CHAPTER 1

36 3 0
                                    

Seorang gadis cantik menatap kosong keluar rumah melewati jendela yang berada di kamarnya. Malam ini, hujan deras turun membasahi bumi. Clara, nama gadis cantik itu, ia masih setia menatap ke arah luar rumahnya. Tanpa ia sadari sedari tadi seorang laki-laki berperawakan jangkung dan badannya yang sedikit berisi tengah memperhatikan dirinya di ambang pintu kamarnya—Clara.

"Clara, makan" ucapnya.

Namun tetap saja, Clara tidak membalas ucapannya sama sekali, bahkan menolehkan kepalanya untuk menatapnya saja tidak.

"Berapa lama lo ngurung diri kayak gini? Yang ada hidup lo bakalan sia-sia" ucap lagi laki-laki itu.

Sedikir risih karena ocehan laki-laki itu, Clara langsung menoleh dan menatap laki-laki tersebut

"Ngurung gak ngurung, hidup gue tetep bakalan sia-sia".

Daniel, nama laki-laki tersebut, ia adalah sepupu Clara yang tinggal serumah dengan Clara. Daniel adalah seorang yatim-piatu sehingga ia hanya bisa tinggal di rumah Clara, dan di asuh oleh kedua orang tua Clara.

"Gak seharusnya lo nyerah cuman karna penyakit kayak gini" Daniel melangkahkan kakinya mendekati Clara.

"Cuma? Lo bilang cuma?" Clara menatap sinis Daniel lalu ia tersenyum miring dan berucap

"Kanker Otak stadium tiga, mustahil bisa disembuhkan"

_________________

Clara menatap dirinya di hadapan cermin. Ia menyisir rambut panjang miliknya. Terbayangkan oleh dirinya, bagaimana suatu saat nanti rambutnya hilang, dan ia tidak memilik rambut laki.

Tak sadar, air mata sudah mengalir di pipi Clara. Perlahan ia menghentikan aktivitasnya menyisir rambunya tadi, ia meletakkan sisir itu di meja rias miliknya. Apa Tuhan sangat membencinya? Sehingga ia memberikan penderitaan kepada Clara.

Clara membekap mulutnya sendiri, mencoba untuk menangis dan tidak terdengar oleh orang dirumah.

"Apa gak sekalian gue mati aja, dan gak harus menderita kayak gini!!" Clara berteriak menatap jendela kamarnya. Tak sadarkah Clara? Bahwa sedari tadi kedua orang tuanya berada di balik pintu kamarnya yang tertutup. Ibu Clara hanya bisa menangis dalam dekapan suaminya—Ayah Clara di balik pintu tersebut.

"Gue pengen mati!!!" Clara terus berteriak dan menjerit tanpa peduli banyak sekali barang yang pecah di kamarnya yang telah dilempar ke sembarang arah oleh Clara.

"Arghh! Ya Tuhan...sakit" Clara menjerit sekeras mungkin. Rasa sakit yang tiba-tiba timbul di kepalanya sangatlah membuatnya menderita. Sakit ini sangat sakit, mungkin hanya itu yang bisa Clara ucapkan dalam hatinya. Tak sampai beberapa menit tatapan Clara sudah gelap.

"Clara?!"

__________________

Tempat ini sudah seperti rumah kedua untuk gadis ini, ia sudah terbiasa tinggal di sini. Tapi terkadang ia lebih memilih untuk tinggal di pemakaman untuk selamanya dari pada harus berdiam diri di sini dan mencium bau obat-obatan yang sangat ia benci.

Clara menatap lurus ke taman Rumah Sakit yang menjadi tempat tinggal keduanya. Tak peduli dengan suhu udara yang sangat dingin kali ini, dari pada ia diam di dalam kamar rumah sakit yang sangat ia benci, ia lebih memilih diam di koridor rumah sakit sambil terduduk di kursi roda, dan menatap kosong ke arah taman Rumah Sakit tersebut.

Seorang suster yang sudah sangat akrab dengan Clara berusaha untuk mengajak Clara masuk ke dalam kamarnya, namun nihil Clara tetap tidak mau memasuki kamarnya tersebut.

"Ayolah Clara, kamu harus masuk. Udara di sini terlalu dingin buat kamu yang..."

"Penyakitan? Penyakitan kan sus?" Clara memotong ucapannya, suster yang bernama Salsha tersebut hanya bisa terdiam menatap iba Clara. Menurut Salsha Clara sudah seperti adiknya sendiri,ia sangat menyayangi Clara, bahkan sudah sangat lama Salsha merawat Clara jika keadaan Clara tiba-tiba nge-drop.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 20, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

do you love me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang