Penantian

11 0 0
                                    

          Fauzi Mochammad Rhamadhan

_2016_

Suara klakson membuatku geram. Ku tambah volume musik dari ponsel di saku ku, berharap kaki ini dapat diajak berlari ke tempat yang hening, tapi raga ini sudah lelah, matahari pun bersiap untuk terlelap. Ini ceritaku, cerita yang mungkin tak akan pernah orang lain pikirkan ataupun pedulikan. Dalam dunia yang  fana dimana banyak manusia yang memendam lara. Aku menyelam lebih jauh dalam pikiranku, 'bagaimana jika kita tidak pernah jatuh cinta?' untuk mencari sebuah fakta tentang "layakkah kita untuk jatuh cinta?", sambil menyeruput secangkir kopi pahit yang sudah lama menjadi dingin di tanganku. Ya, aku ini seorang introvert, yang bisanya hanya memendam, yang mulai terbentuk di antara manusia manusia yang tak bertulang emas.

Duk! ada yang membentur lenganku, lalu ada rintihan kecil dari seorang perempuan, aku melirik, dia sedang membersihkan tanah-tanah yang menempel pada pakaiannya. Secara tidak sadar Aku membantunya membereskan barang bawaannya, lalu dia terkejut, "Loh?! Kamu orang yang waktu itu kan? yang bantu mobil mogok ku itu kan?" Tanya perempuan di depanku. Jantung ku langsung terpacu, pikiran ku sudah tidak karuan, serasa ingin tenggelam saat itu juga, dia perempuan yang selama ini menghantui pikiran ku seperti virus yang mengambil alih kontrol atas diriku. "Iya mbak.." jawab ku tanpa menatap matanya, "Wahhh, kebetulan banget mas lagi yang bantuin, makasih ya mas" Balasnya sambil tersenyum, sial, senyumnya manis sekali seakan-akan suara klakson yang tadi memenuhi telinga hilang dibawa angin yang bertiup bersama rambutnya. Diriku yang biasanya selalu memendam segala hal, kini tanpa sadar melontarkan kata-kata yang tidak pernah ada dalam kamus ku, "Mbak cantik.." dia berdiri, begitu pun dengan ku, "ahahaha, makasih mas" jawabnya masih dengan senyuman, ku dorong lagi diri ini, "Mbak boleh minta nomor teleponnya?" dia agak tertegun, tapi Aku tak peduli, Aku tanya sekali lagi, "boleh mbak?" kali ini Aku mengeluarkan ponsel ku bersiap mencatat nomor teleponnya. Dia tersenyum, "boleh.." jantungku semakin terpacu, tapi tepat sebelum dia mengucapkan tiga digit terakhir nomor teleponnya ada laki-laki yang menyerukan nama seseorang, aku hanya fokus mendengarkan runtuyan nomor yang dia ucapkan sampai laki-laki yang menyerukan nama seseorang ternyata menyerukan nama perempuan yang ada didepan ku. "Dina, lagi ngapain? aku tunggu disana kok lama banget?" Ucap cowok tersebut, "Ini, aku ketemu mas-mas yang waktu itu bantu Aku" balas perempuan yang ternyata namanya Dina. Laki-laki tersebut lalu tersenyum padaku dan merangkul Dina pergi dari hadapan ku. Keberanian ku seakan menghilang, Aku tidak cukup berani untuk bertanya berapa tiga digit terakhir nomornya.

Harusnya aku tahu, Aku tidak boleh berharap langsung padanya. Apa yang membuat pertemuan ke dua kali ini membuat ku berharap kalau dia akan mewarnai hidup ku? Sekarang suara klakson terdengar lebih kencang dari sebelumnya, seakan dunia memberi teguran, yang bisa Aku lakukan hanyalah menuntun kaki ini untuk pulang ke rumah.

_2019_

Kejadian hari itu membuat ku trauma, tapi aku coba yakinkan diriku bahwa jika dia yang terbaik dia akan kembali padaku. Aku hanya bisa berdo'a di setiap malam ditemani rembulan yang turut menundukkan kepala, Aku hanya bisa berdo'a semoga Tuhan berbaik hati padaku dan mengizinkannya bersama ku. Sampai akhirnya Aku berada disini menautkan cincin perak ke jari manis seorang perempuan yang sangat cantik, yang tangannya sangat hangat,  yang bisa dengan sabar menghadapi kebiasaan ku memendam segala hal, dan yang selalu ada untukku. Aku, seorang yang bisanya hanya memendam kini berkata, "Dina, maukah kau menjadi teman hidupku?".

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 17, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

PenantianWhere stories live. Discover now