A WE WE

889 55 10
                                    

Hajim... HaHaHajim...
HAAAAAAAAAAAAAJIM

"Ify!" seru seseorang mengkhawatirkanku dari dalam jendela.

Hai, Indah Fyo Stesza itu nama lengkapku. Jadi, tiga huruf yang perlu kalian ingat hanya IFY. Oh ya, aku bukan tipe cewek yang suka hangout. Apalagi bukan tipe cewek kutu buku banget. Hobiku hanya menunggu hujan dan senja. Entahlah, aku juga gak punya banyak teman. Abstrak sekali hidupku bukan? Hmm...

"Fy," ucap seseorang itu dihadapanku dan memeluk erat tubuhku.

"Ryan?" gumamku terbengong melihat sikap Ryan yang aneh.

"Fy, ayo ikut aku!" ajak Ryan, menggandeng tanganku untuk berteduh menghindari rintiknya hujan malam minggu.

"Ry, tap~" ucapanku terpotong oleh kejutan telunjuk Ryan yang sudah menyetop di depan bibirku dan bola mataku.

Aku terdiam dengan pandangan penuh tanya. Ryan mengalungkan tanganku ke lehernya. Lalu tangannya yang berotot menopang tubuhku penuh dengan lemak. Sementara, hujan semakin menderas dan petir semakin mengobrak-abrik hatiku.

"Fy, jangan pernah main hujan-hujanan lagi ya?" pesan Ryan kepadaku.

Oops!
Aku lupa guys. Ryan, sahabat kecilku hingga sekarang. Sebenarnya, aku masih bertanya pada diriku. Apakah aku pantas mempunyai seorang sahabat sejati seperti Ryan? Hmm... Ryan itu cowok basket, multi talenta, dan paling nge-hitz di kampus kotaku. Calon dokter muda pula guys.

"Astaga, Ify?" ucap bunda Stevani melihat tubuhku yang basah kuyup dengan face pucat pasi.

"Ryan, terima kasih ya? Sudah mengantarkan Ify pulang ke rumah," Bunda Stevani menyambut di depan teras.

Ryan mengangguk dan tersenyum manis. Seperti biasa, ciri khas Ryan yang selalu abadi dalam setiap peristiwa.

"Fy, Ify?" panik seseorang yang tiba-tiba muncul melihat keadaan terparahku.

"Bunda, tolong buatkan teh hangat saja untuk Ify. Saya akan bawa Ify ke kamarnya," ujar Ryan sedikit menutupi ranum senyum di bibirnya.

"Ry, semakin baper dapat perhatian kamu terus. Tapi, aku baru kali ini takut dengan rasa yang bernama kehilangan," curhatku pada tatapan elang itu.

Saat Ryan hendak menyelimuti tubuhku, seseorang itu segera menepis tangan Ryan dan mencoba mengambil semua perhatian Ryan untukku.

"Gak usah sok peduli," ketusku pada seseorang itu.

"Fy, aku hanya ingin kita baik-baik saja seperti semula." Seseorang itu berusaha mengutarakan isi hatinya kepadaku.

"Cukup!" tegasku kepada seseorang itu.

"Fy, tolong?" pintanya mencoba merebut rasa emosiku.

"Aku tidak mau dengar apa-apa darimu lagi!" Aku memalingkan wajahku dan menutup telinga kanan-kiriku menggunakan headset.

Stop redam amarahmu
Namun jangan berlalu
Hentikan tangismu
Lenyapkan ragumu
Yang selalu lupakan

Kamu tidak butuh hatiku. Kutahu bahwa air mataku selalu untukmu. Bagaimana dengan .... Hmm ... Ah, sudahlah! Tidak terlalu penting. Jikalau kau tahu.

"Ify!"

"Tidak! Aku tidak mau!"

"Kau harus ma~"

GEDUBRAK

"Mama..." Aku berdecak kesal kepada Mamaku.

"Cepat mandi, Fy!" Perintah Mama mengusap rambutku dan membuka daun jendela kamarku lebar-lebar.

"Mama, kira-kira ...," batinku dalam hati, memutar otakku.

"Ayo, cepat mandi!" Mama menyeret tubuhku dari spon empuk merah jambu bercorak boneka teddy bear.

"Mm-Mmmama?" Aku mengikuti langkah kaki Mama dengan malas-malasan.

"Ify masih ngantuk Ma... Lagian ini hari libur." Aku mengelak sambil mengambil handukku.

"Tuh, kamar mandi sudah menantimu!" Telunjuk kanan Mama mengisyaratkan kepadaku dengan nada bijaksana.

"Okay," ucapku pasrah, ketika memasuki kamar mandi dan mengunci pintunya.

"Saatnya mandi sabun!" seruku melihat tempat lulurku sudah siap.

Cus, meluncur!

"IfyYyYyy!"

"HwaAaAaaaAAAaAaA!"

"Jangan konser di kamar mandi, Fy!"

Sial! Mama ngeselin banget. Tapi ... Mandi sabun pagi-pagi begini, enak juga ya guys? Hihihii

TEN ... TEN ... TEN ....

Suara klakson mobil itu sangat khas di gendang telingaku. Aku segera beranjak ke kamarku dan meninggalkan acara mandi sabun.

"A WE WE...!"

RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang