A/N : Jangan lupa votenya.
***
"Cepatlah, Keitha! Kita tidak memiliki banyak waktu!"
Seruan Alani membuat Keitha bergegas dengan cepat, berlari ke luar dari kamar mendekati Kakaknya yang berusia empat tahun lebih tua darinya, lalu ia ikut naik ke atas kereta kuda yang juga telah diisi oleh Otsana.
Sang kusir menoleh ke arah mereka, memberikan intruksi melalui tatapan sebelum pada akhirnya dibalas oleh Alani dengan anggukkan. Perjalanan kali ini tidak lagi diarahkan oleh Knox––kuda milik Keitha––namun dengan sebuah kereta kuda bangsawan yang disewa oleh Otsana.
Langit tampak dilingkupi oleh cahaya matahari yang benderang di siang hari. Namun, mereka bertiga saling menyampirkan mantel tebal di pundak, menyembunyikan gaun termewah yang mereka miliki untuk menghadiri festival yang dilaksanakan di kota Chilia malam ini.
Sesaat setelah Keitha tiba di rumah setengah jam yang lalu, Alani menyodorkan dua buah batu zinambra kepadanya, di mana salah satu benda itu diberikan pada Keitha sebagai hadiah ulangtahun. Awalnya Keitha menolak. Ia takut Ayahnya akan memergokkinya pergi ke Chilia. Namun, impian untuk menapakki kota seribu pilar itu tidak hanya melintas dalam benak Keitha. Selama ini, Alani juga ingin berjalan-jalan ke sana walaupun tidak menetap.
Rasa penasaran dan juga iba pada wajah Alani yang memelas akhirnya meruntuhkan tekad Keitha untuk menahan diri. Ia dan Kakaknya memilih gaun terbaik, sementara Otsana yang sudah bersiap-siap sejak awal mencari kereta bangsawan agar mereka dapat pergi.
"Kau tahu, orang-orang bilang perayaan kali ini lebih megah dibandingkan perayaan sebelumnya," celetuk Otsana ketika mereka telah berada di perjalanan.
"Aku dapat melihat warna hiasannya dari sini. Mereka juga menghias bagian atas istana. Pasti sangat mahal!" balas Alani semangat.
Sementara Keitha hanya tersenyum. Di samping ia merasa cemas, hatinya tidak dapat memungkiri perasaan membuncah karena ini adalah hal yang dia inginkan sejak dulu. Bagi penduduk dari kota yang dianggap tidak ada; terlalu miskin dan terasing, ia merasa sangat beruntung.
Terlalu beruntung.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Alani cemas.
Keitha mengangguk. "Ya, aku baik-baik saja."
"Tenang saja. Jika Ayah marah, aku akan melindungimu dari amukkannya," kekeh Alani. "Tapi jika lukamu menjadi parah ... Aku tidak akan pernah memaafkan diriku sendiri, Keitha."
"Tidak perlu khawatir. Lukaku tidak separah itu. Aku baik-baik saja."
"Aku tahu. Aku dapat melihat sinar itu di matamu."
Mereka melewati pepohonan yang tinggi, diiringi suara kicauan burung dan semilir angin yang sejuk. Suara aliran air di sungai juga terdengar di telinga Keitha kala kereta yang mereka tumpangi melewati sebuah jembatan.
Enam jam berlalu, mereka akhirnya tiba di gerbang besar kota Chilia bertepatan dengan langit yang menggelap. Keitha menatap ke arah Alani; Alani hanya berdeham pelan sebagai jawaban dari rasa takut yang Keitha rasakan. Saat dua pengawal yang berada di gerbang tinggi menahan mereka, mereka segera mengeluarkan batu zinambra dan menyodorkannya pada seorang pengawal.
"Apakah Anda baru saja kembali dari perjalanan jauh?" tanya salah seorang pengawal bertubuh tinggi.
"Ya, kami baru saja kembali dari wilayah Dinant," jawab Alani.
"Baiklah. Silakan masuk, Nona."
"Terima kasih."
Perasaan takut Keitha berangsur-angsur menghilang ketika gerbang terbuka. Kedua matanya refleks membelalak, menatap sekelilingnya dengan kagum. Kota seribu pilar yang dia anggap sebagai sesuatu yang mewah, lebih dari apa yang ada di bayangan Keitha selama ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Protector [Hiatus]
FantasyDILARANG KERAS MENJIPLAK KARYA TILLY D; MENGUTIP SEBAGIAN, MENYALIN, MENGAMBIL INSPIRASI PENUH, MENGGANTI JUDUL; NAMA TOKOH, ALUR. BAIK DISENGAJA MAUPUN TIDAK DISENGAJA. CERITA INI MEMILIKI HAK CIPTA. Start : 22 Juni 2016 dengan judul awal "Decernis...