#1

20 2 0
                                    

-Rahma POV-
Suara dengung  mengusik ketenangan Kota Bandung. Kala itu, pesawat andalan Britania Raya membelah cakrawala, membuat awan membentuk jalur lintasannya.

Satu.

Dua.

Tiga.

Sebanyak tiga pesawat?! Untuk apa...

Aku segera bergegas bersiap. "Bu, Rahma pergi dulu, assalam-"

"Eihhh, mau kemana, neng?" Teriak ibu dari belakang rumah. Tak lama, muncul sosok bersahaja seorang ibu, sembari mengelap tangannya asal ke samping yang dililitkan sekitar pinggangnya. "Sebentar lagi bapak pulang, jangan buat masalah, Rahma."

"Rahma hanya pergi mengunjungi Arum, Bu. Rahma tidak akan pulang larut," janjiku pada ibu sambil tersenyum meyakinkan beliau.

Terdengar helaan napas, namun diiringi senyuman. "Baiklah, jaga diri baik-baik, Rahma," Ibu mengusap pelan bahuku, "Sampaikan salam Ibu untuk Arum, ya?"

Aku hanya tersenyum menanggapi.

Setelah mengucap salam, aku bergegas ke rumah Arum. Langkahku besar-besar, ingin meledak rasanya jika harus berlama-lama lagi.

—————————————————————

-John POV-
Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda

Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dada ku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku

Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita, Mati datang tidak membelah...
(Chairil Anwar, 1944)

Aku hidup untuk sastra. Entah itu harta kekayaan atau kekuasaan dan kehormatan, aku tidak tertarik.

Dad terus menerus memaksa untuk sekolah di kampung halaman kami di Inggris. Kemudian apa? Mengikuti pelatihan militer seperti kakakku dan menjadi 'penjajah' tanah milik bangsa lain seperti dad? Tentu saja tidak, aku telah jatuh cinta pada keunikan sastra di bumi Hindia ini. Rasanya seperti ada sebuah spirit, kekuatan magis, ah pikir apa aku ini. Mungkin karena terlalu lama hidup di negri tradisional, yang masih kental adat, budaya dan kepercayaan pada hal-hal mistis, aku jadi tethipnotis. Tapi aku merasakannya di setiap karya sastra bangsa pribumi, bukan hanya dibuat untuk menyuarakan pendapat, perasaan, ide, bukan. Apalagi dengan alasan komersial, sastra ini tidak dibuat untuk komersial, kesenangan atau popularitas semata. Lebih seperti ada tujuan lain, yang selalu membuat dadaku bergetar, berdebar dan terbakar membara, padahal itu puisi cinta yang mendayu mesra.

"Psst... John, psst..."

Ah, itu pasti Rudi, sahabat baikku. Segera aku mencari kain berwarna kuning. Tunggu, kain kuning berarti dia harus menunggu sementara aku memeriksa keadaan. Kain putih berarti kebebasan dan kain merah berarti 'Pergilah, Sialan! Lari sejauh yang kau bisa.'

Ayah sedang bermain catur haji bersama Mang Asep. Baiklah, kain putih siap untuk diisyaratkan.

—————————————————————

Karmilla POV

Cih~

Matahari begitu terik, padahal kemarin kemarin hujan deras sepanjang lintang Jawa Barat. Daun-daun terlihat berkecukupan dengan sisa air hujan tadi malam, namun juga tersinari matahari dengan baik. Lalu sejak kapan kucing-kucing kampung ini begitu berisi tubuh-tubuhnya? Alam ini. Pemandangan ini. Keindahan ini. Cih, seakan mengejekku yang berlarut dalam pesakitan tak berujung.

Ku tatap langit sekilas.

Lagi, ku tatap lagi.

Lebih lama, menghela napas gusar tak meredakan napasku yang memburu, memelototi langit. Beranggapan dengan tatapanku langit rontok. Menimpaku, menimpa kami semua. Tak ada yang bisa menghentikanku, terus saja ku pelototi, sampai perih rasanya mata ini, pening, dan pegal di leher. Biar saja sakit, biarkan aku kesakitan, agar tidak terlihat sakit pada mental ini.

Hah! Hampir gila rasanya. Bukan malu, karena harus kembali kerumah orang tuaku. Bukan sedih karena suamiku meninggal yang bahkan usia pernikahan kami belum penuh bulan purnama. Ini perasaan setan. Jangan didukuni, aku akan menghantui bangsa bangsat itu!

—————————————––———————

Ah, long time no c fufufu maafkan updatenya lama dan semoga terhibur yaa:)

Jangan lupa vote sama comment juga. Happy reading~~

ig: kabinayyaa

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 02, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bandoeng 1946Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang