Prolog

45 5 0
                                    

Okey, " Birthday " terinspirasi dari ultah gue. Yup, hari ini gan. Ultah yang sering bertepatan dengan kondisi dompet yang tandus huft -.-

Terus tiba-tiba kepikiran buat berkarya *anjaaay*. Yaudah gue kasih judul Birthday aja. Dan maaf kalo nanti alur nya ngaco, bahasanya kurang greget, kurang dapet feel nya de el el. Sebab gue kalo nulis selalu setengah". Tunggu aja Future Husband gue kaya Lothar di Warcraft yang brewokan.

Jadi gue yang curhat yak. Kuy cekidot. Happy Reading Everyone ^^

Comment dan Vote nya yaaa

"Ayah !!" nada suaraku jadi melengking seketika saat Ayah menyemburkan air dari selang di halaman depan rumahku.

"Abis kamu nggak mau mandi. Disuruh Bunda susah banget. Ayah aja yang mandiin ya," tukas Ayah santai melanjutkan aksi jahilnya.

Aku dan Ayah memang seperti ini. Bercanda pun rela basah-basahan dan dilihat oleh tetangga yang berlalu lalang di depan rumahku sambil tersenyum melihat tingkah kami. Entah mereka ikut senang atau bisa saja dalam hati berkata, "Kurang kerjaan banget ini bapak,". But we don't care about that.

Kami tahan dengan ocehan Bunda yang panjangnya menyaingi gerbong kereta. Ditambah lagi abangku yang nggak kalah jahil dari Ayah.

Maaf, Bun, kami sering banget bikin Bunda marah, ngambek, dan sampai-sampai waktu itu Bunda nggak mau ngomong sama sekali gara-gara kami pecahin guci kecil kesayangan Bunda yang dikasih nenek.

Tapi dengan cara seperti ini kita bisa membangun harmoni dalam keluarga kecil kita. Keluarga sederhana yang penuh dengan nasihat Bunda, ketangguhan Ayah, kenakalan aku dan Bang Ravi, serta kasih sayang diantara kita.

Aku senang saat Bunda ngoceh-ngoceh menasihatiku dan Bang Ravi, itu tandanya Bunda sangat menyayangi kami. Bunda nggak mau kami tumbuh menjadi anak nakal, pembangkang, dan egois. Karena lewat nasihat Bunda, kami terus belajar. Belajar bahwa hidup ini adalah anugerah. Bahwa aku dan Bang Ravi adalah titipan-Nya. Sehingga Bunda berjanji akan selalu menjaga kami. Menjaga titipan-Nya sebaik mungkin.

Dengan tutur lemah lembutnya, tatapan teduh yang selalu berhasil membuat kami luluh, dan tangan halusnya yang selalu membelai lembut kepala kami.

Bunda tak pernah membentak. Ya, walaupun Bunda terkadang bisa jadi sangat bawel. Sama seperti Ayah yang selalu menasihati kami dengan gayanya yang lucu dan ceria.

Ayah adalah teman kami. Ayahlah yang paling tahu segalanya tentang anak-anaknya. Sebab aku dan Bang Ravi tak pernah sungkan menceritakan apapun pada Ayah.

Kami memang anak 'tukang ngadu'. Bukan karena kami takut dan cengeng saat kami bertengkar dengan anak tetangga. Namun, kami senang karena Ayah selalu respect dengan segala keluhan kami. Ayah akan dengan semangat membujuk anak-anaknya menjadi anak yang baik.

Sebab, Ayah selalu bilang bahwa kita tidak perlu membalas kejahatan orang lain.

Sampai saat ini. Tak ada yang berubah dari mereka. Walau kami sedang jatuh.

Dan aku masih belum bisa memaafkan diriku sendiri.

Karena keegoisanku di masa kecil. Merengek pada Ayah agar mau membelikanku kado ulang tahun. Ya, karena pada hari itu adalah hari ulang tahunku yang ke-8.

Mendengar aku yang terus merajuk dan menarik-narik lengan bajunya, Ayah jadi tidak konsen menyetir. Hampir saja Ayah menabrak gerobak siomay Pak Kardi yang tak pernah absen lewat di depan rumahku.

Lalu, Ayah pun menghentikan laju motornya. Dia menarik nafas panjang. Aku yang saat itu hanya ingat pada kadoku tak menghiraukan ekspresi Ayah yang mulai terpancing emosi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 14, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BirthdayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang