Jakarta, 15 februari 2016
Seyna's pov
Di sini lah aku sekarang. Di tempat dimana perpisahan itu terjadi. Tempat dimana terakhir kali aku melihat senyumnya, senyuman terakhir di bawah cahaya rembulan.
Aku memang selalu ke tempat ini setiap hari. Berharap kamu ada dan kembali padaku, tetapi setiap hari pula aku tak pernah menemukanmu di sini. Jujur, aku sangat lelah dengan keadaan ini. Aku kesal dengan situasi dimana aku harus menunggu mu, menunggu seseorang yang entah tengah mengharapkan ku juga atau sebaliknya.
Aku merindukan mu, sangat merindukan kamu. Apa di sana kau juga sedang merindukan aku? Apa kau masih mengingat ku yang mencintaimu dan tengah menunggumu di sini? Semua apa-apa bermunculan di kepalaku. Berharap aku akan menemukan jawaban dari semua apa itu, tetapi ternyata masih sama belum ada jawaban dari semua apa yang aku pertanyakan, mungkin sampai kau kembali dan menjawab semua apa itu sendiri. Itu pun jika dia kembali
Aku beranjak dari dudukku dan berjalan pulang meninggalkan taman tersebut. Langkah demi langkah terasa berat rasanya saat aku tahu tak ada kamu di sisi ku. Dulu, kamu selalu ada menemaniku. Kamu selalu ada di samping ku dan menemaniku kemana pun aku pergi. Tapi yang tersisa sekarang hanya tinggal aku sendiri di sini, sendiri di dalam kekosongan jiwa yang tak berguna. Hanya bayang-bayangmu yang selalu menemani setiap langkah kakiku, bayangan semu yang tak bisa ku gapai ataupun ku sentuh.
Tuhan, haruskah, haruskah aku menunggunya lebih lama lagi? Menunggunya tanpa ada kabar dari dia sama sekali. Menunggunya dengan kepastian yang semu. Atau aku harus berhenti Tuhan? Berhenti dari zona yang semu ini? Haruskah?
Aku menghela nafasku pelan, mencoba mengenyahkan pemikiranku untuk meninggalkannya. Bagaimana pun aku harus menunggunya kembali. Aku harus membuktikan perasaanku padanya, sesuai janjiku padanya dahulu. Ya dulu sebelum dia pergi meninggalkanku tanpa ada kabar sama sekali
Aku memberhentikan langkahku di depan sebuah rumah dengan lampu yang tidak dinyalakan. Ya, rumah itu adalah rumah Savin-rumah orang yang aku cintai. Sudah 2 tahun dia meninggalkan rumah ini. Apa dia tidak berniat untuk kembali ke rumah ini? Ke rumah yang banyak kenangan ini? Kenangan bersamaku, teman-temannya, keluarganya dan juga ibu yang sangat dia cintai.
Savin memang seorang piatu. Ibunya meninggal saat dia berumur 12 tahun, beliau meninggal dengan janin di perutnya. Janin yang tidak pernah orang lain ketahui. Bukan, bukan karna dia ingin menyembunyikan kehamilannya tetapi dia hanya ingin melindunginya-dia ingin janin di rahimnya hidup dan tumbuh. Tetapi karna dia mempunyai sebuah penyakit yang akan membahayakan nyawa dan juga kandungannya, ayah Savin melarangnya untuk hamil lagi sebab itu dia merahasiakan kehamilannya dari semua orang sampai akhirnya ajal menjeput dia dan juga janinnya yang tak lain adalah calon adik savin.
Aku hanya menatap nanar pagar rumah di depanku. Setitik air mataku jatuh dari pelupuk mataku. Lagi-lagi aku cuma bisa nangis dan berharap dia segera kembali sesegera mungkin rasanya sangat lelah menunggunya dengan kepastian yang semu.
Author's pov
Setelah puas melihat rumah itu seyna pun segera berjalan untuk pulang ke rumahnya. Hari ini sangat melelahkan mengingat aktivitasnya yang cukup padat di kampus belum lagi dengan rutinitasnya mengunjungi beberapa tempat yang menjadi kenangannya dengan savin.
Seyna berjalan dengan langkah terburu, hari semakin gelap dan matahari pun nyaris sudah tak terlihat. Tanpa menyadari sedari tadi ada seseorang yang memperhatikannya dari kejauhan.
Seseorang itu melepaskan kacamata hitamnya lalu mengeluarkan ponsel dari saku celananya dan menghubungi seseorang di sebrang sana
"Dia udah pulang"
"...."
"Masih seperti biasanya"
"..."
"Ya, semoga kau cepat menyelesaikan urusanmu itu dan segera kembali"
Orang itu menutul panggilannya dan berjalan masuk ke dalam sebuah mobil
Jangan lupa v+c nya
KAMU SEDANG MEMBACA
Embun Cinta
Romance"Aku di sini, masih sama menunggumu dengan perasaan yang sama."