Jangan Ganggu Aku

43 7 0
                                    

Aku baru saja keluar dari kamar mandi ketika lampu di kamarku tiba-tiba mati.

Ah, sial. Aku takut gelap. Seseorang atau apapun bisa melakukan apa saja ketika gelap. Sementara aku tak melihat mereka, bisa saja ada yang menancapkan belati ke dadaku. Kemudian aku tak bisa melakukan apa pun karena gelap. Dan dia membunuhku perlahan dengan memutilasi bagian-bagian tubuhku.

Keesokan harinya Luke dan ibunya akan menemukan potongan-potongan tubuhku di kamarku sendiri. Kepalaku menggelinding dari balik pintu, dan darah berceceran di mana-mana.

Aku bergidik memikirkan kemungkinan buruk itu. Sudah menjadi kebiasaanku berpikir berlebihan seperti ini dan malah menakuti diriku sendiri.

Aku berbaring di atas ranjang dengan selimut menutupi seluruh tubuhku. Apa pun alasannya aku tak mau membuka selimut itu sebelum lampu di kamarku benar-benar sudah menyala.

"Ann!"

Aku terhenyak. Rasanya mengerikan mendengar seseorang memanggil namaku saat gelap.

"Luke?" Aku berteriak dengan tubuh yang masih tertutup selimut.

Kemudian aku mendengar pintu dibuka dan seseorang berjalan ke arahku.

Seseorang menarik selimutku dan aku langsung terduduk karena kaget. Ternyata lampu sudah menyala. Aku bernapas lega begitu melihat Luke duduk di tepi ranjang. Wajahnya menunjukkan rasa khawatir. Aku berhambur memeluknya.

"Are you okay?" Luke berbicara pelan di telingaku.

"Aku takut gelap." Aku memberitahunya.

"Benarkah?"

Sepertinya Luke merasa ini mulai menarik. Ia melepas pelukanku. Dan seperti menahan tawa, Luke bertanya, "Kau sungguh-sungguh takut gelap?"

Aku hanya mengangguk. Kemudian tawa Luke menggelar.

Apanya yang lucu?

"Ini tidak lucu Luke!" Aku memutar bola mata.

Luke sepertinya tak mendengar apa yang kukatakan. "Mom menyuruhku memanggilmu untuk makan malam. Jadi, ayo!"

Aku segera mengikuti Luke yang berjalan ke arah pintu.

Namun lagi-lagi aku merasakan sesuatu yang aneh ketika melewati daun pintu. Rasa diawasi itu terus ada meski pun aku sudah pindah ke Vancouver. Tadinya waktu di Indonesia, kupikir seseorang memata-mataiku. Dan sekarang aku tak yakin bahwa dia seseorang. Lebih tepatnya, dia mungkin bukan orang.

"Kau kenapa?" Luke menyadari langkahku terhenti dan ia pun ikut berhenti.

"Wajahmu pucat, Ann. Kau sakit?"

Aku tertunduk dan menatap jari-jari kakiku. Ingin rasanya aku bertanya, apa kau merasakan sesuatu yang aneh, Luke?

Tapi dilihat dari ekspresinya, Luke tak menunjukkan ekspresi lain selain merasa khawatir padaku.

"Aku tidak apa-apa. Mungkin aku sudah terlalu lapar. Jadi ... ya aku baik-baik saja. Maksudku, aku tidak sakit."

Beruntung Luke tidak peka, sama seperti kebanyakan cowok pada umumnya. Jadi dia tidak curiga aku berbohong. Singkatnya dia langsung percaya begitu saja dengan yang kukatakan.

Aku mendapati bibiku tengah duduk sendirian di meja makan. Dia langsung menoleh ke arah kami begitu mendengar suara langkah kaki.

"Kenapa kalian lama sekali?"

"Maaf, Mom. Ann tertidur dan aku harus membangunkannya," jawab Luke.

Aku memberinya tatapan kenapa-harus-berbohong?

Luke hanya mengangkat bahu seolah berkata terserah-aku.

Aku menarik kursi dan duduk berhadapan dengan bibiku. Sementara Luke mengambil tempat di sebelahku.

"Omong-omong bagaimana sekolahmu, Ann?" Bibi Caitlin melempar pertanyaan padaku. Namun perhatiannya masih tertuju pada makanan di piringnya.

Aku mengangkat bahu, "Biasa saja."

"Yang benar saja?" Bibi Caitlin mengerutkan keningnya. "Kau hanya berkata 'biasa saja' padahal ini hari pertamamu sekolah di sini. Seharusnya kau bercerita panjang lebar. Bagaimana suasana di kelas misalnya. Atau kau berbicara teman-temanmu, apakah mereka ramah atau semacamnya. Atau kau bercerita tentang cowok ganteng yang kautemui di sekolahmu." Bibi Caitlin mengakhirinya dengan tawa.

Terserahlah apa yang dikatakannya. Dia selalu heboh seperti biasa.

Selesai makan malam, aku langsung naik ke kamarku dan berniat tidur. Lama berbaring di atas ranjang dan menatap langit-langit kamar, aku sadar aku tak bisa tidur. Aku sudah memejamkan mata berkali-kali. Dan entah kenapa rasa takut itu muncul lagi dan lagi.

Aku takut makhluk itu bisa menjadi lebih berani padaku ketika aku tertidur.

Aku tak mengerti mengapa ia mengawasiku, mengikutiku ke mana pun. Aku takut karena aku sendirian, aku selalu sendirian. Aku tak punya tempat bersandar, tak punya seseorang yang bisa kupercaya di dunia ini.

Bersambung....

BLOOD [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang