The Story of Us

13 0 0
                                    

"Jadi, kenapa kamu minta aku untuk pergi?"

Dia hanya bisa terdiam. Menatap kosong ke arah daun-daun yang berguguran.

"Strange isn't it? I thought we were happy. And.. And you said everything was okay. Answer me, God dammit! Say something!"

Dia masih terdiam.

Aku muak dengan ini.

Ku pikir aku ingin tahu. Setelah selama ini pertanyaan itu selalu muncul, dan sekarang ada kemungkinan besar aku akan menemukan jawabannya. Tapi melihatnya terdiam membuatku muak akan itu. Aku tidak menginginkan jawaban darinya lagi. Mungkin aku tidak ditakdirkan untuk tahu karena mungkin jawabannya akan menghancurkanku. Aku sudah hancur. Masa bodoh.

___________________________________________________________

"Jadi sekarang aku seorang pelacur?"

"Well kau mau aku jujur? Ya."

"Tapi-"

"Kau tidur dengan pacarnya Cara. Mereka sudah bersama sejak tahun pertama, itu tiga tahun yang lalu. Dan oh, mereka selalu menjadi "Couple of The Year" Brighton High. Aku heran, berani sekali kau  melakukannya. Kau gila karena berani meniduri Cameron."

    Demi tuhan, berjalan di lorong Brighton High tidak pernah setegang ini. Bahkan sensasi ketakutan yang Aku miliki pada tahun pertama  jauh terkalahkan. Setiap orang, mulai Dari para freshmen, sophomore, junior, senior, Dari kutu buku sampai jalang di sekolah ini, mereka semua memandangiku seolah-olah mereka telah melihatku membunuh seseorang tadi pagi. Ini gila. Seburuk itukah meniduri Cameron? Tidakkah mereka tahu Cameron sudah tidur dengan 3 cewek Brighton High --aku salah satunya-- semenjak dia bersama dengan Cara. Itu berarti dia telah berselingkuh tiga kali, lalu mengapa hanya Aku yang dihakimi? haruskah Aku beritahu semua orang? Umm mungkin tidak, Cameron percaya padaku. Aku merasa kasihan padanya.

      Tiba-tiba HPku bergetar.

"Apa kau baik-baik saja? Xx" itu pesan Dari Cameron.

"Aku baik-baik saja. Sempurna x" balasku.

"Apa kau ingin membicarakannya? Xx" ini lucu, tanpa mengatakan yang sebenarnya pun dia sudah tahu kalau aku tidak baik-baik saja. Dia bahkan belum mengenalku selama itu.

"Baiklah x"

"Kalau begitu Aku akan menjemputmu lewat belakang rumah, lalu kita dapat pergi ke The Oak dan makan malam Di sana. See you at 4. Xx"

"At 4 it is" balasku.

        Aku bisa melihatnya tersenyum. Aku berjalan ke arahnya, bukan untuk menghampirinya, Aku hanya ingin pergi ke toilet yang terletak sekitar tiga metre dari lokernya. Kita sudah sepakat untuk berpura-pura seakan tidak ada yang pernah terjadi saat kita berada di sekolah, namun di luar itu, tak ada yang peduli. Itu cukup baik you know. Setidaknya orang-orang hanya tahu kita memiliki one night stand, tidak lebih dari itu. Setidaknya itu tidak akan membuatku semakin dibenci oleh anak-anak Brighton. Dia melihat ke arahku, bodoh. Alihkan pandanganmu. Kau bodoh Cam. Aku langsung menarik HPku Dan mengirimkan pesan padanya.

"Jangan memandangiku! Tidak saat di sekolah." Cameron mengambil hpnya, berhenti memandangiku dan melakukan tugasnya, tak memandangiku lagi.

       Sudah pukul setengah empat, Cameron kejam dengan hanya memberiku waktu tiga puluh menit untuk bersiap, I mean aku seorang cewek. Aku melihat diriku sendiri di cermin, berbalut dengan handuk putih. Kebingungan memikirkan baju apa yang harus ku pakai. Persetan dengan penampilanku, kita hanya akan pergi ke The Oak, short dress sudahlah cukup. Aku mengikat rambut cokelatku--yang dahulunya pirang-- bukan ponytail tapi bun. Dengan sedikit make up natural. Aku bertanya-tanya apa yang akan Cameron katakan tentang penampilanku.

      "Allison! Cameron sudah di sini" Claire berteriak Dari dapur. Claire adalah ibu tiriku, ayahku menikahinya saat Aku berusia dua tahun. Ayah ibuku bercerai setahun setelah ibuku melahirkanku. Kata ayah, ibu berhubungan kembali dengan mantan pacarnya. Ibu berterus terang dan mereka berpisah dengan baik-baik.

       "Iya bu! Aku akan turun"  Aku berlari kecil menuruni tangga. Ya tuhan, sepatuku. Aku menaiki tangga dengan cukup tergesa-gesa kemudian kembali menuruni tangga.      

"Hai" Dia tersenyum, one of the most beautiful smile I've ever seen.

"Hai, jadi kau kesini untuk menemui ibuku?" Balasku dengan Nada yang cukup sinis.

"Ti-tidak.. A-Aku hanya-" dia sedikit panik.

"Aku bercanda, Cam."

     Entah mengapa Cameron selalu memarkir mobilnya di belakang rumahku. Jika dia tidak ingin ada orang yang melihatnya, dia tidak perlu menjemputku.

      The Oak terletak cukup jauh Dari rumahku, bahkan bisa dibilang sangat jauh. The Oak adalah sebuah cafe di tepi danau Vehn. Anak-anak populer Brighton selalu pergi ke danau Vehn setiap summer untuk mengadakan sebuah pesta besar, hanya pada saat summer.

"Aku paham kita harus menghindari orang-orang, tapi kenapa The Oak?"

"Ally, sudahlah ikuti saja."

     Aku melihat ke arahnya, dan um.. Suasana menjadi hening. Ia menguap Dan kemudian berkata

"Sejujurnya.. Aku juga tidak tahu.." Dia memandangku lalu tersenyum.

"Aku menyukai tempat itu, entah kenapa." Jawabnya, melihatnya tersenyum membuatku ingin tersenyum juga.

        Perjalanan yang cukup lama memberiku banyak kesempatan untuk memperhatikan Cameron, menyadari hal-hal kecil . Aku tidak pernah menyadari betapa biru matanya, dan bagaimana dia mulai menguap ketika suasana menjadi canggung. Menguap seperti sebuah ritual untuk mengistirahatkan otaknya yang kemudian akan bekerja keras membentuk sebuah kalimat dan pada akhirnya ia dapat memecahkan kecanggungan itu. Mengalahkan ketakutannya.

Tiba-tiba ponselnya berbunyi, aku yakin pasti itu Cara. Ia hanya melihat ponselnya Dan mengabaikannya.

"Apa itu Cara?" Tanyaku.

_____________________To Be Continued _____________________

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 14, 2013 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Story of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang