Deuxième

118 9 1
                                    

Didedikasikan untuk arinahrn_

Jalanan malam Kota Lille yang berjarak tak jauh dari Paris tak pernah sepi, dipenuhi kebisingan klakson serta deru roda-roda mobil sport yang lalu lalang menuju tiap arah.

Jarum pendek arloji yang menempel di dinding salah satu bar di Kota Lille menunjuk angka sebelas.

Jongin yang duduk di salah satu bar stools menggebrak meja, menggetarkan jantung seorang pria kepala empat serta dua botol bordeaux wine yang baru diteguknya seorang diri.

Jiwanya separuh tak sadar, dan kegiatan ini telah menjadi rutinitasnya selama tujuh tahun.

Hidup di sebuah negeri yang keras telah menjadi pilihan bagi seorang Kim Jongin, lebih baik dari kerasnya kenangan masa lalunya di Korea Selatan yang akan membuatnya terperangkap dalam waktu jika tak segera enyah dari sana.

"Ada apa denganmu, Jongin?" tanya pria yang mengamati mata sendu milik Jongin itu.

"Apakah kau pernah membenci seseorang? katakan pernah dan aku tak lagi merasa menjadi satu-satunya yang mengalaminya". Jongin menarik nafas panjang.  "Mau kutuangkan? minumlah bersamaku. Minumlah bersama orang menyedihkan ini," lanjutnya, ia tertawa kecil. Mata coklat pekatnya yang nanar dan mulai memerah meneteskan cairan.

"Siapa dia?" tanya pria itu sok peduli, lalu membenahi letak sarung tangannya yang kurang nyaman.

"Dia merenggut segalanya. Kau lihat? Apa yang tersisa pada hidupku selain mencari uang?" jawab Jongin, memukul-mukul dadanya yang sempit dan sesak. Dalam sisa kesadarannya yang hanya setengah, air mata kembali mengisi pelupuk mata serta hatinya yang tersayat pilu.

"Dia melukai hatimu, Jong. Jika aku jadi kau, kurasa percuma jika hanya merenggut nyawanya tanpa balik melukai hatinya," ucap pria itu sambil menepuk-nepuk pundak Jongin. Dan kalimat itu terdengar sungguh bijak bagi seorang yang hilang kesadaran layaknya Jongin.

Ia terdiam sejenak, tampaknya sedang berpikir dalam-dalam, nasehat dari pria yang kini duduk di depannya merasuk begitu saja dalam kepala.

Sesaat ia menghentikan kegiatan minumnya, sebuah seringai kecil melukis garis pada bibirnya yang tipis sensual.

***

"Ha! Kau kalah suit denganku! Hitung sampai 50 dan jangan mengintip!". Seorang anak perempuan delapan tahun tertawa dengan angkuh pada seorang laki-laki di depannya, tak sadar jika ingus menggantung di lubang hidungnya.

"Baiklah, nanti pasti kau juga yang kalah!" balas si anak lelaki tak kalah angkuh.

Si anak lelaki membalikkan badannya menghadap tembok taman bermain. Ia menutup mata coklat pekatnya, kemudian mulai berhitung.

"1.. 2.. 3.. 4...".

Sementara itu sang gadis kecil sibuk berlari kesana kemari untuk mencari tempat yang cocok untuk sembunyi.

***

Empat puluh enam detik telah berlalu dengan cepat.

Angin sepoi meniup pelan rambut hitam anak laki-laki yang masih sibuk menghitung, batinnya mulai menebak-nebak dimana sang gadis bersembunyi.

"48.. 49.. 50".

Usai berhitung dan membenahi tiga atau empat helai poninya yang menghalangi pandangan, lelaki sepuluh tahun itu tak mengulur terlalu banyak waktu untuk mencari sang gadis, karena dirinya tak boleh kalah kali ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 30, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Secret: Significant MissionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang