Siapa?

95 8 1
                                    

Aku baru berencana pulang dari sekolah ketika seseorang menepuk bahuku. Aku terlonjak dan berbalik menatapnya.

"Hey!" sapanya.

Aku masih berpikir ketika akhirnya dia bertanya, "kau tak ingat aku?"

Dahiku berkerut samar. "Siapa?"

"Kau sungguh tak ingat? Kita satu kelas di kelas Biologi. Namaku Mac." Ia mengulurkan tangannya.

Aku menyambutnya dengan senyum tersungging di bibirku. "Aku Ann."

"Kau sudah mengatakannya ketika berkenalan di depan kelas tadi," ucap Mac.

"Oh, iya, maaf akhir-akhir ini aku sedikit pelupa," aku tersenyum kikuk.

"Omong-omong kau tinggal di mana? Aku membawa motor, barangkali kau butuh tumpangan." Mac menawarkan.

Aku mengangkat bahu. Mana mungkin aku menerima tumpangan dari seseorang yang tidak kukenal. Maksudku, baru saja kenal. Yah sekalipun Mac teman sekelasku, tapi aku tidak bisa memercayainya begitu saja.

"Terima kasih. Mungkin lain kali." Aku berusaha menolaknya sesopan mungkin. Bagaimana pun aku ingin memberi kesan baik pada seseorang yang baru kukenal.

"Kalau begitu sampai jumpa." Mac melempar senyum. Aku melambai dan membalas senyumannya sebelum ia berjalan pergi ke parkiran.

Aku siswa baru di sekolah ini. Namaku Ann. Oh, aku lupa tadi sudah mengatakannya. Akhir-akhir ini aku kurang konsentrasi pada banyak hal. Terutama terhadap orang-orang di sekitarku. Mereka bilang aku sering melamun. Dan kadang-kadang aku tak menyadarinya.

Aku baru pindah beberapa hari ke Vancouver. Sebenarnya aku sudah menginginkan perpindahan ini sejak lama. Tapi Tuhan baru mengabulkannya sekarang.

Sejak nenekku meninggal, aku tak punya siapa pun di Indonesia. Ibuku sudah meninggal ketika melahirkanku. Sementara ayahku, entahlah, dia pergi ketika aku mulai masuk SMP.

"Ayah janji akan pulang. Jaga dirimu baik-baik. Ayah tahu kamu akan menjadi anak yang hebat." Itu kalimat terakhir yang diucapkannya ketika aku mulai dititipkan di kediaman nenek.

Akhirnya sekarang aku tinggal bersama bibiku di sini. Dia orang yang baik dan mengerti tanggung jawab. Dia perhatian. Aku menyayanginya sejak sadar bahwa ia tidak seberengsek ayahku. Yah, sekali pun mereka bersaudara, tak berarti harus sama 'kan?

Aku berjalan kaki ke rumah. Butuh waktu 20 menit untuk sampai di sana dan hanya beberapa menit jika dengan kendaraan.

Aku tengah melewati gang ketika menyadari ada sesuatu yang aneh. Aku merasa seseorang memerhatikanku. Tapi tak ada sesuatu apa pun yang terlihat mencurigakan ketika mataku menyapu sekeliling. Ini aneh.

Aku menatap langit. Mendung. Sepertinya akan turun hujan. Aku sedikit berlari, mempercepat langkahku. Aku tak mau tersiram air hujan. Sejak dulu aku benci hujan.

Tepat ketika aku mencoba memutar knop pintu, sesuatu yang aneh itu semakin terasa. Aku bahkan nyaris mendengar detak jantungku sendiri.

Sekali lagi, kuedarkan padanganku melihat sekeliling. Dan hasilnya sama. Aku tak menemukan apapun.

Mungkinkah ... entahlah. Aku hanya perlu masuk rumah, dan menganggap semuanya baik-baik saja seolah tak ada apa pun.

Bersambung....

BLOOD [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang