#Still_

691 49 4
                                    

#STORY 1
February, 6 2001

AUTHOR POV_

Ruangan itu tidak lebih besar dari ukuran kamar perempuan berambut panjang yang duduk di sebelah lelaki manis dengan gigi anak-anak. Alba.

Mereka berdua ditemani beberapa kawan kerja lainnya sedang menikmati waktu istirahat. Meski hanya dengan secangkir kopi hangat dan bakwan yang sempat dibeli dari mas jajanan yang lewat beberapa menit lalu.

"Kalo alba mah sukanya agak bedaan dari aku, Damian." ungkap Kaditha.

"Contohnya?" tanya Damian. Matanya melirik Alba sekilas sambil tersenyum penuh arti.

"Aku suka hal yang creepy-creepy gitu." aku Alba.

Kaditha menimpali. "Aku suka yang fantasy. Nah, bedakan? Nonton yang horror mah aku gak pernah berani."

Damian menyesap kopinya lalu menyodorkan ponselnya kepada Alba hingga membuat kedua alis perempuan itu terangkat sempurna. Tanda bingung.

"Nomer hape kamu."

"Hah? Ngapain?"

"Genre film kesukaan kita sama. Kalo ada waktu entar aku ngajak kamu nonton."

"Widihh!" seru kaditha dengan kening berkerut. "To the point banget. Inget, Ba."

Damian yang tidak mengerti maksud 'inget, Ba' hanya memandang dua perempuan di hadapannya. Lalu ternyata Alba sudah menulis nomornya.

"Ini. Arun kemana?"

Damian menatap Alba. "Katanya dia free sementara ini jadi pengen kemana gitu gak tau pastinya. Yang jelas dia bilang pergi bareng someone special."

"Wah rese tuh Arun gak ngajak, aku kan juga agak free sekarang." sahut Alba terlihat kesal. Lalu ia melirik jam tangannya. "Guys, aku balik duluan, ya?"

"Kok cepet banget?"

"Biasalah." Alba tertawa pendek di akhir kalimatnya begitupun Kaditha. "Bye, ya."

---

OKA POV_

Aku baru saja menuangkan minuman hangat di cangkir ketika seseorang memeluk pinggangku dari belakang. Terkejut? Tentu saja. Aku berbalik dan mendapati Alba tersenyum dengan mata terpejam.

"Sayang kapan baliknya?" kataku lalu mengecup keningnya sekilas.

"Baru aja kok. Coba..."

"Apa? Oh." Kulihat arah matanya menuju cangkir minumanku. Segera kuambilkan. "Masih panas."

Alba tidak peduli ucapanku. Ia menyesap minuman tersebut tapi lalu berhenti sambil mengusap bibirnya.

"Kan udah aku bilangin."

Ia hanya tersenyum. Kukecup bibirnya dan senyum itu semakin merekah. Perlahan ia mendekat dan melingkarkan kedua tangannya di pinggangku sementara kepalanya bersembunyi di leherku senyaman mungkin. Cangkir kuletakkan di tempat semula.

"Oka..."

Kupeluk tubuhnya erat. "Hmm?"

"Oka..."

Aku terkekeh karena tahu betul mengapa gadisku memanggil seperti itu. Kangen.

Entahlah apa ia juga tahu jika aku merindukannya lebih dari apapun. Selalu bahkan mungkin lebih dari rasa rindunya padaku.

Love Where stories live. Discover now