Cinta Yang Salah

32 0 0
                                    

Entah berapa ratus kali jus alpukat itu teraduk-aduk oleh sendok di tangan Sani. Kalau sendok dan jus itu bisa berbicara, pasti sudah sejak tadi mereka berteriak memprotes Sani.
Kejujuran memang sangat mahal, bahkan Sani nggak bisa nerima kejujuran yang terlontar dari sahabat tersayangnya itu.
Sani mengusap kaca jendela yang berembun, memandangi hujan yang sudah kembali turun. Perasaan dan pikirannya kacau.

Masih terngiang dengan jelas di telinga Sani tentang kejujuran dari sahabat tersayangnya.
"Aku cuma berusaha jujur walaupun menyakitkan. Walaupun aku enggak tahu kamu masih bisa nerima aku sebagai sahabatmu atau enggak"
Sani diam, tampak kacau.
"Aku jatuh cinta, San... Tolong mengerti aku"
Sani tetap terdiam. Sani menarik nafas lirih mencoba menenangkan hati yang bergemuruh.
"Maafin aku, San..... Maafin karena.... Aku... Aku mencintai kamu"
Hati Sani semakin bergemuruh antara rasa sakit dan marah yang bercampur menjadi satu. Berubah menjadi rasa pilu yang tak tertera.
"Aku sayang kamu"
"Aku juga sayang kamu...." jawab Sani cepat.
"Tapi rasa sayang yang aku rasakan itu berbeda!! Bukan rasa sayang seperti yang kamu rasakan sekarang" Irsa menatap Sani dengan perasaan bersalah.
"Memangnya rasa sayang seperti apa yang kamu rasakan?" tanya Sani, dingin.
"Aku yakin kamu mengerti?"
"Hal apa yang harus aku mengerti?" jawab Sani cepat, ada nada emosi yang keluar dari nadanya.
"Sikap dan perhatian yang selama ini aku berikan dan kasih sayang yang aku curahkan. Kamu enggak merasakan hal yang berbeda?"
"Aku enggak butuh rasa sayang yang seperti itu. Yang aku butuhkan adalah penyangkalan dari kamu kalau semua yang kamu ucapkan itu adalah candaan nggak jelasmu"
"Karena inilah aku. Menyangkal pun percuma..... Karena beginilah aku. Maaf kalau aku mengecewakanmu"
Sani terdiam nggak bisa berkata-kata lagi. Lalu beranjak pergi meninggalkan Irsa.

Sani terhanyut dalam lamunannya. Pandangannya menatap keluar jendela. Hujan turun dengan derasnya, seolah mengerti kalau hatinya sedang dirundung mendung.

Kebanyakan orang memandang sesuatu yang menyimpang itu merupakan hal yang tabu. Hal yang harus dijauhi. Hal yang merupakan dosa besar. Sedangkan sebagian orang yang memandang hal itu merupakan penyakit yang nggak ada obatnya di dunia ini. Penyakit hati yang seharusnya enggak layak ada. Mungkin hanya sedikit orang yang menilai sesuatu yang menyimpang itu hanyalah hal aneh yang perlu pemakluman lebih untuk mengerti bahwa di dunia ini enggak ada yang sempurna, enggak ada suatu kelebihan tanpa adanya kekurangan ataupun sebaliknya. Walaupun begitu, tetap saja pemakluman yang dirasa hanyalah sebatas pemikiran saja. Kenyataannya celaan ataupun tatapan risih saja menjadi tindakan yang kerap kali dilakukan.

Sani enggak bisa membayangkan bila hal itu terjadi pada Irsa, sahabat tersayangnya. Sahabat yang sedari kelas satu SMU itu selalu berada di sampingnya. Sahabat dalam tawa, dalam sedih dan dalam berbagi cerita.
Tiga tahun bersama Irsa, enggak sedikit pun terlintas di benak Sani kalau Irsa lesbi!
Tiga tahun itu ternyata Sani sama sekali enggak mengetahui apa-apa tentangnya. Tentang perasaannya yang bagi Sani enggak ada tempat.
Apakah ini dampak dari keluarganya yang bercerai dan kekerasan yang diterimanya diawal tahun kehidupannya?
"Aku yakin dan aku enggak akan menyesali dengan apa yang terjadi padaku" ucap Irsa kala.
"Walaupun semua orang akan mengucilkanmu dan memandang sebelah mata seolah keberadaanmu enggak dianggap" Sani mengajukan pertanyaan-pertanyaan dengan nada sedikit emosi. Bagaimana enggak, Sani khawatir dengan sikap keras kepalanya itu yang enggak memperdulikan perlakuan orang-orang terhadapnya. Mayoritas orang berpendapat, seseorang yang memiliki kelainan seperti memiliki perasaan terhadap sesama merupakan orang yang enggak bisa menerima kodrat yang sudah ditetapkan oleh Sang Pencipta.
"Setiap orang pasti ingin memiliki kehidupan yang normal. Menjalani hidup dengan tenang tanpa harus dibayangi perasaan takut yang harus disembunyikan rapat terhadap orang-orang. Begitu juga denganku. Aku enggak ingin seperti ini, enggak ingin memiliki perasaan lain yang mrnyimpang seperti ini juga. Namun aku sendiri enggak bisa menentang hidup yang seperti ini, enggak bisa mencegah perasaanku yang enggak selayaknya ada. Semakin aku menghilangkan perasaan ini justru semakin kuat perasaan ini tumbuh apakah aku salah mempunyai perasaan seperti ini?"
Sani menatap Irsa. Kesedihan terlihat jelas di wajahnya.
"Memiliki cinta bukanlah suatu kesalahan. Merasakan cinta buat seseorang juga enggak keliru. Tapi apakah kamu sadar dengan perasaan cinta yang kamu miliki? Cinta itu seharusnya enggak ada dan enggak boleh tumbuh di hati kamu..."
"Aku nggak minta kamu membalas cintaku. Aku tahu, kamu cewek biasa yang ingin mencintai dan dicintai oleh cowok. Nggak seperti aku"
Sani menatap Irsa sesaat lalu membuang pandangannya jauh-jauh.
"Aku ada kelas sekarang"
Sani beranjak dari tempat duduknya.
"Aku antar"
"Nggak usah" tolak Sani dan segera berlalu meninggalkan Irsa.

Sani enggak tahu harus gimana. Sani nggak mau kehilangan sahabat seperti Irsa, tapi Sani takut kalau lama-lama ada perasaan benci atau mungkin perasaan jijik. Tapi haruskah Sani menghindari Irsa?
Sani menarik nafas panjang. Biarlah semuanya seperti ini dulu. Semua memang perlu waktu, termasuk Sanu dan Irsa.

Cinta Yang SalahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang