Ayu.
Seperti namanya, Ayu memang merupakan perempuan yang cantik.
Entah sejak kapan ia mulai menerima kenyataan bahwa ia, Ayu Setiawati, adalah perempuan yang cantik. Entah sudah berapa kali ia harus mengatakan 'terimakasih' dan tersipu malu setiap kali ia dikatakan cantik, atau sekadar tertawa dan menutup mulut dengan sopan dengan pipi bersemu merah. Ya, seperti namanya, Ayu memang merupakan perempuan yang cantik. Walaupun ia sudah menikah, memiliki seorang anak, Ayu masih seperti biasa, Ayu yang cantik, Ayu yang ayu.
Sebenarnya kadang ia berpikir, apa yang membuatnya cantik? Apakah rambutnya yang bergelombang lurus kecoklatan, ataukah matanya yang bulat besar bewarna hitam? Atau jangan-jangan lenggak-lenggoknya yang ayu, membuatnya terlihat lebih cantik dapripada wanita lainnya? Entah. Ia merasa ia adalah wanita yang sempurna, wanita yang cantik, wanita yang ayu. Kecantikannya pula lah yang terlah menggiring Dio Rusdiman, seorang CEO di sebuah perusahaan impor ternama di Indonesia kepelaminan bersamanya, lalu melahirkan seorang anak lelaki yang ganteng pula, dan dinamainya Adam.
Seperti halnya yang ia biasa lakukan, Ayu membongkar isi lemarinya, misah-misuh mencari baju yang ingin dikenakannya pada hari itu. Ayu selalu ingin semuanya sempurna, tanpa cacat, tanpa cela. Apa yang ingin dia lakukan, semuanya harus tertata, semuanya harus sempurna. Harus tanpa cacat, dan tanpa cela juga.
"Renaaaaaaa!!!" panggilan itu meradang keseluruh rumah, seorang wanita bergaun tidur bewarna biru dengan rambut urakan keluar dari kamarnya, misah-misuh sendiri, membuka lemari dan membongkar isinya, lalu sekali lagi keluar dari kamarnya, dan berteriak lagi, "RENA!!!" tak ada jawaban, "RENA!!!" masih tidak ada jawaban, "Jonggos sialan, berani 'ndak jawab majikan! Sa karepmu! Heran, bukannya majikan memperbudak jonggos malah majikan yang harus cari-cari jonggos!" gerutunya sambil mengobrak-abrik lemari, mengeluh, dan kembali menjejakkan kaki keluar kamar, "RENA! KAMU DIMANA? BANTU SAYA CARI BAJU SAYA!"
Ia menghela napas, Rena masih belum menyahut juga. Ia kembali kekamar, setengah menangis.
"Hari ini hari spesial, 'ndak boleh ada cacat sedikitpun, harus sempurna. Mas Dio janji kita pergi hari ini. Hari ini spesial, 'ndak boleh ada cacat sedikitpun. Harus sempurna, tanpa cela." gumamnya sambil menumpahkan seluruh isi lemarinya, menarik semua baju bewarna merah yang rupanya seperti yang ia cari, tetapi usahanya masih nihil, ia pun menggerutu lagi, "Harusnya, kupecat saja jonggos sialan itu! Tukang mangkir! Lagaknya seperti orang kaya, istirahat semau dia. Minta ini-itu semaunya, giliran dipanggil, eeeh ... 'ndak nampak batang hidungnya! SIALAN!" tangannya yang sibuk berhenti, "Biar kuadukan kepada mas Dio, biar tahu rasa! Jonggos sialan!" teriaknya murka.
Napasnya bergemuruh, wajahnya sudah merah padam. Kali ini ia betul-betul marah. Namun tiba-tiba ia teringat sesuatu, "Keriput?" wanita itu segera lari lagi kedalam kamar, sedikit beberapa kali domplang tersandung bajunya sendiri, menghidupkan lampu yang ada disebelah kaca, mematut wajahnya, "'Ndak ada keriput, kan?" setelah beberapa lama, ia menghela napas lega, "Ya ampun, Ayuu ... Ayu Setiawati. Sudah, jangan marah-marah lagi, 'wong hari ini hari spesial, kamu harusnya bahagia." ujarnya kepada bayangannya dikaca, "Masa cuma karena jonggos rendahan, kuwi jadi marah-marah? 'Ndak boleh marah! Sing waras, sing sabar. Nanti kalau marah-marah banyak keriput. Nanti daya tarikmu bisa hilang, mas Dio nanti 'ndak suka! Harus cantik, harus cantik, kuwi iku Ayu."
Ia menghela napas lagi, lalu tersenyum. Cantik. Ayu Setiawati memang cantik. Di usianya yang sudah empat puluh empat, ia masih secantik yang dulu. Memang banyak timbul tanda-tanda penuaan sana-sini, tetapi ia masih ayu, masih cantik, seperti namanya. Ayu mulai mencari bajunya dengan senyum diwajahnya, dan beberapa tumpukan kemudian barulah ia menemukan baju gaun bewarna merah berbahan beludru yang dibagian bawahnya berenda-renda, potongan lehernya tidak terlalu rendah, membuat siapapun yang memakainya terlihat anggun dan menawan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sempurna
General FictionAyu yang cantik merasa dirinya harus sempurna, tanpa cacat dan tanpa cela. Hari itu adalah hari ulang tahun pernikahannya, dan mendapatkan kado paling istimewa yang tak pernah ia lupakan.