"Desta Alviano!" suara Bu Novi, guru sosiologi menggelagar di seluruh kelas. ia baru saja melempar penghapus papan tulis yang sudah berdebu hitam ke arah Desta. ya, Desta. dia sedang tertidur lelap dan tidak sadar akan Bu Novi yang sudah membabi buta.
seisi kelas hanya bisa diam, tidak berkutik. semua tau bagaimana guru Sosiologi ini kalau marah. dan semua orang tidak ingin ikut mencampuri urusan beliau.
tapi, aku tidak. aku menginjak kaki Desta yang berada dikolong meja dengan keras.
"Aw! sakit Sara" ucapnya geram.
aku berbisik ke arahnya, "lo punya urusan sama Bu Novi"
setelah aku mengucapkannya, Bu Novi sudah berada di samping Desta. dengan tampangnya -yang membuat orang antara takut dan kesal, ia menjewer kuping Desta. kutebak, rasanya pasti sakit sekali. kelihatan sih dari mimik mukanya. uh
---
"sial banget gue, najong" aku tertawa melihat tampang Desta yang sudah mangut mangut karena kesal.
saking kesalnya ia mencubit pinggangku, "sakit Des ih" aku memukul punggung tangannya yang tadi baru saja menyubitku.
"iseng sih lo." jawabnya sok acuh tak acuh.
aku membalasnya, "peduli apa"
di persimpangan koridor aku tidak sengaja menubruk salah satu adik kelas. aku tidak sempat minta maaf, karena sudah ditarik duluan oleh Desta. tapi, aku masih mengingat jelas wajahnya -yang kurasa aku mengenalinya.
"Ah Des, lo mah kebiasaan." kataku setelah mengambil bangku duduk di depan Desta.
"kebiasaan apasih?" tanyanya yang sambil memesan jajanan di kantin. "lo yang bayarin ya." katanya lagi.
aku mencubit lengannya dengan kesal. kesal, karena diacuhkan -maksudku pernyataanku tadi. yang kedua, dia asal minta aku yang bayarin, padahal ini jadwalnya Desta yang bayarin jajan.
"lo kenapa sih ah?" dengan tampang sungutnya Desta berdecak kesal kearahku. padahal aku yang lebih dulu kesal kepadanya.
"bayar aja sendiri." ucapku acuh tak acuh.
"duh ngambek dah, monyet cantik." ia meledekku dengan memainkan sedotan dari minumannya ke arahku. saat itu juga aku melihat anak tadi -ah iya anak tadi! aku terus melihatnya sampai ia masuk kantin dan duduk bersama teman temannya.
"ngeliatin apaan sih?" tanya Desta dengan nada penasaran, dan mengikuti arah pandangku.
aku tersenyum kearahnya yang dibalas kerutan di dahinya. "tadi perasaan lo ngambek sama gue nyet." ucap Desta yang sekarang melirikku layaknya penyelidik.
"kenalin gue Des" kataku yang masih menaruh senyum lebar di bibirku.
Desta mengangkat alisnya, "dih emang ada yang mau kenalan sama lo." tepat saat itu juga makanan pesanan Desta datang.
aku meliriknya heran, kok makanannya hanya satu. berarti anak ini tidak memesankan makananku. berarti anak ini -berarti -berarti dia memang menyebalkan hari ini.
"ah ngeselin banget sih lo. mana makanan gue mana? udah minta bayarin lagi, gue ogah amit amit bayarin lo. udah gak mau ngenalin gue sama orang. ah kesel ah sama Desta. bayar sendiri pokonya kalo gue pesen sendiri, gue ngambek sama lo. gue bete." aku melipat tangan di depan dada, dan membentuk muka cemberut. Desta hanya melihatku dan ia menahan tawa sampai makanannya mau muncrat. jorok
"jangan ngambek ah monyet cantik. perasaan lo baru aja tadi nyengir ke gue, sekarang udah tampang kayak gitu, haha mirip monyet beneran." ia makin tertawa dengan candaannya sendiri. aku yang makin kesal mencubiti lengannya terus menerus.
"kesel banget Des gue hari ini sama lo" dan aku meninggalkan Desta di kantin sendirian, dia pun meneriaki namaku dengan suaranya yang super duper unyu. alias kebalikannya.
---
bel pulang sekolah sudah berbunyi. daritadi aku mengacuhkan ocehan Desta, tidak menjawab semua pertanyannya, tidak berbicara sedikit pun.
"ih monyet cantik masih ngambek dah." katanya yang menjegatku keluar pintu kelas. "ih monyet cantik entar ga pulang bareng nih." ia terus menjegatku agar tidak bisa keluar. tapi, karena teman kelasku yang pada rusuh ia malah kena gusur, dan aku berhasil keluar kelas.
"monyet ah masa lo masih ngambek sih, entar lo pulang sama siapa coba kalo ga sama gue." nih orang kalo udah rese ya tetep aja rese, rrr.
aku berbalik kearahnya, yang tepat berada di belakangku. "gue pulang sendiri." dan aku tidak mengacuhkan Desta yang memanggil-manggil namaku di koridor.
"Sara, masa lo ngambek lama banget sih." susul Desta yang sekarang sudah ada di depanku. aku ada di depan gerbang dan Desta lagi lagi menghalangi jalanku dan jalan semua orang. ia menarik tanganku ke arah parkiran, aku hanya mengikutinya karena aku tahu kali ini Desta serius. dengar saja tadi, ia memanggilku Sara bukan monyet cantik.
"Sara jangan ngambek plis ya. nanti gue dimarahin nyokap lo kalo ga nganter sampe rumah, terus tadi lo mau dikenalin sama siapa? asal orangnya ganteng gue kenalin deh." ia tersenyum lebar memegangi kedua lenganku untuk meyakinkan apa yang dia ucapkan itu adalah suatu kebenaran. bukan, bukan meyakinkan tapi ia hanya ingin sok bertanggung jawab ala Desta.
aku mengangkat sebelah alisku, "harus ganteng?"
ia mengangkat bahu, "buat perbaikin keturunan lo."
"ngaca woy."
ia tertawa terbahak-bahak di depan mukaku. "yes, lo udah ga ngambek lagi. ayo pulang."
"tapi ada syaratnya." ucapku acuh tak acuh.
Desta mengangkat sebuah alisnya, "apasih?"
"lo harus cari tau dulu yang tadi siapa ya. harus janji, kalo engga gue ngambek."
"dih ngambek mulu" cibir Desta.
"yaudah, pulang sendiri." ucapku, hendak meninggalkannya.
"eh jangan dong. entar nyokap lo bakal marahin gue." iya menarik lenganku.
aku menatapnya kesal, "yang dimarahin mama lo ini, bukan gue."
"aduh monyet cantik, iyadeh entar gue kenalin sama adek kelas itu." ia menepuk puncak kepalaku, dan tersenyum geli.
"udah ayo pulang, betah amat di sekolah."
KAMU SEDANG MEMBACA
heartbreaker
Teen FictionDear, Sara Alisha. ketika kekuatan sahabat sangat diperlukan, dan saat itu juga kekuatan sahabat diuji. maka apakah kita bisa saling melewati ujian kekuatan antar sahabat? Sahabat dan tetangga rumah lo, Desta Alviano.