Akhirnya pesta ulang tahun ku selesai juga. Aku hanya mengundang kerabat dekatku saja, oleh karena itu tidak terlalu ramai. Cukup dengan kehadiran mereka, aku senang.
Ini hari ulang tahunku yang ke-dua puluh. Awalnya aku tak ingin mengadakan acara, aku merasa sedikit malu karena kufikir, umurku sudah cukup dewasa.
Mereka satu per satu meninggalkan rumah ku, dan tertinggalah diriku, bi Surti, dan kekasihku, Anwar. Rencananya, setelah aku pergi membersihkan tubuh, kami ber-empat akan membuka hadiah-hadiah yang aku terima. Aku tidak sabar, jadi aku segera mandi dan menggunakan piyama tidur-ku.
Selesai mandi, kami berkumpul kembali di ruang tengah sembari memindahkan hadiah-hadiah yang dilapisi kertas kado dari kamarku menuju ruang tengah.
Ini bisa dikatakan banyak, karena aku hanya mengundang 25 orang dan bingkisan yang aku terima sebanyak 20 orang. Aku tak menyangka akan mendapat sebanyak ini.
Kami merobek satu per satu penghalang yang melapisi bingkisan tersebut sambil sesekali membacakan nama pengirimnya dan ucapannya.
Ternyata tidak sedikit yang memberiku perhiasan seperti kalung dan gelang. Mereka tau barang kesukaanku, hihi.
Kini tinggal tersisa satu kado, berlapisi kertas manila berwarna gold dan dengan bentuk persegi panjang namun tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Aku segera menggapainya.
Dengan rasa penasaran, aku perlahan menyobek ujung bingkisan tersebut.
Hey? Mengapa aku merasa jantungku berdetak lebih cepat?
"Srek.."
Aku merasakan jantungku berdetak lebih cepat lagi.
Aku mulai merasa ada yang tidak beres. Dengan tangan yang masih bergemetaran, kusobek lagi kertas manila yang menutupinya.
"Aaaaaaahhkkkkkkkk!"
Kurang ajar!
Langsung kucampakkan bingkisan yang kuterima itu, dan menutup wajahku, dan sesekali menutup kedua telingaku.
Badanku berguncang hebat, ini seperti deja vu.
"AAAHKKKK! BUANG KOTAK SIALAN ITU! BUANG!"
Mereka heran dengan sikapku. Anwar tampak khawatir, dia mendekatiku dengan rasa cemar.
"MINGGIR! JANGAN SENTUH AKU!!!!"
"CEPAT BUANG ITU!BUANG!!!!" Kemarin itu, aku merasa seperti bukan menjadi diriku sendiri.
Setelah kotak itu dibuang, aku menangis meraung-raung tanpa henti. Siapa yang berani memberiku hadiah seperti itu!
Aku yakin, dia pasti Robert. Lelaki tua bangka sialan. Akan kubalaskan dendam Ayah dan Ibuku!
Anwar perlahan mendekatiku, ia mendekapku dengan erat, menenangkanku. Aku menangis di pundaknya. Kemeja biru dongkernya basah dengan air mata ku.
"Ssstt, udah-udah. Jangan nangis lagi." Ia berusaha membuat ku tenang.
"Hkk..Ini ulah Robert..Hkss."
Malam itu, hari ulang tahun terburukku. Robert menghancurkan semuanya. Ternyata dia belum puas dengan ulahnya 3 tahun yang lalu. Anwar memang belum mengetahui kejadian tersebut, aku belum ingin menceritakan kepadanya, biarlah waktu yang memberitahunya.
3 tahun yang lalu, tepat saat di hari kelulusanku. Aku pulang dengan wajah bahagia. Ayah dan Ibu tidak berhenti memuji-mujiku saat kami berada di jalan pulang di dalam mobil.
Aku juga merasa senang tentunya, aku bisa berkumpul bersama Ayah dan Ibu. Jarak yang lumayan jauh memisahkan kami. Ya, Ayah dan Ibu ku berkerja di luar kota. Mereka pulang dua kali dalam seminggu dan cuma sehari saja.