Chapter 3

28.4K 1.4K 32
                                    

Mass Natann :D hahaha.. selamat menikmati yahh :D
jangan lupa kritik dan sarannya *muaahhh

=====+++++++======

Dengan panik aku membaca nama yang tertera di papan dekat pintu.

Kanatan Zhafif Ganendra

Apa mungkin itu nama lengkapnya mas Natan?? Mas Natan, apa yang terjadi denganmu??

Air mataku masih saja mengalir tanpa dapat kubendung. Aku masih berdiri didepan pintu sambil memandang sosok mas Natan yang terbujur penuh luka di ranjang rumah sakit.

“permisi” ucap seseorang kepadaku. Kemudian aku berbalik dan mendapati seorang lelaki yang tampan dan terlihat agak mirip dengan mas Natan sedang memandangiku bingung.

“kamu temannya mas Natan??” tanyanya kepadaku.

“mas Natan kenapa?” tanyaku sambil masih berlinangan air mata.

“kecelakaan kemarin” ucapnya lagi yang kontan membuat tangisku semakin pecah. Apa mungkin mas Natan tidak dapat menemuiku kemarin gara – gara mas Natan mengalami kecelakaan? Jadi ini semua terjadi karena diriku?? Ya tuhan, kenapa kau melakukan hal ini kepadaku.

Seketika kakiku mulai lemas sehingga aku terduduk dilantai. Cowok tersebut kemudian dengan panik memegangiku.

“hei, kamu gak papa?” tanyanya sedikit khawatir.

Aku hanya bisa menangis tanpa dapat menjawabi pertanyaanya. Bagaimana bisa aku tidak apa – apa sedangkan cowok yang seharusnya kutemui kemarin sedang terkulai lemas diranjang rumah sakit.

“Kina??” ucap seseorang sambil ikut jongkok disampingku.

“mas Radit hiks, mas Natan mas, hiks..” ucapku disela – sela tangisku.

Kemudian mas Radit mulai memelukku dan menenangkanku yang sudah tak karuan ini.

Sekarang aku sedang duduk dikursi tunggu bersama mas Radit dan cowok yang entah siapa namanya aku gak tahu. Mereka berdua sedari tadi sibuk menenangkanku yang sibuk nangis gak jelas. Butuh waktu lama untukku bisa berhenti menangis dan menguasai diriku sendiri.

“udah tenang?” tanya mas Radit sedikit khawatir.

Aku hanya mengangguk.

“mas Natan gimana keadaanya mas?” tanyaku dengan suara serak.

“masih belum siuman sejak kemarin” jawab mas Radit terlihat sedih.

Huuaa… jadi pengen nangis lagikan akunya. Hiks..

“hei.. hei.. jangan nangis lagi” ucap cowok yang sedari ikut bersama kami.

“kamu siapasih?” tanyaku padanya sedikit sesenggukan.

“aku Alvo. Adiknya mas Natan” ucapnya mengulurkan tangan kepadaku.

“Kina” kataku membalas jabatan tangannya.

“dek, mau kedalem?” ajak mas Radit kepadaku. “tapi gak boleh nangis lagi, kasihan tante Mela nanti ikutan nangis juga”

Tante Mela? Mamanya mas Natankah?

Aku hanya menggeleng menolak ajakan mas Radit.

“kenapa?”

“aku masih shock mas. Ini semua terjadi karenaku. Andai dulu aku gak pernah ngajakin mas Natan nonton, pasti mas Natan hari ini masih baik – baik saja” ucapku sambil meneteskan air mataku kembali. “ini semua salahku mas. Aku gak bakalan bisa maafin diriku sendiri jika sesuatu terjadi kepada mas Natan, hiks..”

“gak usah nyalahin diri kamu. Ini namanya takdir. sebaiknya kita semua berdo’a untuk kesembuhan mas Natan” ucap Alvo menenangkanku kembali.

Namun namanya juga rasa salah, datangnya tiba – tiba dan gak bisa dengan mudah pergi gitu aja. hiks..

“apa mas Natan akan baik – baik saja?” tanyaku masih masih dengan air mata yang berjatuhan.

“iya, Natan pasti baik – baik saja” jawab mas Radit memberi harapan.

“aku ke dalem dulu ya. kasihan mama sendirian di dalem” ucap Alvo seraya meninggalkan kami.

Aku hanya bisa bersandar pada kursi. Tubuhku benar – benar lemas. Rasanya tenagaku terserap hilang entah kemana.

“Kina!! Dari tadi dicari’in juga malah disini” ucap seseorang menghampiriku.

“mbak Winda” ucapku dengan suara serak.

“lhoh, kamu kenapa Kin?? Kenapa nangis?” ucapnya panik dan khawatir.

Aku hanya menggeleng.

“heh!! Kamu apa’in si Kina sampe nangis begini??” semprot mbak Winda yang ditujukan ke mas Radit.

“bu.. bukan.. bukan aku kok” kata mas Radit sedikit bingung.

“lha terus siapa??” tanya mbak Winda lagi masih dengan muka garang.

“huuaaa… mas Natan. Hiks” dan tangiskupun pecah kembali.

“nah lhoh, kenapa malah parah nangisnya” ucap mbak Winda panik. “siapa lagi si mas Natan ini??”

“Kina udah ya, gak usah nyalahin diri kamu sendiri. Yakin aja kalau Natan gak bakalan kenapa – napa. Mending kamu pulang dulu aja ya” ucap mas Radit menenangkanku kembali.

“tapi mas Natannya mas?” kataku sambil sesenggukan.

“he will be oke”

Akhirnya aku memutuskan untuk pulang dan menenangkan diri. Aku masih belum bisa menerima musibah yang terjadi kepada mas Natan, apalagi hal tersebut terjadi karena diriku. Mas Natan, akankah kamu akan baik – baik saja??

“Kin, kamu sebenarnya kenapa? Terus cowok tadi siapa? Dan mas Natan – mas Natan yang kalian sebut – sebut itu juga siapa?” tanya mbak Winda kepo ketika kami berada di mobil.

Ih, mbak Winda gak tau situasi banget sih!! Aku yang sedari tadi nangis dan galau kayak gini masih saja di kepo’in gitu. Nyakitin tau enggak!!

“Kin jawab dong, jangan nangis mulu” katanya lagi. “kalau kakakmu tau kamu nangis gini bisa – bisa aku yang di salahin ntar. Kin, udah ya jangan nangis lagi” bujuknya lagi.

“mbak Winda diem bisa enggak!! Aku tu lagi sedih dan berduka gini, mbak Windanya masih aja ngoceh kayak burung kebanyakan makan speaker!! Hiks.. gak usah banyak nanya deh mbak!!” bentakku sambil sesenggukan.

Seketika mbak Winda langsung memandangku horror.

Baru pertama kali ya dibentak sama cewek imut yang lagi nangis galau??!!

Sesampainya dirumah aku hanya bisa terdiam di sudut kamar sambil memegang sobekan tiket nontonku sama mas Natan. Warm Bodies. Film pertama yang kutonton bareng mas Natan. Sangat berkesan. Berkesan banget. Hiks..

Mas Natan. Kenapa sepertinya aku selalu membawa sial untukmu sih? Dulu waktu pertama ketemu, gara – gara aku, kamu jadi batal nonton sama gebetan. Sekarang gara – gara aku kamu harus kecelakaan. Hiks..

Dan pecah lagilah tangisku. Mas Natan oh mas Natan. Maafin aku mas. Ini semua gara – gara diriku. Hiks.


Love Will RememberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang