Chapter 1

11 1 0
                                    

Cerahnya mentari menyelimuti pagi menghilangkan setiap rasa sakit yang selalu mengintaiku bunga-bunga yang bermekaran memancarkan senyum manisnya dengan indah meluluhkan hati yang sedang menangis karena senyumnya. Aku tengah duduk di dekat jendela kamarku untuk merasakan indahnya ciptaan sang pencipta yang tak sebanding dengan apa yang dilakukan oleh manusia yang hanya datang dan pergi hanya untuk merusak dan menghancurkan segalanya tanpa memikirkan dampak dan akibat dari setiap perbuatannya.

"Dunia memang indah namun apalah dayaku ini untuk menikmati semuanya. Aku hanyalah anak yang tak bisa diandalkan untuk setiap apapun. Benarkan apa yang kukatakan ini Tuhan?" Tanyaku kepada-Nya sambil memandang langit.

Setiap yang ku perbuat memang tak pernah dianggap oleh siapapun karena bagaimana mau di anggap? Setiap mau melakukan sesuatu saja langsung dianggap remeh oleh semuanya tapi dengan senyum kulawan setiap perkataannya walau aku pun tahu senyumku ini takkan pernah ada artinya dan hanya dapat meringankan nyerinya setiap tusukan dihati ini.

"Ma... Cece main kerumah teman ya" Kataku dengan memasang muka bodohku yang selalu membuatku diinjak siapapun.

"Ce gak usah main dulu ya besok aja" Kata Mamaku mengusap rambutku.

"Tapi Ma masa adik selalu boleh keluar kenapa aku nggak boleh" Tanyaku dengan muka yang mulai kecewa mendengar perkataan Mamaku.

"Emang Cece mau main kerumah siapa?" Kata Mamaku bertanya kembali kepadaku.

"Kerumah Kak Lia Ma" Jawabku dengan jujur. Kak Lia adalah temanku dari kecil yang selalu bermain bersamaku setiap hari dan selalu melindungiku dari hinaan selain Mama.

"Ya udah Mama bolehin tapi jangan lama-lama ya Ce" Kata Mamaku.

"Iya Ma" Kataku.

Aku berjalan sambil memakan permen layaknya anak-anak kecil seusiayang menyukai makanan yang manis-manis terutama coklat dan permen. Seorang anak mengawasiku dengan tajamnya aku hanya tertunduk takut melihatnya seperti biasa yang kulakukan karena memang aku tak pernah melawan bahkan terkadang hanya ku jawab dengan senyuman manis namun terlihat bodoh bagi orang yang melihatku.

"Kakak itu kenapa ya ngawasin Cece gitu banget mending Cece lari aja" Kataku dalam hati lalu lari terpontang-panting menghindari orang itu.

Nafasku terengah-engah karena berlari tadi. Aku telah di depan rumah Kak Lia segera kupencet bel rumahnya cukup lama kumenunggu namun tak ada yang keluar lau ku coba untuk memencet bel lagi. Namun masih sama akhirnya aku pun pulang dengan wajah masam dan kecewa.

"Betul kata Mama tadi nggak usah main. Cece bandel lagi, Cece nakal lagi Mama maafin Cece" Kataku dalm hati sambil menangis.

Aku menagis karena merasa nakal, tak menurut kepada Mamaku yang telah melarangku untuk bermain tadi dan aku yakin sebaliknya nanti juga aku dirumah aku pasti dimarahi dan diejek oleh adikku.

"Ass... Assalamualaikum Ma" Kataku masuk kedalam rumah dengan sedikit terbata-bata.

Aku langsung berlari ke kamarku agar tak ditanya oleh Mama, adik, ataupun papaku.

"Hahaha... Kak Cece kenapa tuh lari-lari gak jelas" Kata Aqila adikku tertawa.

Aku telah masuk ke kamarku dan memeluk bantal doraemon kesayanganku dan memekirkan tertawaan dari adikku Aqila tadi. Pintu kamarku terbuka aku bersembunyi dibalik bantal kesayanganku ternyata yang datang adalah Mama aku masih bersembunyi dibalik bantal. Mama mengambil bantal yang menutup wajahku itu lalu membelai lembut rambutku.


_bersambung_ 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 15, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aku Bukan Anak IdiotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang