Kidnap?

77 3 3
                                    

Jam sudah menunjukan pukul 23.29, tapi belum ada satu orang pun yang muncul. Padahal, kami sudah berjanji untuk membuat sebuah proyek di sebuah rumah tua di dekat sekolah pukul 23.00.

Jujur, tempat ini seram. Bangunan tua dengan dua tingkat lengkap dengan cat yang terkelupas pada dindingnya, juga jendela di lantai dua yang terbuka lebar tertiup angin. Sampai berapa lama aku harus sendiri disini?!

.

Setelah menunggu beberapa saat, teman-temanku mulai berdatangan. Mulai dari sahabat baik ku, Diva, Dina, Yulia. Teman kami Faizal dan Yudha. Sampai cowok yang ku kagumi sejak semester satu, Alvian.

"Nabila, maaf lama ya? Tadi lama gara-gara Yudha telat," tutur Dina sambil meledek kearah Yudha. 

"Apa-apaan? Gara-gara kau ban motorku bocor!"

"Aku kan sudah minta maaf!"

"Tidak apa-apa," balasku dengan tersenyum -terpaksa-.

"Ngomong-ngomong, kenapa kita bikin proyek disini?" tanyaku kepada Faizal, ketua dari kelompok ini.

"Biar dapat kesan horror nya bil. Nah kalian cewek-cewek ngobrol aja dulu, kita beresin set," perintah Faizal yang langsung kami patuhi.

.

Setelah para laki-laki meninggalkan kami berempat, mulailah sesi gosip para wanita.

"Eh bil, kau masih suka dengan Vian?" pertanyaan dari Diva sukses membuatku blushing berat. Aku mencoba untuk mengelak namun Yulia sudah mendahului ku.

"Kau masih bertanya? Lihat saja wajahnya langsung sumringah ketika kau menyebut namanya," balas Yulia sambil tersenyum mengejek. 

"Apaan sih, aku tuh udah gak suk-"

Perkataanku terpotong akibat sebuah tangan yang tiba-tiba membekap mulutku dan bergegas menarik ku kedalam bangunan tua tersebut. 

Kemudian semuanya mejadi gelap, dan akupun tak sadarkan diri.

.

.

.

.

Gelap.

Itu hal yang pertama kulihat saat membuka mataku. Oh tuhan, aku lupa bahwa aku ini takut terhadap kegelapan. Aku pun mencoba untuk mencari saklar lampu, namun..

Ugh, sial, tangan dan kaki ku terikat dengan tali. Dan sekarang aku mulai benar-benar takut.

Tiba-tiba sebuah tv yang berada tak jauh dari tempatku diikat menyala, dan mulai memperlihatkan sebuah adegan di sebuah film horror yang tak ku ketahui namanya. 

Terpampang seorang wanita yang sedang diikat tangan dan kakinya dalam sebuah ruangan gelap, sama persis seperti ku. Terlihat sang wanita mencoba untuk melarikan diri, namun ia gagal. Dan tiba-tiba, ada seseorang yang masuk kedalam ruangan tersebut dengan memakai masker, dan kemudian-

BRAKK

Pintu didepan ku terbuka dengan paksa dan masuklah seorang laki-laki dengan memakai masker.

Aku pun ketakutan dan mulai memejamkan mata, berdoa agar apapun atau siapapun itu mau membebaskan ku dari sini. 

Tap tap tap

Ku dengar langkah kakinya semakin mendekat kearah ku. Aku pun semakin memejamkan mataku ketakutan.

Tiba-tiba, siapapun itu memilih untuk duduk disebelah ku. Aku mulai memikirkan hal yang tidak-tidak. Siapa orang ini? Kenapa harus aku? Aku ingin diapakan? Apakah aku akan ditemukan tewas keesokan harinya? Apaka-

"Takut ya?"

DEG

I-itu kan suara Vian? 

Akupun mulai membuka mataku perlahan, memandang sosok yang saat ini sedang duduk disamping ku saat ini. Ya, itu benar-benar Vian. Tapi, kenapa dia bisa tau aku disini?

Karena masih ketakutan, aku tidak membalas perkataan Vian,

dan sepertinya dia menyadarinya.

"Nyender sini," katanya sambil menyodorkan bahunya. Tunggu, apa-apaan, dia tiba-tiba datang dengan wajah tenang dan bersikap baik kepadaku. Apakah ini sebuah jebakan?

Akhirnya, dengan berhati-hati aku sedikit mencondongkan kepalaku ke arahnya. Namun tidak sampai menyentuhnya karena aku takut Dina, Diva, dan Yulia adalah pelaku dibalik semua ini. 

Namun tiba-tiba Vian menarik ku kedalam dekapan nya. Antara takut dan syok, aku ingin menangis di tangannya.

"Kalo mau nangis-nangis aja," ucapnya tiba-tiba. Alhasil akupun langsung menangis sesegukkan sambil bergumam tidak jelas. Vian hanya mendengarkan sambil melepas ikatan di tangan dan kaki ku.

Saat sudah merasa sedikit lebih baik, akupun mulai berani untuk menatap matanya. 

Dan oh my god dia sedang memandangi ku sambil tersenyum kecil. 

Oke, itu adalah salah satu eyecontact ter-awkward sekaligus memalukan dalam hidupku. Bagaimana tidak, saat ini aku sedang bertatapan dengan lelaki yang telah ku kagumi selama lebih dari 6 bulan ini dengan mata sembab sehabis menangis.

Kami terdiam dalam pikiran masing masing, tanpa melepas pandangan satu sama lain. Sampai tiba-tiba Vian mulai mendekatkan wajahnya kearah ku.

Sontak hal tersebut membuatku kaget, dan memejamkan mata karena takut. 

Tuhaan, apa yang akan dia lakukan? Mencuri first kiss ku? Atau ini pelecehan? Apakah aku harus berontak atau diam saja? Ah apa yang harus kulakukan?!

Tiba-tiba kurasakan wajahnya semakin dekat denganku, sampai tiba tiba-

BRAAK

Pintu depan itu terbuka dengan paksa -lagi-, dan muncul lah Faizal dan Yudha dengan tampang panik mereka. 

Sontak aku dan Vian langsung menjauhkan diri dari satu sama lain. Dengan wajah malu disertai dengan blushing yang hebat, Vian mulai membantu ku berdiri.

"Nabila, kau tidak apa-apa?!" tanya Faizal dengan panik. Aku hanya membalasnya dengan senyuman sambil mencoba berjalan keluar. 

Sial, kaki ku sakit sekali sehabis diikat seperti tadi. 

Tiba-tiba Vian mengalungkan tanganku di bahunya dan mulai menuntun ku keluar diikuti oleh Faizal dan Yudha.

"CUT!"  teriak Yulia sesampainya kami diluar. Aku pun kaget melihat sebuah kamera dengan tepat menyorot kami berempat.  Kulihat Yulia, Diva dan Dina sedang melihat rekaman tadi sambil tertawa kecil. 

Akupun hanya terdiam di bangku yang terdapat di depan bangunan tersebut.

Hah, sudah kuduga, ini semua hanyalah bagian dari proyek kami. Vian tidak mungkin melakukan hal tersebut kepadaku. Apa yang ku harapkan? Menyukai seseorang yang famous dan memiliki banyak fans, sepertinya mustahi-

"Bil, maaf ya," 

DEG

Tiba-tiba Vian duduk didepan ku sambil menatap ke tanah. Tunggu, kenapa dia minta maaf?

"Minta maaf soal apa?"

"Soal yang tadi, aku gak bermaksud buat berhenti," ucapnya yang sukses membuatku bingung. Berhenti?

"Berhenti ngapain?"

"Ini," 

Tiba-tiba dia mendekatkan wajahnya kearah ku.

Ya, yang ini sungguhan. 

Bukan karena proyek atau pun karena disorot kamera. 

Dan juga bukan seperti mimpi,

Finally.

Dream WorkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang