Malam itu gue dan teman-teman gue berkumpul di tempat biasa. Tempat kami lari dari rumah dan sekolah.
"Rokok bro?" tawar Dino pada gue.
"Nggak. Gue tadi udah habis sebungkus."
"Lo kelihatan kacau banget. Kenapa sih lo?" tanya Evan yang duduk di sebelah gue.
"Gue nggak kenapa-napa."
"Lo nggak bisa bohongin kita bos."
"Udahlah Din kalau Dika belum mau cerita ke kita jangan dipaksa. Bukan hak kita juga maksa Dika buat cerita sekarang."
"Tapi Van gue kan cuma berusaha jadi sahabat yang baik buat Dika."
"Nggak harus dengan maksa dia buat cerita Din!"
Gue terlalu pusing mendengar debat antara Dino dan Evan yang seperti biasa tak akan selesai dalam waktu satu atau dua jam sehingga gue memutuskan berdiri dan meninggalkan mereka.
Masih terdengar jelas mereka kembali berdebat setelah kepergian gue.
"Tuh kan Dika pergi. Gara-gara lo sih Van!"
"Kok lo jadi nyalahin gue sih Din?"
"Bodo ah Van, gue mau lanjut main dota."
"Lah gue ikutlah!"
Gue memutuskan pulang ke rumah. Satu-satunya tempat yang terkadang gue sendiri malas memasukinya. Bokap kerja dan pulang seminggu sekali? Udah biasa. Bahkan kadang bokap balik dua minggu sekali.
Atau nyokap yang sering keluar sama teman-temannya? Nggak heran lagi gue. Alasannya arisan, pengajian, dan apalah acara lain yang gue sendiri nggak paham apa yang mereka lakukan diacara semacam itu.
Okelah pengajian masih ada sisi positifnya, paling nggak mereka bakalan baca ayat suci walaupun sebentar tapi pasti tetap dapat pahala dari Allah. Nah kalau arisan? Acara paling nggak jelas.
Tapi yang gue bingung, kenapa juga nyokap gue kelihatan antusias banget kalau rumah jadi tempat arisan mereka? Bahkan nyokap turun tangan nyuruh pembantu membersihkan semua rumah sampai kinclong. Dan itu bukan nyokap gue yang biasanya.
Bahkan sampai rumah yang nyapa gue juga cuma pembantu. Walaupun kadang gue cuek dan nggak jawab pertanyaan mereka tapi gue tetap mengangguk atau tersenyum jika mereka berinteraksi dengan gue. At least itu yang diajarkan nyokap dan bokap gue dulu, inget ya dulu.
Gue klakson beberapa kali dan barulah terlihat Pak Min -satpam rumah gue- berlari dari dalam posnya dan membukakan gerbang.
"Maaf Den tadi Bapak lagi makan."
"Nggak apa-apa Pak. Saya yang minta maaf ganggu acara makan Bapak."
"Aden tumben jam segini sudah pulang?"
"Iya lagi males di luar."
"Ya sudah Den silakan masuk. Pintu garasi belum Bapak tutup."
"Emang siapa yang pulang?"
"Tuan baru saja pulang Den."
"Bokap balik?"
"Iya."
"Ya udah Pak saya masuk dulu. Jangan lupa dikunci gerbangnya."
"Iya, baik Den."
Bokap balik itu tandanya nyokap juga ada di rumah. Kenapa? Karena nyokap gue tipe istri yang manja. Begitu bokap balik, nyokap pasti langsung nempel.
Gue segera memasukkan mobil ke garasi dan masuk ke rumah lewat pintu garasi.
Dugaan gue nggak melenceng sedikitpun. Gue lihat di ruang keluarga, nyokap gue sedang bergelayut manja di lengan kiri bokap.