Gadis itu mengingatkannya pada Lily. Rambut merahnya, ukuran tubuhnya yang mungil, suaranya yang lembut, caranya berjalan, persis seperti Lily. Tidak heran, ia cucunya. Cucu perempuan satu-satunya, anak Harry Potter. Memang tidak sepenuhnya mirip Lily. Oh, dia cerdas seperti Lily, benar. Tapi dia suka melanggar peraturan. Seperti kakeknya, seperti ayahnya, juga seperti kakaknya yang tertua, James Potter.
Dan sebentar lagi ia akan bertemu dengannya. Detensi tentu saja. Berkeliaran pada malam hari hanya untuk mengambil makanan di dapur bersama sepupu perempuannya, Weasley itu. Sayangnya gadis Weasley itu mengalami kecelakaan saat latihan Quidditch hingga ia tidak bisa melaksanakan detensinya. Malam ini, hanya dia dan Lily.
Ini pertama kalinya ia akan berada seruangan hanya dengan gadis Potter itu. Sebelumnya, ia selalu didetensi dengan kakak atau sepupunya. Membayangkannya saja membuat ia mendengus. Grogi hanya karena akan berada seruangan dengan murid kelas 3? Yang benar saja, sudah berulang kali ia mendetensi siswi berdua saja, namun ini berbeda. Ia akan bersama Lily. Ia tersenyum kecut menyadari kebodohannya. Ia tidak akan bertemu Lily-nya ia hanya akan bertemu Lily Potter, Lily yang lain.
Ketukan di pintu membuyarkan lamunannya. Ia menghembuskan napas pelan sebelum menyuruh sang tamu masuk. Seperti yang sudah diduganya, gadis Potter itu mendekat ke arahnya. Ia menyuruh Lily Potter duduk di depannya. Dipandangnya mata Lily, biru. Ia meyakinkan dalam hati. Itu bukan Lily, bukan Lily-nya. Mata Lily berwarna hijau. Ia memantapkan hatinya. Bukan Lily.
Gadis itu menatapnya tanpa takut. Tatapan yang sering ditunjukan Harry Potter padanya. Tipikal Gryffindor, tidak punya sopan santun.
“Salin catatan ini ke perkamen yang baru.” Severus mengulurkan gulungan perkamen tua. “Tulis dengan rapi, dan aku tidak menerima kesalahan sedikit pun.”
Ia melihat si gadis mencibir pelan kemudian membuka gulungan perkamen dan mendelik horror.
“Sebanyak ini?” Severus mengangguk. “Mana mungkin selesai.” Keluhnya.
“Itu semua tergantung padamu, Potter. Kalau kau memang ingin tidur malam ini, segera selesaikan tugasmu sebelum pagi.”
Lily mendengus jengkel, namun tetap menuruti permintaan sang guru. Menyalin tata cara membuat berbagai macam ramuan dari perkamen lama ke perkamen baru. Bukan tanpa alasan Severus menyuruh Lily menyalin catatan itu, ia hanya ingin Lily lebih banyak belajar lagi. Karena meskipun ia cerdas –mudah menangkap penjelasan guru- ia tidak lebih rajin dari Pamannya, Ronald Weasley. Dan itu yang membuat Severus semakin heran. Meski Lily malas, ia selalu menjadi juara pertama seangkatannya. Entah karena Lily yang pintar atau teman-temannya yang terlampaui bodoh untuk mengalahkan gadis malas sepertinya.
Kemalasan itu juga semakin mempertegas perbedaan diantara mereka. Lily-nya sangat rajin. Ia tidak akan melewatkan sehari pun tanpa belajar. Severus semakin meyakinkan hatinya kalau Lily bukan Lily.
Ah, tapi hal itu tidak membuat Severus melupakan kemiripan Lily dengan Lily. Bagaimana dengan rambutnya? Cara berjalan? Suaranya? Severus mendengus keras. Ia tidak bisa melupakan itu, ia tidak bisa menghilangkan kesan Lily dalam diri gadis itu.
Suara gedebug pelan membuyarkan lamunannya. Lily telah tertidur di meja. Severus melirik jam, jam 11 malam. Sudah 3 jam ia habiskan untuk memandangi Lily Potter. Ia bangkit dari duduknya, memutari meja ke arah Lily. Ia mengangkat Lily dengan hati-hati, dan merebahkannya di sofa. Ia masuk ke kamarnya untuk mengambil selimut dan bantal.
Ia memandangi wajah polos yang tertidur di hadapannya, menyingkirkan rambut yang menjuntai di wajah Lily. Semakin ia memperhatikan, semakin banyak kemiripan yang ditemukannya dengan Lily. Hidungnya yang mancung benar-benar replika hidung Lily. Mulutnya yang mungil adalah mulut yang sama seperti mulut yang tak hentinya bertanya padanya dulu.
Senyum kecil terukir di bibir tipis Severus. Senyum langkanya ia berikan kepada sosok Lily mungil yang sedang tertidur di sofanya. Ia mengecup dahi Lily pelan. Sekeras apapun Severus menyangkal, gadis ini memang mirip dengan Lily. Karena ia memang Lily. Cucu Lily, cucunya juga.
aduh,, ini cuma tulisan tidak penting yang saya buat ketika saya sedang bete -,- sebenarnya mau post di FF.net, tapi saya ingin mencoba lewat watty dulu. Karena ini cerita pertama yang saya post selain di FB,