jamek menggelandoti tubuh sang monster, sambil menahan tangan dengan cakar tajam

Jahnsen tak memberikan respon sama sekali, ia sepertinya pingsan.

Sang monster menampar wajah Jamek, hingga ia terpental semeter dari sang monster.

Jamek tak menyerah, disekitarnya, ia mendapat tiang besi, mementung kepala sang monster, sang monster tampak sempoyongan, kemudian, ia menendang tubuh sang monster.

"Tusuk......j.....an...tungnya!" lirih Jahnsen, Jamek menggunakan ujung tiang besi tersebut untuk menusuk jantung sang monster.

"PLENTONG!!!" kulit sang monster sepertinya terlampau tebal, membuat tiang besinya penyok.

"Gunakan....belati... BODOH!!!!" lirih Jahnsen agak menggeram diakhir, sembari menunjuk belati berkilat.

Sang monster masih teronggok, merasakan rasa sakit dikepalanya, diasaat itulah Jamek menghunus pisaunya, sebelumnya, tangan sang monster memberontak, sehingga memaksa Jamek menendang tangan sang monster terlebih dahulu.

Srot! Satu tusukan tepat dijantung sang monster, dan menggeram dilanjutkan dengan tak berkutik.

Aku merayap turun kedalam ruangan tersebut, membantu Jahnsen dengan sebisaku.

"Coba buka bajumu!" suruhku, Jahnsenpun membuka bajunya, tampak tubuh yang atletis, dinodai oleh luka tusuk yang cukup dalam.

Aku dapat melihat Jahnsen tersungkur capai, setelah melawan sang monster.

Aku dapat melihat mata Jahnsen masih terbuka,dan Jahnsen mengacungkan jempolnya kearah Jamek.

Jamek menggendong Jahnsen setelah energinya pulih, keluar dari asrama, ouh, jangan lupa, kamipun para tahanan yang minta diselamatkan.

Setelah agak jauh dari asrama, kami melihat mobil kami, rubicon hitam.

Kami mendekat, sontak, kami melihat kawan dari Jahnsen yang belum sempat memberitahu namanya, teronggok di rerumputan.

"Swann.." lirih Jahnsen, aku menyuruh para tahanan membawa Swann masuk kedalam mobil(nama kawannya ternyata Swann!).

Disusul dengan masuknya Jahnsen, yang digotong masuk oleh Jamek.

The Last EvacTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang