***
Aku bingung harus memulai dari mana, baiklah.
Akan ku jelaskan awal mulanya.
Aku ‘Anggara Pratama’.
Dia, gadis yang kujumpai di awal MOS SMP. Dia, gadis yang membuatku percaya kalimat ‘love at first sight’. Dia, gadis yang mampu meluluhkan hatiku. Anggi Wardhani.
Kufikir ini hanya kebetulan nama kami yang mirip Anggi-Angga, apalagi saat itu aku masih terlalu dini untuk mengenal cinta, itu hanya cinta monyet ya cinta monyet.
Perkenalanku dengan Anggi tidak lah istimewa kami sekelas, kami sering satu kelompok, kami dekat dan akhirnya pacaran. Tak pernah kuduga sedikitpun aku bisa stuck pada 1 gadis, bertahan dengan satu orang, bahkan sampai aku dan Anggi menerima ijasa SMP.
Aku merasa bodoh saat itu, meng-iya-kan paksaan papa untuk melanjutkan SMA ke Bandung, meninggalkan Anggi seolah tak terjadi apa apa diantara kami, seolah olah kami tak terpisahkan oleh jarak, Anggi memang tidak keberatan dengan jarak diantara kami tapi aku? Setiap waktu aku selalu berfikir bahwa Anggi menemukan laki laki lain di SMA barunya, menemukan orang yang dapat membuatnya tersenyum selain aku. Kenapa? Kenapa penyesalan selalu datang terlambat?
Kenapa aku merasa dikendaliikan oleh keadaan?
1 tahun pertama, hubungan kami tetap bertahan. Di tahun kedua setelah aku di Bandung konflik-konflik mulai terjadi bahakan pernah Anggi menangis saat menelfonku.
‘kamu gak pernah ngertiin aku.. harusnya kamu gak pindah jadi aku gak harus terus terusan diejek sama temen temen aku’
‘kita putus’
‘kita putus’
‘kita putus’
‘kita putus’
‘kita putus’
‘kita putus’
Kata kata itu selalu mengelilingi otakku, terlalu mudah memang untuk diucapkan. Cuma 2 kata tapi mampu membuat orang yang mendengarnya jatuh, jatuh dari ketinggian yang pernah dicapainya.
“kita harus nyelesaiin ini secara baik baik”
“gak ada ‘kita’ aku-kamu”
“tapi Nggi..”
“apa lagi Ngga kamu mau bilang ini Cuma sementara, disini cinta kita diuji?iya basi.. aku udah denger itu beribu kali dari kamu”
TUT TUT
“cinta itu datang untuk pergi, cinta itu bukan masalah memiliki tapi cinta itu siap pergi dan di tinggal pergi, benar??”
2 minggu setelah kami putus aku kembali ke Jakarta, menemuinya dan meluruskan segala lika-liku hubungan kami. Anggi percaya dan akhirnya kami kembali. Tetap, aku akan tetap mempertahankannya.kadang kami bertengkar, bahkan hal sepele pun kami pertengkarkan. Sampai ketika Anggi berubah drastis..