Worth It

15.5K 1.4K 94
                                    

Perfect someone still need the others, right?

....

Namaku Kirena Kleantha. Aku mahasiswa tingkat 2 jurusan psikologi. Rutinitasku tidak jauh berbeda seperti mahasiswa lainnya. Tapi aku memiliki satu kebiasaan yang pasti ku lakukan. Berdiam diri di perpustakaan sebelum pulang. Karena membaca merupakan hobiku. Lalu disana.. Ya. Disana tepat setelah aku keluar dari perpustakaan, aku melihat dirinya yang kini sedang terduduk di lantai lorong dekat pelataran parkir dengan buku dan alat tulis yang berserakan. Aku tidak tahu dia memiliki masalah apa hingga tiap kali aku melihatnya dia selalu berposisi seperti itu. Dia Alardo Lucifer mahasiswa teknik yang terkenal aneh. Ya. Hanya itu informasi yang kudengar dari teman-temanku.

Aku pun berjalan mendekatinya. "Hei.. butuh bantuan lagi?" ujarku tersenyum sambil membantunya. Dia hanya terdiam dan menunduk seperti biasa. Ku berikan buku-buku dan peralatan tulis yang telah kurapikan padanya. Dan kau tahu? Setelah menerimanya ia langsung pergi meninggalkanku yang masih berlutut dilantai tanpa melihat dan mengatakan apapun padaku. Aku menghela nafas. Lagi-lagi seperti ini. Aku menghela nafas dan tersenyum kecut. Mungkin dia pemalu, batinku menghibur. Aku pun langsung berdiri dan melanjutkan perjalananku menuju parkiran mobil.

....

Aku keluar dari mobilku dan melangkah masuk menuju cafe langgananku. Mataku segera memindai tempat duduk favoritku yang ternyata masih kosong. Dengan cepat aku menghampiri tempat tersebut. Aku berfikir.. Apakah mereka -para pelayan tahu jika ini merupakan tempat duduk favoritku? Karena aku selalu mendapati kosong tiap kali aku datang ke kafe ini. Ingatkan aku untuk memberikan tips pada pelayan di sini.

Aku melihat sekelilingku. Berpasangan. Berpasangan. Dan berpasangan. Hanya segelintir orang kantor atau pekerja lain yang sekedar bersantai mengistirahatkan tubuh mereka. Ya tuhan. Bahkan ini baru sore hari, bagaimana malam? Batinku tersenyum kecut. Oke. Maafkan atas sikap sinisku melihat lusinan pasangan malam minggu. Mungkin ini karena efek.. lapar? Entahlah aku tak peduli.

Baru saja aku ingin memesan, tiba-tiba sudah datang pelayan yang membawa pesanan dan meletakkannya di mejaku. Aku mengernyit bingung. Kapan aku memesan? Dan lagi.. pesanannya sama seperti yang ingin aku pesan. Oh.. apakah mereka sungguh ingin tips dariku sehingga melayaniku layaknya tamu VIP? Pikirku sambil memiringkan kepala melihat ke arah pelayan tadi.

"Hei" sapa seseorang membuyarkan pikiranku. Aku mendongak mentapnya. Aku terkejut mendapati Alardo yang menunduk menatapku malu-malu. Aku bertanya-tanya, apakah ia berbicara padaku? Mulutku sudah terbuka ingin menjawab, tapi tak ada satu patah katapun yang keluar dari mulutku.

"Apa.. aku mengganggu?" tanyanya resah. Aku melihatnya memainkan jemarinya. Dia gugup.

Aku berdiri dari tempat dudukku. "Hai" balasku tersenyum padanya. "Kau tidak mengganggu sama sekali. Silahkan duduk"

Jujur aku kaget melihatnya berbicara kepadaku. Ini pertama kalinya aku mendengar suaranya. Berat dan.. lucu? Ya. Intonasi yang dia gunakan membuatku tersenyum. Setelah dia kupesankan makanan kami pun berbincang. Dari perbincangan ini aku mengetahui banyak hal. Bisa dibilang dia.. fansku? Aku kembali tersenyum mengingat usaha dia memesankan makanan dan bangku ini untukku. Oke. Abaikan tips bagi pelayan tadi. Mari mendengar lanjutan ceritanya.

"Di perpustakaan, pertama kali.. saat itu aku sedang kebingungan. Lalu kau tiba-tiba datang. Menghampiriku dan membantuku. Kupikir setelahnya kau akan mencemoohku melihatku yang pergi tanpa ucapan terima kasih."Ia menjeda ucapannya dan memainkan tangannya. "Kau bahakan melemparkan senyum padaku dan tidak berkomentar apapun mengenai aku yang aneh. Aku sempat menoleh padamu. Tiga kali setelah kau membantuku, ku putuskan mencaritahu tentangmu dengan mengikutimu." Lanjutnya bergerak gelisah. "Aku juga.. membuat diriku seakan akan kesusahan setiap kali kau lewat. Aku sengaja melakukan itu. Aku tahu kau akan menolongku." Ujarnya menunduk menyembunyikan wajahnya. Aku tersenyum melihat wajahnya yang memerah. Sejujurnya aku kaget mendengar pengakuannya. Aku tertawa mengingat bahwa kejadian tersebut adalah drama yang disutradarai olehnya.

"Aku hanya ingin dekat denganmu. Kau.. kau satu-satunya orang yang peduli padaku disaat orang lain mengabaikanku. Maaf jika saat itu aku tidak berbicara sepatah katapun. Aku ingin sekali. Tapi aku.. takut. Takut kau ikut menganggapku aneh. Aku takut.." ujarnya terputus. Ia semakin menunduk dan memainkan tangannya dibawah meja. Suaranya mendadak parau. Aku merasa simpati padanya, tapi aku juga merasa bingung akan permasalahannya. Tanpa kuminta, seperti sadar akan kebingunganku, ia pun menceritakan semuanya padaku.

Aku tersenyum dan menggigit bibir menahan isakkanku. Dadaku sesak mendengar pengakuannya. Dia. Dia mengidap Syndrom Asperger. Ya Tuhaan.. dimana kepekaanku? Mengapa aku yang Mahasiswa Psikologi malah tidak menyadarinya? Dia bukannya malu, tapi dia menutup diri. Dia bukannya tidak bisa berbicara tapi dia takut. Orang tuanya bercerai lantaran Ayahnya malu mempunyai pewaris yang cacat. Ibunya meninggal setelah satu tahun perceraian karena stress ditinggal suaminya. Dia sebatang kara? Tidak. Dia dididik dan dibesarkan oleh Neneknya. Ku ucapkan puji syukur dan keberkahan untuk Neneknya. Doaku sambil memejamkan mata.

"Kau mau memaafkanku?" lanjutnya menatapku. Aku tersenyum melihatnya menatapku dengan takut-takut. Tentu saja aku memaafkannya. Lalu aku melirik rentetan tulisan tinta hitam yang sangat kecil memenuhi kedua telapak tangannya hingga pergelangan. Aku tersenyum getir. Bahkan demi berbicara kepadaku dia rela mengotori tangannya dengan tulisan yang aku yakini dialog yang akan ia sampaikan kepadaku.

"Tentu saja aku memaafkanmu." Ujarku seraya menarik tangannya dan membersihkan tangannya dengan tisu basah yang kubawa. Ia sempat terkejut dan menarik tangannya kembali tapi aku menahannya.

"Kenapa kau mengotori tanganmu, hm?" tanyaku lembut.

Ia terlihat ragu-ragu menjawab pertanyaanku. "Aku hanya tidak ingin kau menganggapku aneh. Apa aku salah?" Tanyanya gelisah.

Aku menggelengkan kepalaku tersenyum dan menatapnya. "Dari pada aneh, bagiku kau unik." Ujarku menggenggam tangannya. Aku melihatnya menatapku ragu. Tatapan nya.. sungguh aku menyukainya. Tidak ada tatapan mesum dan menggoda seperti pria lain kala ia menatapku. Dan warna matanya yang berwarna biru laut, membuatku tenang dan nyaman untuk menyelam ke dalamnya. Selain itu, aku juga tidak menemukan adanya lusinan dendam atau kebohongan di matanya. Dia murni, jujur, dan polos. Oh.. jangan lupakan bahwa ia juga cukup menggemaskan. "Aku nyaman berbicara denganmu." jelasku sambil tersenyum menatap matanya. Refleks dia memalingkan wajahnya menatap sekelilingnya selain diriku. Dia merona. Aku tertawa dalam hati sembari mengusap lembut kedua tangannya yang kugenggam.

"Apa menurutmu.. aku bisa berguna untukmu dan yang lainnya?" tanyanya yang sudah menghadapku tanpa menatapku. Dengan ragu-ragu ia membalas perlakuanku dengan kaku. "Kata orangtuaku.. aku tidak sempurna. Aku ditinggal karena tak berharga," Ia meremas tanganku. Pandangan matanya sendu. Oh tuhan. Tolong jaga pendengarannya agar ia tak mendengar kata kata menyakitkan lagi.

Aku mengulurkan tanganku untuk mengusap rambutnya. "Hei.. aku juga tidak sempurna. Buat apa sempurna? Kita ada untuk saling melengkapi bukan?" Ujarku tersenyum. Ia sempat kaget menerima perlakuanku. "Dan jangan pernah sebut dirimu tidak berharga. Buat apa tuhan menciptakanmu jika kau tidak berguna?" Ia menatapku dan kubalas tatapannya. "Kau memiliki peran, Al."

Ia menundukkan wajahnya dan terdiam. Cukup lama. Kupikir ia sedang mencerna kalimatku. Diluar dugaan aku melihat Alardo tersenyum dan bergumam lirih "Aku.. berharga."

T.H.E E.N.D

Maaf kalau aneh. Aku belum berpengalaman menulis. Terima kasih telah membaca.

🎉 Kamu telah selesai membaca You Worth It (GA My Devil Butler - Queen Nakey) 🎉
You Worth It (GA My Devil Butler - Queen Nakey)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang