· three ·

210 25 6
                                    

Sarah terbangun. Melihat tempat tidurnya yang kosong, rasanya seperti ada sebuah tamparan keras pada perasaannya.

She doesn't feel well today.

Tangan Sarah merambat menarik pelan rambutnya, kepalanya terasa pening. Perutnya seolah bergejolak sehingga membuatnya mual.

Sarah ingin tidur lagi, tetapi aroma manis mulai menggelitik hidungnya. Karena penasaran, dia berjalan ke dapur dan menemukan Niall yang sedang menata wafel di atas piring seraya bernyanyi dengan keras.

Menyadari kehadiran Sarah, Niall terlonjak kaget, "Sejak kapan kau di sini?" tanyanya panik.

"A few seconds ago," jawab Sarah menahan tawanya.

"Kau menghancurkan rencanaku," kata Niall sambil menepuk dahinya, "I want to serve you breakfast on bed."

Senyuman terukir di wajah cantik Sarah, "Aww... That's really sweet. Tapi kurasa, aku tak keberatan memakannya di ruang makan bersamamu," ucapnya sambil menarik kursi makan.

"I read your article."

Sarah menggigit bibirnya pelan, "Lalu?"

Niall datang dan membawa dua piring wafel, satu untuk Sarah dan satu lagi untuk dirinya sendiri --walaupun sebenarnya Niall ingin menghabiskan kedua piring itu untuk dirinya sendiri.

"It was great," Niall tersenyum dan menyuapi dirinya sepotong wafel, "Shit, I'm a good cook," gumamnya dengan bangga.

Sarah mulai memotong wafel itu dan memakannya, memang benar-benar lezat menu sarapan buatan Niall pagi itu. Tapi setelah suapan kedua, Sarah seolah kehilangan nafsu makannya.

Sarah mendorong piring putihnya menjauh dari hadapannya. Dahi Niall berkerut bingung, "Kau tidak suka?"

"I like it," kata Sarah sambil memijit pelipisnya, "Hanya saja... Entahlah," desahnya dengan putus asa.

Rasa kecewa menyelimuti Niall. Dia sengaja bangun pagi untuk membuatkan Sarah sarapan, he just wants to make things right.

Melihat perubahan pada air wajah Niall, akhirnya Sarah memutuskan untuk kembali menyantap sarapannya.

"Kau tak perlu memakannya kalau kau tidak mau," sela Niall acuh tak acuh saat Sarah mulai mengunyah.

Sarah sudah siap membuka mulutnya untuk melanturkan sederet argumen, tetapi rasa mual di perutnya terasa naik ke mulutnya. Tanpa berpikir panjang, ia melesat ke kamar mandi dengan tangan menutupi mulutnya.

Niall melihat kursi  kosong di hadapannya. Kursi yang seharusnya ditempati Sarah.

Niall merasa kesal, sangat sangat kesal.

Dia menarik rambutnya karena begitu frustasi. Matanya terasa seperti terbakar air mata, tapi Niall sudah terlalu marah untuk menangis. Bahkan ia juga tak berminat menghampiri Sarah yang sedah sibuk memuntahkan sarapannya itu.

Kata-kata kasar berputar menghantui otak Niall.

Pintu kamar mandi terbuka dan Sarah melangkah keluar. Merasa malu untuk mengatakan sesuatu, ia akhirnya hanya melewati meja makan menuju kamarnya.

Sampai suara Niall memecah keheningan, "What the fuck was that?" sepertinya Niall baru menyadari kalau suaranya keluar dengan lebih keras dari yang ia maksud.

Jantung Sarah berdegup kencang, merasa sedikit takut, "I didn't feel well."

"Aku hanya ingin semuanya baik-baik saja, Sarah! But you're not fucking helping. Goddammit," amarah Niall meluap bersama segelintir sumpah serapah.

Emosi Sarah terpancing, "Bagaimana bisa kau mengatakan omong kosong seperti itu?"

"Yang kau sebut omong kosong itu adalah fakta."

Sarah terdiam. Dia tahu kalau apa yang dikatakan Niall ada benarnya, tetapi dia terlalu keras kepala untuk mengakui hal itu.

Niall mendekati Sarah, kesempatan yang baik untuk memojokkannya adalah sekarang.

"Kenapa kau diam saja, hah?" ucap Niall sinis, "Dimana mulut cerewetmu yang selalu bisa memutarbalikkan fakta itu? Atau kau baru menemukan otakmu sehingga baru sadar kalau selama ini kau yang salah?"

Sarah menggigit pipi bagian dalamnya, berusaha untuk menahan tangis yang ingin menyesak keluar.

Aku tidak boleh menangis, tegasnya dalam hati, Setidaknya jangan sekarang.

"Tatap mataku, Sarah!" bentak Niall di depan wajahnya.

Kemudian, hal itu terjadi.

Tangan Sarah mendarat di pipi Niall sekencang mungkin. Tak ada satupun dari mereka yang menyangkanya, bahkan tidak juga Sarah.

"I-I'm sorry," bisiknya pelan, "I'm so sorry."

Niall tetap terdiam pada posisinya--di depan Sarah dengan wajah yang masih menyamping. Kemudian dia tertawa sinis sambil memalingkan wajahnya kepada Sarah dengan tatapan yang membuat wanita muda itu takut.

"Terima kasih, sayang," ucapnya penuh sarkasme.

·····e·n·d···o·f···t·h·r·e·e·····

A/N

Okeh kalo kita liat mulmed jelas sekali Niall sedang dalam gelora asmara

The thing is gua sebenernya ga tau harus seneng atau sedih.

Sedih sih ya jelas gua sedih banget, banget banget deh pokoknya ga ngerti lagi. Ya namanya ngeliat orang yang lo suka --ralat, cinta-- bikin PDA sama ceweknya gimana sih kan mengenaskan :'))

Tapi kalo diliat dari gambar yang beredar, mereka bahagia banget guys. Niallnya tuh kayak gimana ya jelasinnya, ya kayak orang pacaran beneran --wkwk yaiyalah. Dan actually gua seneng banget ceweknya bukan model hehe kan berarti Niall beneran ga mandang fisik banget bangetan :'))

Abang udah dewasa :')) aku sedih :')) but mau diapain lagi mau gue jerit jerit keliling monas juga tetep aja ga ngerubah apapun.

Aku berusaha ikhlas buat Niall. Semoga kamu bahagia ya sayang jangan lupain directioners :'))

Love, broken hearted Karen xoxo

Haha gua lebay ya :( bodo ah haha

Spaces // n. horan [A.U]Where stories live. Discover now