Blossoms

98 9 5
                                    

Aku melangkahkan kakiku melewati koridor yang sudah mulai ramai dengan orang yang berlalu-lalang. Ngomong-ngomong, selamat datang di masa SMA. Hari ini adalah hari pertama dimana aku resmi menjalani hidup di masa pendewasaan diri, begitulah mereka menyebutnya.

Namaku Kyle Landstone. Aku adalah gadis biasa yang begitu menyukai hal baru. Karena itu, aku sangat bersemangat dengan kehidupan baruku di SMA. Tentu saja aku sudah mengalami banyak hal di SMP, beberapa dari kenangan itu tidak bisa dilupakan. Aku sangat menanti-nantikan apa yang akan aku dapat di SMA. Pengalaman baru kah, sahabat, atau mungkin... cinta? Entahlah, aku tidak sabar.

Aku berhenti di depan salah satu pintu kelas. Aku memeriksa kembali secarik kertas yang kubawa. "1-7", tandanya kelas yang kucari adalah kelas 1-7. Aku mendongak melihat papan nama kelas yang ada di atas pintu. Yup, ternyata aku sudah sampai di kelasku. Aku membuka pintu dan masuk. Mataku mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kelas baruku. Banyak yang sudah datang ternyata. Beberapa dari mereka menyadari kehadiranku dan memandangku, aku melemparkan sedikit senyuman kepada mereka. Aku menghampiri salah satu bangku yang kosong kemudian menghempaskan pantatku di atasnya. "Aku akan membuat cerita indah di masa SMA-ku!" seruku dalam hati.

Beberapa saat kemudian, bel berbunyi. Tidak lama, ada seorang kakak kelas dengan name tag "James". Aku baru melihatnya sekali dan aku langsung tidak menyukainya. Ia memakai kacamata, pakaiannya begitu rapi, rambutnya klimis, dan ia memakai parfum yang sangat menyengat, mungkin serangga bisa mati mencium bau parfumnya. Satu lagi, wajahnya sama sekali tidak ramah.

"Selamat pagi. Selamat datang di SMA Saint Ignatio," kata James bermaksud beramah-tamah. Tapi gagal, karena mukanya terlihat menyebalkan. "Aku adalah kakak pengampu kalian yang bertanggung jawab selama masa orientasi ini. Setelah ini--"

"Tunggu, kau belum menyebutkan namamu, jadi jika kami tersesat bisa mencarimu," potong seorang gadis berambut pirang yang duduk di belakangku.

"Namaku sudah ada di name tag, kau bisa baca sendiri kan?" jawab James. Kakak kelas macam apa dia. "Oke setelah ini kita akan--"

Tiba-tiba pintu kelas terbuka dengan keras. Semua orang menoleh ke arahnya, termasuk aku. Aku melihat seorang cowok berbadan tinggi, berambut hitam, dan berkulit bersih di ambang pintu. Nafasnya terengah-engah, sepertinya ia baru saja berlari. Keringatnya menetes melewati pelipisnya. Ia meringis melihat ke arah James. James membalas tatapan cowok itu dengan tatapan sinis yang dingin.

"Maaf aku terlambat," kata cowok itu sambil berusaha menunjukkan senyum terbaiknya.

Senyumannya hanya dibalas dengan kalimat dingin dari James, "Hari pertama sudah tidak disiplin."

Seketika itu juga, senyuman cowok itu pudar. Tanpa disuruh, ia langsung menyambar bangku yang sudah kosong di depanku. Raut mukanya menjadi penuh dengan kejengkelan.

James mulai menjelaskan peraturan sekolah. Nada bicara cowok itu sedikit dibuat-buat, gaya berdirinya yang sok cool membuatku semakin muak oleh senior yang satu ini. Aku menghela nafas lalu memijit-mijit kedua pelipisku supaya merasa lebih baik, walau sebenarnya tidak berpengaruh juga. Kemudian cowok di depanku menoleh. Ia menatapku, kemudian ia tersenyum dengan ramah. Sejenak, waktu terasa berhenti. Dalam waktu 2 detik aku bisa mengatakan bahwa aku menyukai senyuman cowok yang baru saja terlambat ini.

"Hey," katanya. Sedetik kemudian matanya melirik ke arah James, memastikan kalau cowok sok tampan itu tidak melihat ke arah sini. "Aku Marco," lanjutnya lirih.

Oke. Marco. Nama yang keren.

Marco kembali melirik ke arah James. Kemudian ia menyodorkan tangan kanannya ke belakang. "Kau siapa?" tanyanya.

"Kyle," jawabku lirih. Kemudian aku meraih tangannya dan menyalaminya. Tangan Marco besar dan terasa hangat.

Marco tersenyum lagi. Kemudian ia melepaskan tangannya dan kembali menghadap ke depan. Aku menatap punggung Marco yang terlihat kokoh dari belakang. Aku tersenyum kecil. Sepertinya aku akan memiliki cerita bersama orang ini, batinku.

Setengah jam berikutnya, James membariskan kami sebelum kami digiring untuk memasuki aula sekolah. Suasana aula begitu riuh dengan anak-anak baru. Bahkan AC di ruangan ini tidak terasa sama sekali. Aula menjadi tenang ketika pembawa acara sudah masuk dan menenangkan keadaan.

Pembawa acara memulai acara. Pertama, ada penampilan dari vocal group sekolah yang membawakan lagu All of Me dan Say Something yang di-mash up dengan bagusnya. Kemudian barulah ada sambutan dari kepala sekolah dan dilanjutkan dengan seminar yang membosankan. Aku berharap masa orientasi hari ini segera berakhir.

Baru sekitar satu jam seminar berlangsung, aku mendengar suara aneh di dekatku. Seperti suara dengkuran. Aku menolehkan kepala mencari sumber suara yang cukup mengganggu fokusku pada isi seminar. Dua bangku di sebelah kananku, aku mendapati Marco sedang tertidur dengan mulut terbuka dan kepala mendongak. Wajahnya terlihat bodoh dengan posisi seperti itu. Aku bergeser satu bangku hingga aku duduk di sebelah Marco. Aku berniat membangunkannya sebelum banyak orang menyadari suara dengkuran itu.

"Marco," panggilku dengan lirih agar tidak mencolok. Marco masih tidak menjawab. "Marco," panggilku sekali lagi. Kali ini sambil menggoyang-goyangkan bahunya.

Marco melenguh pelan kemudian mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum akhirnya menyadari bahwa aku baru saja membangunkannya. "Oh, aku tertidur?"

Aku mengangguk.

Marco membenahi posisi duduknya. "Terima kasih sudah membangunkanku," katanya. "Ngomong-ngomong, ini masih seminar?"

"Iya, dari tadi belum selesai," jawabku terkekeh. "Lama sekali ya?"

Marco ikut terkekeh. Suaranya terdengar renyah dan menyenangkan. "Aku tidak habis pikir bagaimana pembicara itu bisa terus mengoceh tanpa lidahnya keseleo."

Aku tertawa kecil, sebenarnya kalimat Marco tidak lucu. Ia membawakan kata-kata itu dengan ekspresi sok bingung dan sok polos yang membuatku tertawa. Kemudian, aku mendengar suara desisan dari belakang seolah menyuruhku untuk diam.

"Kau mudah tertawa ya," bisik Marco. "Tidak biasanya aku bisa membuat orang tertawa dengan leluconku."

Aku tidak terlalu bosan ketika menghabiskan waktu di aula karena Marco tidak berhenti mencari topik untuk dibicarakan. Ia adalah cowok yang ramah. Benar-benar menyenangkan untuk diajak mengobrol. Apalagi ia begitu ekspresif, membuatku tertarik untuk memperhatikannya berbicara. Aku menyukai caranya tertawa dan matanya seakan ikut tersenyum. Tunggu, apa aku tadi mengatakan aku menyukainya? Aku pasti sudah gila karena bisa menyukai cowok dalam waktu tiga jam. Tidak mungkin.

Masa orientasi hari ini berjalan dengan mulus. Aku tidak membuat masalah dengan siapa pun dan aku sudah berkenalan dengan beberapa anak. Angela si rambut pirang cantik yang menyisir rambut tiap semenit sekali, Natalie si cuek yang hanya bicara seperlunya, Sean si cowok berbadan besar--aku tidak banyak bicara dengannya tadi, karena secara fisik ia cukup membuatku ngeri--, dan pastinya Marco cowok sudah cukup akrab denganku dalam sehari.

"Ada rencana apa setelah ini?" tanya Marco mengimbangi langkah kakiku melewati lapangan depan sekolah. Kegiatan di sekolah hari ini baru saja selesai.

"Langsung pulang," jawabku.

"Kau tinggal dimana?" Marco bertanya lagi.

"Di daerah Jefferson Street, kau?" aku balik bertanya.

Mata Marco membulat. "Sungguh? Rumahku juga di daerah Jefferson Street. Jika kau tidak keberatan, aku akan mengantarmu pulang."

Wah, ternyata Marco tinggal di daerah yang sama denganku. Menyenangkan sekali.

Aku menimbang-nimbang untuk menumpang Marco pulang atau tidak. Marco menatapku sambil menunggu-nunggu.

"Ayolah, rumah kita searah. Lagipula, aku juga tidak ada niatan jahat kok," Marco membujukku. "Kita bisa membicarakan banyak hal dan lain-lain."

"Baiklah!"

....to be continued.
Greetings!
Thank you for reading! This is my first story on wattpad. Hope you enjoy it.

xoxo,

christabelaudrey

The One I'm Looking ForTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang