Cast : Park Jimin & Min Yoongi (Park Yoongi)
Note: Disini Yoongi hanya berperan sebagai bagian dari serpihan memori Jimin. Jadi ini hanya menceritakan bagian Jimin saja.
_____________________________________
Angin malam mulai menusuk kulitku ketika aku menginjakkan kakiku di rooftop rumah. Kali ini cuaca tidak begitu cerah, langit malam hanya menampilkan beberapa taburan bintang yang tak begitu berkilau.
Seraya membawa coklat dan soda, aku duduk di atas atap dan beralih pada langit malam.
Ada satu bintang yang begitu terang, begitu bersinar diantara bintang lain. Dan aku hanya bisa menghela napas panjang. Entah kenapa, malam ini aku begitu emosional.
Aku pun mulai membuka bungkus coklat dan memakannya secara perlahan. Kembali kutatap langit. Tiba-tiba aku teringat satu memori yang selalu membuatku menangis.
Memori dimana ketika aku berharap orang itu datang ke acara perpisahanku. Berharap ia memberiku ucapan selamat, memberiku bunga lalu memelukku.
Namun ketika aku mengedarkan pandanganku, aku sama sekali tak menemukannya. Ia tak datang. Lalu teman-temanku datang, memintaku untuk ikut makan bersama disebuah restoran. Mereka mengajak keluarga mereka, namun aku tak bisa.
Park Yoongi.
Kakakku, sekaligus orangtuaku tak datang. Aku tak tahu kenapa, tapi aku sama sekali tidak marah.
Namun ketika sampai dirumah, aku langsung masuk ke kamar tanpa mengucapkan salam pada kakakku yang sedang berada di dapur.
Kakakku yang menyadari ada sesuatu padaku langsung menghampiriku. Ia bertanya kenapa, namun aku hanya mendiamkannya dan merebahkan diriku diranjang.
"Apa yang terjadi Jimin-ah?" Tanya kakakku khawatir.
Aku hanya menggeleng dan menenggelamkan kepalaku pada bantal.
"Jimin... Aku tahu kau ada masalah. Katakanlah, ada apa? Apa yang terjadi?" Tanyanya dengan lembut, membuatku luluh.
Dan pada akhirnya aku pun mengatakannya dengan mata berkaca-kaca.
"Kenapa kau tak datang? Kau tahu itu acara yang sangat penting. Seharusnya kau ada disana, memberiku ucapan selamat lalu memelukku. Kau seharusnya ikut dengan teman-temanku makan di restoran bersama keluarga mereka. Seharusnya kau datang hyung, kau satu-satunya yang kuharapkan, kenapa kau tak datang hyung? KENAPA?" Ucapanku berhenti ketika aku melihat ia menangis.
Ia memelukku dengan erat. Lalu berucap dengan nada penyesalan, "maaf Jimin. Aku benar-benar minta maaf," lalu ia kembali menangis.
Suasana itu membuatku ikut menangis. Lalu meneruskan perkataanku sambil terisak hebat.
"Aku iri hyung. Aku juga ingin keluargaku datang. Aku ingin seperti mereka. Aku tak berharap orangtua kita datang. Aku hanya berharap dirimu hyung. Kenapa tidak datang? Kenapa hanya aku yang tak didampingi oleh keluargaku sendiri? Aku merasa terasingi hyung, hanya aku yang tak ada walinya..."
"Maaf Jimin, aku benar-benar minta maaf," isakannya terdengar memilukan. Dan aku pun ikut terlarut dalam suasana yang cukup mengharu biru ditengah kesepian yang mencekam.
Lalu beberapa hari setelah itu, aku mendapati Yoongi kolaps, membuatku panik setengah mati. Lalu aku menelpon ambulans untuk membawa kakakku ke rumah sakit.
Beberapa saat kemudian, aku dipanggil seorang dokter ke ruangannya. Penjelasan dokter tersebut membuatku menyadari bahwa umur kakakku tak lama lagi. Kankernya sudah mencapai stadium 3, operasi pun percuma. Hanya menunggu waktu yang tepat untuk mengembalikan Yoongi ke sang Pencipta.
Aku pun keluar dengan langkah lunglai. Mendudukkan diriku di bangku taman rumah sakit, menikmati kesendirian yang menyapa hatiku. Tak ada lagi yang bisa ku perbuat. Yoongi sudah di ambang batasnya. Aku pun hanya berdoa, meminta sesuatu berupa keajaiban pada Tuhan.
Namun pada akhirnya, Tuhan sudah merencanakan semuanya. Beberapa bulan setelah Yoongi dirawat inap, ia pun menghembuskan napas terakhirnya di bulan Agustus, saat-saat dimana aku sedang dalam masa pelatihan disekolah baruku.
Dengan rasa tak percaya aku melangkahkan kakiku menuju kamar rawat Yoongi, memandanginya dengan tatapan tak percaya. Orangtuaku ada disana, sudah menangis sesenggukan.
Namun aku tak peduli, aku hanya terdiam membisu, tak menyadari air mata yang sudah mengalir deras dari mataku. Mataku hanya terpaku pada kakakku yang terbaring masih dengan alat bantu pernapasan.
Kenapa?
Pertanyaan itu menghantam isi kepalaku hingga membuatku mual. Hingga akhirnya aku pun memeluknya untuk yang terakhir kalinya dan mengucapkan kata maaf sebanyak-banyaknya sampai aku mengantarnya ke tempat istirahat terakhirnya.
Aku tak mengerti. Ketika ia akan dikubur di liang lahat, aku sama sekali tak menangis. Aku sedih, tentu saja. Hanya cairan liquid yang seharusnya mengalir deras sama sekali tidak keluar.
Aku hanya menatap kosong segala sesuatunya. Lalu acara setelah pemakaman selesai aku masih memandang hal lain hampa. Tak menyangka waktu memberhentikan nyawa kakakku. Setelahnya orang-orang mengucapkan bela sungkawanya yang sama sekali tak berpengaruh apapun.
Dan berakhir disini. Mengingat kejadian itu bagaikan menusuk jarum pada jantung. Seharusnya aku mengerti, saat dimana kakakku tak bisa datang ke acara kelulusanku, ia ternyata sedang menahan rasa sakit yang menyerang tubuhnya, membuatnya lemas dan sulit untuk berjalan.
Seharusnya saat itu aku tak menyalahkan kakakku.
Seharusnya aku tak membentaknya.
Seharusnya aku tak membuatnya menangis.
Seharusnya aku mengerti.
Terlalu banyak kata seharusnya yang memang sebaiknya tak kulakukan. Kata itu seakan mengejek diriku yang bodoh.
Aku pun kembali menangis. Menangis hingga meraung pilu membuat suaraku serak. Tapi aku tak peduli. Tidak bisakah waktu mengembalikan semuanya yang telah hilang?
Aku bukan lelaki lemah. Aku hanya membutuhkan waktu untuk benar-benar melepasnya pergi. Merelakannya ke tempat seharusnya.
Menutup mata, mengakhiri tangisanku malam ini. Aku kembali menatap bintang yang paling terang seakan itu adalah kakakku, lalu berbisik lirih.
Setelahnya, aku kembali masuk kedalam rumah, mengistirahatkan tubuh, pikiran dan hatiku. Berharap esok sudah membaik.
'Maafkan aku Yoongi hyung, tenanglah disana. Aku menyayangimu.'
>>END<<
P.S : Ini aku nyelesain cuma sejam. Dan kalo boleh jujur, ini adalah kisah nyata dalam hidupku, hanya saja yang meninggal bukan kakakku, tapi orang yang sudah melahirkanku.
Maaf kalo gak ada feelnya. Aku gak berharap ada yang vomment. Tapi kalo ada yang vomment aku bersyukur mereka mau baca dan vomment cerita yang nyerempet ke curhatan ini.
Udah segitu aja. Terima kasih^^
KAMU SEDANG MEMBACA
You're So Hard To Forget /Oneshoot
Random"Aku hanya butuh waktu untuk mengikis memoriku tentangmu Dan aku hanya butuh waktu untuk melepasmu pergi" -Park Jimin-