Hello Angel,

800 134 17
                                    

  "When I look to the sky I can only see you, " 



"Appa," ucap seorang perempuan kecil, langkahnya terhenti, dan dengan sentakan kecil perempuan kecil itu menarik tangan ayahnya. "Apa yang kita lakukan disini? Eomma pasti tidak senang jika tahu semua ini."

"Kita buat kesepakatan ya, Haerin tidak boleh menceritakan hal ini kepada Eomma nanti? Bagaimana?" tawar si Ayah kepada anak perempuannya yang bernama Haerin.

Sejenak Haerin hanya memandang wajah ayahnya, dilema apakah dirinya harus mengikuti apa kata ayahnya atau mengingat kata-kata ibunya. Meskipun saat ini Haerin berada di atap sebuah gedung tua tak terpakai bersama dengan ayahnya, Haerin bisa membayangkan bagaimana reaksi yang diberikan oleh ibunya jika mengetahui kemana mereka pergi. Haerin juga tidak ingin melihat ayah dan ibunya bertengkar, melihat mereka bertengkar sungguh menyebalkan. Haerin merasa bersyukur ayah dan ibunya memutuskan untuk berpisah ketika usianya masih dini. Haerin tidak bercanda soal betapa menyebalkannya bagaimana cara ayah dan ibunya bertengkar—meskipun mereka sudah memutuskan untuk berpisah sekalipun. Haerin harus rela tidak bertemu dengan ayahnya selama beberapa lama, berbicara lewat telepon saja tidak boleh.

"Baiklah." Desah Haerin. "Tapi Appa harus menggenggam tanganku erat-erat ya, Haerin takut jatuh."

Chanyeol mengangguk lalu mengelus kepala anak perempuannya dengan penuh kasih sayang. Mereka berdua duduk di pinggir gedung, Chanyeol menarik Haerin lebih dekat dengannya. Merangkul pundak kecil Haerin, menjaga gadis kecilnya seperti apa yang ia minta. Keheningan menyelimuti mereka, Haerin mengayun-ayunkan kakinya yang berada di udara bebas. Haerin mendongak untuk menatap ayahnya yang sedang menengadah, menatap langit kota Seoul yang hari ini terlihat begitu cerah.

"Kenapa Appa senang memandang langit? Apa yang kau lihat disana?" Haerin mengikuti apa yang dilakukan oleh ayahnya saat ini.

Setiap kali Haerin menghabiskan waktu dengan ayahnya, pasti Haerin akan mendapati ayahnya sedang memandang langit meskipun hanya sebentar. Beberapa kali Haerin mencoba untuk menemukan sesuatu yang mungkin menarik perhatian ayahnya di sana. Namun sekeras apapun Haerin mempertajam indra penglihatannya, Haerin tidak melihat sesuatu yang aneh. Saat ini yang dilihat oleh kedua mata perempuan kecil itu hanyalah langit biru yang dihiasi oleh awan yang bergumpal satu sama lain.

Chanyeol sempat terkejut ketika mendengar pertanyaan dari Haerin. Chanyeol tidak menyangka gadis kecilnya akan memperhatikan sampai sedetail itu. "Saat menatap langit, aku melihat senyumannya."

Mendengar jawaban ayahnya, perasaan Haerin mendadak tidak enak. Haerin menyenderkan kepalanya pada dada ayahnya lalu memeluk tubuh ayahnya dengan tangan kecilnya dari samping. Haerin kembali menatap langit, kini mengerti apa yang dilihat oleh ayahnya.

"Aku juga melihatnya, Appa."

Haerin merasakan tangan besar ayahnya mengelus kepalanya. Sudah 3 tahun semenjak kepergian Wendy namun Chanyeol belum bisa benar-benar melepas Wendy. Appa benar-benar mencintai Seungwanie, pikir Haerin. Yang Haerin tahu, ayahnya hanya butuh waktu 1 tahun setelah perpisahan dengan ibunya untuk menikah dengan Seungwanie. Wendy senang mengikat rambut ikal Haerin ke dalam bentuk kepangan, suatu hal yang tidak pernah dilakukan oleh ibu kandungnya sendiri. Haerin menyukai cookies buatan Wendy, Haerin biasanya akan langsung kabur dari rumahnya dan menyelinap ke rumah ayahnya dan Wendy—yang terletak di hadapan rumahnya persis—ketika aroma cookies yang manis menyapa hidungnya. Anehnya Haerin justru merasa hangat ketika melihat betapa mesra ayahnya dengan Wendy.

"Melihat Appa dan Seungwanie, aku jadi ingin segera menemukan pangeranku." gumam Haerin pada saat makan malam bersama Chanyeol dan Wendy karena Iseul sedang berada di Perancis untuk urusan pekerjaan.

"Haerin akan menemukannya nanti." Ucap Wendy sedangkan Chanyeol hanya tertawa karena ucapan gadis kecilnya.

Seungwanie selalu berada di rumahnya, tidak seperti Eomma yang selalu pulang larut. Seungwanie juga lebih sabar dibandingkan dengan Eomma. Seungwanie selalu menyiapkan makan malam sendiri, tidak seperti Eomma yang membelinya di restoran yang ia lewati saat pulang kerja. Seungwanie selalu mendengar keluhan-keluhan Appa tentang pekerjaannya di kantor tanpa memberikan komentar sedikitpun. Appa sudah pasti benar-benar mencintai Seungwanie, pikir Haerin.

"Seungwanie terlihat cantik dari sini." Ucap Haerin.

Tidak seperti biasanya, saat itu Haerin melihat penampakan ibunya yang berdiri di depan kelas dan menatapnya dengan tatapan sendu. Ibu guru menyuruh Haerin untuk merapikan alat tulisnya dan Haerin diantar menemui ibunya.

"Eomma?" ucap Haerin kebingungan melihat ekspresi ibunya.

Iseul menggenggam tangan kecil Haerin. "Ayo kita pulang sayang."

"Ada apa?" tanya Haerin penasaran. Apa mungkin Eomma menyiapkan sebuah kejutan di rumah? Pikir Haerin saat itu.

"Sayang, Seungwanie saat ini sudah berada di surga."

Haerin tidak bisa menahan tangisnya, Iseul dengan sigap menggendong gadis kecilnya. "Haerin, menangislah sepuasmu sekarang. Ketika bertemu dengan Appa, jangan menangis di hadapannya ya?"

Haerin dengan seluruh kemampuan yang ia miliki menahan tangisnya ketika bertemu dengan ayahnya. Pada saat itu, Haerin melihat sisi lain dari ayahnya. Di mata Haerin, ayahnya tampak bukan seperti ayahnya. Tatapan hangat yang biasa Haerin nikmati pada saat itu hilang digantikan dengan tatapan kosong yang terasa suram. Selama proses pemakaman, Haerin terus menggenggam tangan ayahnya. Mencoba untuk memberikan kekuatan yang dimilikinya kepada ayahnya untuk tetap berdiri dengan tegak.

Haerin menyentuh kalung yang diberikan oleh Wendy beberapa hari sebelum kematiannya. "Haerin, tolong selalu jaga Appamu ya. Dengarkan apa yang ia katakan dan jadilah putri yang baik untuknya. Mengerti?"

Yang pasti perasaan ayahnya begitu buruk saat itu, menyaksikan orang yang dicintai pergi ketika berada di dalam pelukan pasti sangat menyakitkan, pikir Haerin.

"Haerin, apa kau mau menerbangkan pesawat dari sini?" Haerin mengangguk antusias. Chanyeol mengeluarkan kertas yang berada di saku celananya lalu segera melipatnya sampai terbentuk sebuah pesawat. "Kita terbangkan bersama ya."

Haerin menerima pesawat dari ayahnya lalu bersiap untuk menerbangkannya. 

"1.....2.....3!"

Haerin dan Chanyeol merilis pesawat mereka secara bersama. Kini kedua pesawat itu sedang terbang bebas mengelilingi kota Seoul. Mereka tertawa bersama ketika melihat pesawat milik Chanyeol tidak memiliki umur yang panjang.

"Cinta Appa dan Seungwanie begitu indah." Ucap Haerin. "Saat besar nanti Appa tidak keberatan kan menceritakan bagaimana kalian bisa bertemu?"

"Appa sayang Haerin." Ucap Chanyeol lalu mencium puncak kepala gadis kecilnya.

"Tersenyumlah, Appa. Aku dan Seungwanie sangat menyukai senyum menawanmu."


----------


Hello Angel,


Selamat ulang tahun cintaku, Son Seung-wan. Wah, tak kusangka ternyata aku mampu bertahan tanpa dirimu sampai saat ini. Tadi aku mengajak Haerin ke tempat biasa kita kunjungi, awalnya dia sempat ragu ketika mengingat larangan Eommanya. Hahaha, aku jadi malu saat mengingatnya. Sepertinya gen pemberontak Park Chanyeol kalah dengan gen perfeksionis Ji Iseul. Ah, aku akan mengajarkan apa itu pemberontakan padanya nanti. Aku terkejut ketika mendengar Haerin bertanya kenapa aku senang memandang langit dan kujawab apa adanya. Ketika mendengar reaksinya, aku ingin menangis. Jawaban yang dia berikan mengingatkanku padamu. Wendy, semoga kau bahagia disana. Tolong tunggu aku sampai tugasku di sini selesai. Aku tahu kau tenang disana.


—Park Chanyeol.


**********



Jangan lupa tinggalin jejak ya, kalau ada yang mau request boleh kok! comment aja hehehe(:D).

OneShot: Sky [Wenyeol]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang