Sivia berjalan dengan tergesa-gesa melewati beberapa para murid. Setelah selesai dia mengajar, dan saat keluar dari kelasnya tadi, dia baru menyadari handphonenya tertinggal di ruangan dosen. Dengan cepat dia berjalan tanpa peduli dengan dia yang terus tak sengaja menabrak bahu seseorang yang melewatinya.
"ini dia"
Dia menghela nafas saat melihat handphonenya masih utuh di meja kerjanya. Untungnya saja tidak ada yang mengambil handphonenya, karena dia membeli handphonenya menggunakan uangnya sendiri tidak ada bantuan orangtuanya. Dia sadar dia tidak berada di kalangan orang kaya, keluarganya hanya pekerja biasa di sebuah desa yang tak terkenal. Maka dari itu, dia harus bekerja di universitas ini sebagai dosen untuk membantu orangtuanya.
"bagaimana mengajarmu? Apakah menyenangkan?"
Sivia mendongak saat sebuah suara menyapanya. Dilihatnya Winda sudah berdiri di hadapannya sambil menenteng tasnya bersiap untuk pulang.
"untuk tadi pagi, sangat menyenangan tapi untuk sore ini, tidak terlalu menyenangkan" ucap Sivia menundukkan kepalanya sambil membereskan beberapa barangnya.
"kenapa? Ah aku tau, pasti karena sekelompok anak nakal itu bukan?"
Sivia kembali mendongak saat Winda mengatakan hal itu. Dia mengernyit tidak mengerti siapa anak nakal maksud Winda.
Winda yang melihat ekspresi wajah Sivia tertawa kecil, tentu saja Sivia bingung, Sivia juga masih dosen baru, jadi tidak mengerti apa-apa tentang universitas ini yang menyimpan 4 anak-anak nakal yang nakalnya luar biasa, tapi tidak bisa dilawan.
"anak nakal, mereka beranggota 4 orang di jurusan bahasa inggris. Mereka masuk tepat di kelas mu mengajar"
Sivia membulatkan matanya seketika. Sekarang dia tau siapa anak nakal yang dimaksud Winda. Bisa saja anak nakal itu, anak nakal tadi yang menilai tubuhnya di depan para muridnya yang lain, yang membuatnya marah dan yang membuatnya malu.
Winda melirik ke kiri dan ke kanan memastikan tidak ada seorang pun yang berada di dekat mereka, setelah puas melirik ke kiri dan ke kanan dan ternyata tidak ada seorang pun yang berada di ruangan dosen itu hanya mereka berdua. Winda mencondongkan tubuhnya ke hadapan Sivia lalu berbisik di telinga Sivia.
"Salah satu anak nakal itu adalah anaknya Mr. North"
Winda kembali menegakkan tubuhnya lalu dia tersenyum kearah Sivia.
"kau harus hati-hati dengan anaknya. Jika kau melakukan sesuatu yang salah dengannya, bisa-bisa kau di laporkan pada Mr. North lalu kau di pecat" lanjut Winda.
Sedangkan Sivia membulatkan matanya lagi dan kali ini dengan mulut terbuka. Benarkah salah satu anak nakal itu adalah anak Mr. North? Apa yang dia lakukan tadi, dia benar-benar bodoh memarahi keempat anak nakal tadi. Bagaimana jika anaknya Mr. North mengadu tentang dirinya tadi, dan bagaiamana jika Mr. North besok memanggilnya lalu memecatnya. Ya ampun, kenapa dia tidak pernah berpikir tentang itu. Dan kenapa dia baru tau, salah satu anak nakal itu adalah anak Mr. North. Jika dia tau, dia akan bersikap sabar dengan keempat anak nakal itu.
"hahaa... sudahlah jangan di pikirkan ucapan ku" ucap Winda sambil tertawa saat melihat wajah Sivia mulai pucat.
Sivia dengan cepat memegang tangan Winda. "bagaimana ini, tadi aku memarahi mereka" ucap Sivia ketakutan.
Kali ini Winda yang membulatkan matanya. "benarkah? Memangnya kenapa kau memarahi mereka?" tanya Winda.
Seketika Sivia menundukkan kepalanya. Winda hanya mengernyit melihat perubahan wajah Sivia yang memerah.
"mereka menilai tubuh ku" cicit Sivia.
"tentu saja aku marah. Mereka mengatakan tubuh ku ini rata" lanjut Sivia sedikit mengeraskan suaranya lalu dia melirik tubuhnya dari bawah sampai atas yang sama sekali tidak rata.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU ARE MINE
RomanceKau adalah milikku. Tidak ada yang boleh menyentuh mu kecuali diriku, ingat itu. Tapi kau juga harus ingat jangan pernah berfikir sedikit pun kalau aku adalah milikmu. Kau salah, kau adalah milikku bukan berarti kau dapat memilikiku. Karena kau hany...