First Love

108 14 17
                                    

"Nam!"

Aku menghentikan langkahku, seketika tubuhku kaku. Suara itu mengingatkanku dengannya, seakan membuatku kembali ke masa lalu. 'Jangan dia Tuhan, kumohon.' Batinku.

Aku menoleh kearah lelaki tersebut, benar dugaanku dia memang lelaki yang menyakitiku tepat dua tahun yang lalu. Seandainya pintu kemana saja Doraemon memang benar nyata, aku pasti sudah menggunakannya untuk pergi jauh dari sini. Demi tuhan, aku belum siap menemuinya!

Kakiku kembali melangkah cepat untuk menjauhi lelaki tersebut, dia masih berusaha untuk mensejajarkan langkahnya denganku.

"Nam, please."

Dia menarik tanganku tepat sebelum aku memasuki pintu lift. Kami saling bertatapan, mata cokelat miliknya beradu dengan mataku. Seakan tersadar dari sihir matanya, aku menggelengkan kepalaku. Luka itu kembali hadir.

"Lepaskan, Shone." Ucapku dingin.

Dia menggeleng, "Tidak, sebelum kau mendengarkan penjelasanku."

"Tidak perlu, aku sudah melupakannya."

"Nam, please dengarkan aku."

Aku memutar lalu menghentakan tanganku sehingga genggaman tangannya terlepas dari tanganku, kemudian aku segera memasuki lift.

Bodoh. Kata itulah yang tepat untuk mendeskripsikanku sekarang. Seharusnya aku tidak memasuki lift yang menyebabkan aku terjebak didalam lift berdua dengannya.

Shone membuka mulutnya kemudian menutupnya kembali, seakan ingin mengatakan sesuatu. Aku menoleh kearahnya sekilas kemudian pandanganku kembali lurus kedepan.

Lelaki berjambul disampingku menarik nafas dalam-dalam. "Tentang dua tahun yang lalu." Katanya.

Aku menggigit bibir bawahku, menahan air mata yang sudah hampir meluap. 'Aku harus kuat, aku tidak boleh menangis.' Batinku.

"Aku tidak pernah mencium Pin, Nam. Kamu salah paham."

"Omong kosong macam apalagi, Shone? Aku melihatnya sendiri!"

"Aku hanya-"

"Persetan dengan apapun itu, aku tidak peduli!" potongku.

Aku melangkahkan kakiku tepat setelah pintu lift terbuka. Shone masih berusaha mengejarku, memaksaku untuk semakin mempercepat langkahku.

Brak.

Aku menutup pintu apartemen dengan keras, sangat keras. Lelaki pertama yang mengisi hatiku itu masih berdiri didepan pintu apartemen, aku tidak akan membiarkannya masuk. Tidak akan pernah. Air mataku mengalir.

Shit, umpatku. Memory tentangnya kembali hadir satu persatu. Aku masih ingat, dulu aku sangat mengharapkannya, membuat diriku sendiri menjadi bodoh karena mempercayai buku 9 Resep Cinta Untuk Pelajar. Aku juga masih ingat betapa sulitnya merubah diriku sendiri menjadi cantik agar dia dapat membalas perasaanku.

Hasil memang tidak pernah menghianati usaha. Dia mencintaiku, aku tahu itu karena malam hari setelah aku mengaku mencintainya, aku mendapati buku yang berisi foto-fotoku didepan pintu rumah.

Aku tahu itu dari Shone. Dia mengaku mencintaiku lewat buku berwarnya cokelat miliknya. Setelah itu kami berpisah, aku pergi ke Amerika untuk menyusul ayahku.

Sembilan tahun berlalu, aku masih mencintainya. Shone terlalu sulit untuk dilupakan, mungkin karena dia cinta pertamaku. Kami tidak pernah saling menghubungi, sampai aku dipertemukan dengannya lagi disebuah acara TV saat aku kembali ke Thailand.

Semenjak itu semuanya berubah, hubungan kami berubah. Harapanku menjadi nyata, aku bersamanya meskipun kami menjalani long distance relationship.

First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang